16: Siap, Laksanakan!

382 69 31
                                    

Pk 13.56

Tim pasar dan tim hutan mulai meninggalkan guest house. Awalnya, mereka berjalan bersamaan. Namun setelah setengah jalan, mereka melangkah di jalan yang berbeda.

Jay, Jake, dan Jonghoon sampai di pasar. Pasar itu sangat ramai. Baru saja menginjakkan kaki, mereka sudah menemukan penjual cabe.

"Beli berapa, ya?" Tanya Jake.

Jay mengerutkan dahi. "Tadi dia gak bilang, sih," jawabnya.

"Beli sepuluh aja, kali. Kalo kelebihan bisa kita jadiin sambel," balas Jonghoon.

Jake mengangguk. Perhatiannya beralih pada sang penjual. "Cabe merahnya sepuluh, Pak!" Sambil menunggu cabe mereka dibungkus, Jake mengeluarkan dompetnya.

Baru saja Jake mau mengeluarkan selembar uang, Jay mencegahnya. "Gue aja yang bayar," katanya, sambil mengeluarkan dua lembar uang.

Belum saja Jay sempat membayar, Jonghoon sudah menyodorkan sebuah kartu berwarna hitam kepada sang penjual. "Saya aja yang bayar, Pak," ucapnya.

Sang penjual menatap mereka bertiga dengan bingung. Seperti inikah jika orang kaya pergi belanja bersama? Rebutan berbayar. "Maaf, dek. Tapi satu lembar aja cukup, kok. Kalian mau beli cabe, bukan guci," ucapnya.

Jake menjulurkan lidahnya pada kedua temannya itu. "Terima kasih, Pak," katanya pada sang penjual seraya menyerahkan selembar uang.

"Oh iya, Pak. Di sini ada toko yang jual botol kaca gitu, gak?" Tanya Jay sebelum kelupaan.

Sang penjual menjentikkan jarinya. "Pas sekali! Saya juga jual itu di sini," katanya. "Butuh berapa? Sebesar apa?" Tanyanya.

Jake dan Jonghoon menoleh secara bersamaan pada Jay. Pasalnya, di antara mereka bertiga, hanya Jay lah yang ikut ke dukun tadi pagi.

Jay menggaruk tengkuknya. "Ngggg gak dibilang, sih. Bapak punyanya yang sebesar apa?" Tanyanya.

Sang penjual mengangkat sebuah botol kaca. "Segini," katanya.

Jay mengangguk. "Boleh deh, Pak. Dua, ya," balasnya dengan mengangkat dua jarinya.

Jake mengeluarkan selembar uang lagi. Namun lagi-lagi, gerakannya lebih lambat dari Jonghoon. "Nih, pak. Gak kebanyakan, kan?" Jonghoon tersenyum.

Sang penjual tersenyum kesal. "Dasar orang kaya." Tetapi pada akhirnya, ia tetap nenerima uang itu. Setelah itu, ia memberikan dua botol pesanan ketiga pemuda itu.

Jake menerimanya dan memasukkannya ke dalam tas belanjanya. Save the earth, bro. "Makasih banyak, Pak. Sehat selalu dan semoga dagangannya laku!" Ia membungkuk sedikit sambil tersenyum.

Sang penjual terpana melihat sopan santun Jake Sim. "Astaga... kamu anak baik-baik banget, ya. Mau sama anak saya, gak?"

Jake tertawa sedikit. Keringat dingin mencucuri dahinya. Sudah kesekian kalinya ia terjebak dalam situasi seperti ini. Apakah menjadi anak baik adalah tindakan kriminal?

Tepat sebelum Jake dihujani pertanyaan, Jonghoon merangkulnya erat. "Terima kasih banyak ya, Pak. Kita duluan dulu. Siang, pak!" Setelah berkata demikian, ia menarik Jake dan Jay menjauh dari lapak itu.

–+×+–

Di tempat lain, terdapat Heeseung, Riki, dan Wonbin yang sedang duduk berjejer di depan pintu masuk. Canggung. Tidak ada yang memulai obrolan. Hanya suara deru kendaraan bermotor yang sekali-kali lewat depan mereka. Sudah lebih dari pk 14.30, namun belum ada tanda-tanda kemunculan Kang Dongho dan gerombolannya.

Until We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang