9: Perjamuan Terakhir

411 68 32
                                    

Keenam anak itu menengang. "Bohong."

Sang dukun tertawa. "Harusnya saya gak ngasih tau ini ke turis, sih. Tapi, mengingat kalian juga pernah tinggal di sini... ya udah, saya kira kalian harus tau," Katanya. "Selama kalian gak keluar sendirian pas malem-malem gelap mah, kalian gak bakal kenapa-kenapa."

Jay mengangguk. "Iya. Kita juga pernah berhadapan langsung sama vampir."

Jonghoon merinding. Ia meremas bahu Jake. "Hiiii. Oke. Sekarang gue percaya sama kalian," bisiknya.

Mbah Dukun tiba-tiba mengeluarkan sesuatu dari bawah mejanya. Sebuah kantong hitam. "Ini buat kalian. Bawang putih," katanya. "Kalian pernah ngadepin langsung, kan? Berarti tau cara menghindar dan ngebunuhnya, kan?"

Yeonjun mengangguk sambil mengambil kantong hitam itu.

"Oke. Kalau kalian butuh sesuatu, telfon saya aja." Ia pun juga mengeluarkan sebuah kartu nama. "Kalau butuh, ke sini lagi juga boleh," katanya.

Yeonjun mengangguk. "Ini nomer rekening mbah? Nanti saya transfer, ya. Berapa, mbah?"

"XXX.XXX won."

"Ah... mahal juga," gumam Yeonjun.

Jonghoon mendengar gumaman Yeonjun. Untuk membantu temannya itu, ia pun memutar otak. Aha! Ia mendapatkan ide. "Mbah! Mau saya kirimin gelas yang ada tanda tangannya kakak saya, gak? Sebagai ganti buat bayar ini semua," tawar Jonghoon. "Eksklusif loh, Mbah. Gak pernah ada yang dapet secara gratis kayak gini," godanya.

Wajah sang dukun jadi sumringah. "Okeh! Sah!" Ia menyalami tangan Jonghoon.

Hueningkai tertawa. "Tadi katanya butuh uang buat bayar listrik. Tapi begitu ditawarin tanda tangan langsung setuju."

Yang lain ikut tertawa.

Karena semuanya sudah selesai, Yeonjun berdiri dan membungkuk. "Terima kasih banyak, mbah. Kita bakal balik lagi kalau butuh sesuatu," katanya.

Anak-anak lain pun ikut berdiri dan membungkuk. "Terima kasih, mbah!" Setelah berpamitan, mereka berenam keluar dari rumah sang dukun, dan berjalan menuju mobil.

Tiba-tiba, Yeonjun berhenti melangkah. Sesuatu baru saja terlintas di kepalanya.

Menyadari Yeonjun berhenti, kelima anak lainnya ikut berhenti. "Kenapa, bang?" Tanya Heeseung.

"Kalian masuk duluan, deh. Gue ada yang kelupaan sebentar." Yeonjun merogoh saku celananya. Diraihnya kunci mobil, dan diopernya pada Jonghoon. "Masuk duluan, ya!" Ucapnya. Yeonjun pun berlari masuk ke dalam.

-+×+-

Waktu sudah menunjukkan pk 17.25. Mereka mampir sejenak ke sebuah rumah makan untuk membeli makan malam. Seperti kemarin, Yeonjun lagi-lagi yang membayar semuanya. Begitu semua pesanan sudah jadi, mereka bergegas kembali ke guest house.

"Selamat malam, selamat datang kembali!" Sapa Eunbi dari balik meja resepsionis.

"Hai, Kak!" Sapa Wonbin juga, di sebelah Eunbi.

Jake mengangkat plastik makanan yang ia pegang. "Won, Bang Yeonjun baru beli makan banyak, nih. Mau ikut, gak?" Tawarnya.

Wonbin tersenyum senang. Ia lalu menoleh ke kakaknya. "Kak! Aku boleh ikut, gak??" Tanyanya dengan mata berbinar-binar.

Eunbi tersenyum melihat adiknya. "Iyaaa iya. Ikut aja, gih. Udah malem juga. Aku jaga sendiri juga bisa

"Makasih, kak!" Wonbin berseru senang. Ia pun berjalan mendekati Jake dan teman-temannya.

Until We Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang