Sekar duduk berhadapan dengan Tevin di salah satu meja kafe tak jauh dari kampusnya berada. Saat itu jam dinding baru menunjukan angka delapan, masih terlalu dini untuk dikatakan malam bagi mayoritas kehidupan ibu kota yang kadang malah tak mengenal siang dan malam.
Sekar sibuk temu kangen dengan ponsel pintar miliknya yang selesai diservis sedangkan sang kakak khusyuk menimati makanan yang terhidang di atas meja.
Kali ini Kevin tidak ikut lantaran ada janji dengan salah satu perempuan incarannya. Entah yang mana lagi Tevin tidak tahu dan tidak mau tahu juga. Kisah cinta saudara kembarnya tidak pernah menarik perhatiannya, malah kadang Tevin kerepotan menghadapi korban PHP Kevin yang beralih menerornya.
“Ini, hapenya kak Kevin aku kembaliin.” Sekar menyerahkan ponsel Kevin yang telah berjasa selama seminggu terakhir ini, tapi Tevin malah mendorongnya kembali.
“Simpen dulu aja, biar nanti Kevin ngambil sendiri.” Begitu kata Tevin dengan wajah tenang andalannya.
“Oh, yaudah.” Sekar kembali memasukan ponsel Kevin ke dalam tas selempangnya bersamaan dengan datangnya pesanan miliknya yang sedikit terlambat dibanding pesanan kakaknya.
“Kak Tevin mesen lagi?” tanya Sekar begitu menyadari ada satu piring lagi yang tadi dihidangkan pelayan di atas meja mereka.
“Iya.”
Menit-menit berikutnya keheningan mendominasi karena Tevin kini ikut sibuk memainkan ponsel pintar dengan raut serius. Entah sedang bertukar pesan dengan siapa, tapi kalau itu gebetannya maka Sekar akan ikut senang mengingat sejak tiga tahun lalu Tevin memutuskan untuk menutup diri setelah ditinggal oleh kekasihnya.
Bukan karena doi punya cowok lain ataupun bosan dengan Tevin, melainkan karena dipanggil oleh yang maha kuasa untuk kembali ke sisinya.
“Kak?” panggil Sekar membuat Tevin berdehem pelan sebagai tanggapan.
“Yang ini nggak mau dimakan?” Sekar menunjuk satu piring chicken katsu yang belum tersentuh.
“Bukan punya kakak.”
“Lah, terus?” Tanpa Tevin jawab, Sekar kini tahu siapa pemiliknya karena di detik berikutnya sosok Zein tiba-tiba muncul dan berdiri diantara mereka.
“Maaf kak telat, abis nganterin temen dulu tadi.” Tevin mendongkak lalu mengulas senyum khas seorang kakak sambil nenepuk-nepuk kursi di sampinnya.
“Santai aja, sini duduk!” Kemudian Zein duduk di sebelah Tevin.
“Tuh udah kakak pesenin!” katanya sambil menunjuk piring yang tadi dipertanyakan Sekar.
“Makasih kak.” Melihat itu, dahi Sekar berkerut. Apa-apaan ini?
Ditatapnya Tevin yang masih bersikap biasa saja seakan kedatangan Zein memang sudah sewajarnya, padahal dia tahu kalau sekarang Zein bukan lagi pacar adiknya. Zein hanyalah anak tetangga yang pernah menghabiskan waktu bersama.
Saat pandangan mereka beradu, bukannya menjelaskan Tevin malah tersenyum penuh makna. Lalu tiba-tiba dia berdiri sambil mengeluarkan dompetnya. “Kakak pulang duluan ya,” katanya membuat Sekar instan melongo.
“Udah kakak bayarin,” katanya lalu menepuk puncak kepala Sekar dan berlalu dari sana.
Seperginya Tevin, suasana mendadak canggung. Sekar tidak ingat kapan terakhir kali ia makan berdua dengan Zein. Yang jelas jauh sebelum mereka putus.
“Kok kamu bisa ada di sini?” Tak tahan dengan keheningan, Sekar memutuskan untuk membuka percakapan.
“Kemarin kak Tevin nemuin aku,” ujar Zein dan oh tunggu, dia bilang aku bukan gue? wow ada apa ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Pieces [𝙴𝙽𝙳]
General FictionIni tentang Sekar dan segala kegalauannya akan sang mantan juga tentang Reno yang datang untuk menolong, tapi malah berakhir jadi yang ditolong. Tentang dua hati yang patah dan dipertemukan untuk saling memperbaiki. Romance | Campus Life Start : 13...