10

72.7K 529 7
                                    

Abian membawa ana pulang di malam hari. Ana terlihat lelah, namun sangat bahagia bisa pulang ke rumah.
"Om, di mana Tante Adinda?"
Abian memeluk pundak ana dan mengecup pipi kanan nya dengan lembut.
"Jam segini pasti sudah istirahat. Besok pagi saja ketemu nya. Oke?!"
Ana mengerutkan kening.
"Ini masih belum terlalu malam. Kenapa Tante sudah tidur? Apa Tante masih sakit?"
Abian hanya mengangguk.
Ana merasa sangat bersalah. Di saat Tante nya sakit, dia malah bertindak tak tahu malu dengan om nya.
"Harusnya kita enggak berbuat hal gila ini om. Tante sedang sakit, kita harusnya bisa menjaga nya. Bukan nya malah main gila di belakang nya begini."
Ana menepis tangan Abian dan berjalan dengan kepala tertunduk ke arah kamar nya.
Abian menghela nafas tak berdaya.
"Ini harus segera di selesaikan."
Abian bergumam pelan.

💦💦💦
Ana berusaha bangun pagi dan memasak bubur untuk Tante nya. Setelah selesai membersihkan dapur, ana berjalan menaiki tangga menuju kamar Tante nya. Dia mengetuk pintu perlahan.
"Masuk.."
Terdengar suara serak dari dalam. Ana membuka pintu perlahan dan terkejut melihat penampilan Tante nya.
Wanita yang terbaring di ranjang sangat kurus. Dia tak menemukan wanita cantik yang dulu membawa nya ke kota. Yang ada hanyalah seorang wanita yang terlihat sangat kurus. Dengan rambut yang hampir botak. Kulit nya sangat pucat. Dengan selang terhubung di tangan nya.
Ana melotot ketakutan dengan pandangan di depan nya. Air mata nya mengalir deras. Dia berjalan perlahan menghampiri sosok Tante nya. Di genggam nya tangan yang tipis itu.
"Tante, apa yang terjadi?"
Suara nya bergetar. Dia berusaha agar tidak menangis.
Adinda membuka mata nya perlahan. Dia balik menggenggam tangan ana. Suara nya sangat serak dan tersengal.
"Sayang, Tante tidak apa-apa. Sebentar lagi semua rasa sakit ini akan hilang. Jangan sedih."
"Sejak kapan Tante sakit? Kenapa aku tidak tahu?"
Adinda tersenyum lemah.

"Itu tidak penting lagi. Ada hal yang lebih penting untuk kita bicarakan. Tolong dengarkan semuanya tanpa menyela."
Ana mengangguk sambil terus menangis.

"Ana, bulan depan kamu akan berusia 17. Ini adalah usia dewasa. Tante berharap Tante bisa melihat kamu menikah dengan lelaki yang baik sebelum Tante pergi. Agar Tante bisa menghadapi ibu dan ayah mu dengan bahagia di surga. Tante tahu kamu pasti menganggap ini terlalu mendadak. Tapi tolong pertimbangkan keadaan Tante."

Ana tertegun mendengar permintaan Tante nya. Dia merasa ini terlalu mendadak dan dia terlalu muda. Tapi di sisi lain, dia merasa sangat berhutang pada Tante nya. Akhirnya dia membuat keputusan.

"Tante jangan khawatir, aku akan menikah dengan siapa pun pria pilihan Tante. Aku yakin Tante akan memilih yang terbaik untuk ku."

Adinda mengamati mata bening ana, dia bersyukur Ana bisa membuat keputusan dengan cepat. Karena dia kehabisan waktu. Dia sekarang mantap untuk menyerahkan Ana pada Abian. Dia menghirup nafas dalam sebelum mengemukakan keinginan nya.
"Ana, menikah lah dengan om Abian saat usiamu genap 17 tahun."

Ana kaget bukan main. Bagaimana mungkin Tante nya menyuruh dia menikah dengan om nya. Ini gila.
"Tante?! Ini enggak mungkin!"

"Dengarkan Tante sekali ini saja. Ini adalah permintaan terakhir Tante sama kamu. Kamu dan om mu adalah dua orang yang paling berharga untuk Tante. Tante ingin kalian saling menjaga dan mengasihi sepeninggal Tante nanti. Om mu sangat menyayangi kamu bukan sebagai keponakan, tetapi sebagai wanita. Dan Tante juga tahu kamu memiliki perasaan yang sama untuk om kamu. Dengan kalian menikah, Tante akan pergi dengan bahagia. Tante mohon padamu. Terima Abian sebagai suami kamu."
Adinda menghirup nafas panjang. Dia mulai merasa sakit di dada nya. Ana tidak bisa memikirkan apa pun sekarang. Tapi dia tahu kalau dia harus bicara sebelum terlambat.
"Tante kenapa? Ommm...."
Ana berteriak memanggil Abian.
Abian berlari menaiki tangga dan langsung menuju tepian ranjang di samping ana.
"Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba begini?"
Ana menggeleng sambil menangis.
Abian memanggil dokter yang selalu di siagakan di rumah untuk merawat adinda.
Dokter mengecek tanda vital adinda dan menggeleng pelan.
Ana menangis keras, sedangkan Abian  tertunduk sedih melihat istri nya akan pergi meninggal kan nya. Bagaimana pun ada saat nya mereka hidup bersama penuh cinta di masa lalu. Tapi yang di rasakan nya sekarang hanyalah kasih sayang keluarga dekat saja. Tidak ada lagi perasaan romantis yang mendalam.
Adinda membuka mata nya perlahan dan berusaha bicara walaupun perlahan.
"Ana tolong berjanjilah pada Tante bahwa kamu akan menikah dengan om mu. Ku mohon.."
Ana mengangguk.
"Iya Tante. Ana berjanji... Ana janji.."
Abian melotot pada dua perempuan ini. Dia tak tahu ada hal seperti itu terjadi saat ketidak hadiran nya.
Adinda tersenyum dan memandang Abian yang tertunduk sedih,
"Abian, aku mempercayakan ana padamu. Jangan pernah menyakiti nya. Kamu harus berjanji."
Abian memegang tangan adinda dan mengangguk meyakinkan nya.
"Aku janji."
Adinda tersenyum lega. Dia menyatukan tangan ana dan Abian bersama.
"Hiduplah bahagia. Beri Abian banyak anak yang lucu. Aku gagal memberinya itu."
Ana mengangguk tak menjawab karena dia sudah menangis keras. Adinda menghembuskan nafas terakhir nya dengan tersenyum. Dia bahagia bisa melepaskan kedua orang itu untuk hidup bersama. Dalam hati dia berharap, " kakak, percayalah pada Abian. Dia lelaki yang baik. Dia pasti akan membuat ana bahagia."

Ana menangis sejadinya memeluk jenazah Tante nya. Abian memeluk ana dengan hangat. Dia menyuruh seseorang untuk menyiapkan pemakaman. Segala nya terjadi terlalu cepat.

🌠🌠🌠
Akhirnya pemakaman di selesaikan. Dan hari-hari berlalu dalam diam.
Dua bulan berlalu dengan cepat.

Ana sedang berdiri di depan cermin melihat pantulan diri nya memakai gaun putih panjang. Dia sangat cantik dalam balutan gaun pengantin nya. Tadi pagi dia sudah resmi menjadi istri Abian. Malam ini mereka mengadakan jamuan makan keluarga. Tak ada teman ana yang di undang. Karena ana masih sekolah, ana khawatir itu akan mempengaruhi sekolah nya jika banyak yang tahu kalau dia telah menikah.
Abian melihat ana berdiri di depan cermin dengan linglung. Dia menghampiri ana dan memeluk nya dari belakang.
"Kenapa sayang?"
Tanya Abian sambil mengecup pundak ana yang telanjang. Model gaun ana yang out shoulder memudahkan aksi nya. Ana menggeleng pelan.
"Tak apa. Hanya tak menyangka aku akan menikah secepat ini."
Ana menyenderkan tubuhnya pada Abian.
Abian tersenyum dan menangkap dagu ana dan memutar nya.
"Percayalah. Kamu istri ku sekarang."
Abian mendekatkan wajah nya pada ana dan melumat bibir ana dengan lembut. Ana menanggapi dengan membuka bibir nya. Lidah Abian menyerbu masuk dan mengabsen setiap sudut mulut ana. Di hisap nya lidah ana dan di ajak menari bersama. Tangan Abian membelai tengkuk ana. Tangan yang lain nya meremas pantat ana. Ana meleguh nikmat dalam ciuman nya.
"Ooughhhh..."
Abian melepaskan ciuman nya dan menyatukan dahi mereka. Bibir nya masih bersentuhan.
"Berhenti sekarang. Kalau tidak, kita tak perlu menghadiri jamuan ini. Karena aku tak tahan lagi untuk merobek gaun mu."
Suara serak Abian berdering seksi di telinga ana membuat nya makin memerah.
"Setelah perjamuan..."
Abian meninggalkan ruangan dengan kalimat yang di gantung. Ana masih mengatur nafas nya. Dia menoleh ke cermin dan mengeluh. Lipstik nya berantakan.
"Dia selalu sangat beringas."
Ana mengeluh dalam hati.

my tutorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang