3

121K 696 16
                                    

Ana duduk melamun di kursi ruang santai sambil memegang buku pelajaran nya. Dia tidak mengerti satu kata pun dari apa yang di jelaskan dalam buku itu. Dia menganggap semua pelajaran dalam buku itu adalah hal yang baru bagi nya. Itu lah kenapa dia sangat tertarik, tapi juga sangat bingung. Ana sangat asyik melamun sampai di tak tau kalau bukan dia saja yang ada di ruangan itu.
" Ehem....." Abian ber dehem sambil mengamati ana yang sedang menerawang.
Ana berkedip kedip kaget. Dia menoleh ke samping dan menemukan wajah tersenyum Abian.
" Om ngagetin aja "
" Lagi mikirin apa? Ngelamun sampai enggak sadar kalau om Dateng. Pelajaran nya sulit? "

Ana berkedip lagi. Bagi Abian mata ana yang berkedip kedip itu sangat imut dan menggelitik hati nya. Dia jadi ingin menggoda anak SMP itu.
Sebenar nya Abian juga sudah melihat buku apa yang di baca ana. Dia tau kalau di kampung tidak ada mata pelajaran itu. Tapi karena dia sekarang bersekolah di SMP internasional, mata pelajaran itu pasti di ajarkan.
" Ini om, saya tidak mengerti apa yang di maksud dalam buku ini. Kenapa hal-hal memalukan seperti ini ada dalam buku pelajaran wajib di sekolah?!"
Kata ana sambil memberikan buku yang di pegang nya kepada Abian.
Abian mengambil buku itu dan membuka halaman pertama.
" Om bisa mengajari mu tentang pentingnya pelajaran di buku ini. Itu juga kalau kamu mau."

" Mau banget om. Aku sama sekali gak paham."

Abian tersenyum miring.
' sepertinya aku mendapatkan durian runtuh'

" Baiklah, kita pindah ke ruang belajar saja. Di sini masih ada pembantu yang mondar mandir. "

Abian dan ana memasuki ruang belajar Abian. Tampa sepengetahuan ana, Abian mengunci pintu dari dalam. Bisa berabe kalau ada yang lihat apa yang akan dia lakukan.
" Baiklah ana, ayo kita mulai dari bab pertama. Di sini di katakan kalau ciuman adalah bentuk kasih sayang. Tapi tidak boleh berlebihan. Maksud nya ciuman enggak apa, asal jangan berlebihan. "

Abian menatap ana yang masih kebingungan. Dia tersenyum, tau kalau ana masih belum paham.

" Ana belum pernah ciuman? "

" Udah, cium ibu sama ayah. "
Ana menjawab dengan sangat polos. Abian tertawa kecil.

" Maksud ku cium selain ayah ibu ana sayang. Misalnya temen kamu gitu?"

Ana menggeleng pelan.
" Mau coba sama om? Aku ini kan masih keluarga kamu. Jadi enggak apa kalau latihan sama om. Bagaimana? Ana mau?"

" Harus di praktekkan ya om?"
Ana masih ragu ragu. Tapi hati nya tertarik.
" Kalau ana mau tau rasa nya yang real yah harus di praktekkan. Itu juga terserah ana.!"
" Ya udah deh. Ana mau. Tapi pelan- pelan aja ya om. Ana enggak tau cara nya."
" Nanti om ajarin. Kamu sini, duduk di sini."

Abian menepuk paha nya. Menyuruh ana duduk di pangkuan nya. Ana perlahan mendekat ke arah Abian. Abian memegang tangan ana dan menuntun nya untuk duduk menyamping di paha nya. Abian mendekap tubuh wangi ana. Di hirup nya aroma tengkuk ana. Ana bergidik geli.
" Om mulai yah..."
Ana mengangguk, Abian mulai dengan mengelus lengan ana lembut. Bibirnya di tempelkan di leher ana dan mulai menciumi kecil. Tubuh ana mulai tegang. Tangan nya disatukan dan mengepal. Abian tau kalau ana masih tegang, tapi tak di hiraukan nya lagi reaksi ana. Dia sedang menjarah semua aroma ana yang membuat hari hari nya belakangan ini tidak tenang.

Abian mengelus pipi ana lembut. Di cium nya ana dari kening, hidung, dan kedua pipi nya. Di tatap nya ana dengan pandangan memuja. Abian mulai mendekatkan wajah nya lagi sampai hidung nya bersentuhan dengan hidung ana. Nafas mereka menyatu. Sesaat kemudian Abian menempelkan bibirnya di bibir ana. Di jilat nya dengan ringan bibir tipis itu. Lidah Abian menggoda bibir ana untuk terbuka.

Tangan Abian sudah bertengger di pinggul ana. Dia menyusupkan tangan nya ke balik baju tidur ana dan mengusap usap pinggul ana dengan sensual. Nafas ana mulai tersengal sengal. Saat Abian sedikit meremas pinggul ana itulah ana membuka sedikit bibir nya. Kesempatan ini tak di sia siakan abian. Dia menjulurkan lidahnya masuk ku mulut ana. Lidah nya dengan lincahnya menggoda mulut ana. Mengabsen semua gigi di dalam mulut ana. Nafas ana sudah hampir habis. Abian segera melepaskan bibir ranum ana. Dia tak mau ana trauma dan tidak mau di cium lagi besok.
Abian mengelus pipi ana dan membersihkan Saliva di samping bibir ana. Di pandang nya ana yang masih mengatur pernafasan nya.

" Bagaimana ana? Kamu sudah paham bagaimana cara nya mencium?"

Ana mengangguk " sedikit om, tapi itu pasti sulit kan?"

Abian tersenyum senang " ana masih bisa terus belajar dengan om".

Ana memandang Abian.
" Apa tidak apa- apa om? Itu tidak menganggu waktu om?"
Jawaban polos ana tentu sangat membahagiakan bagi Abian.
" Tentu saja tidak masalah sayang. Om tersedia untuk kamu kapan pun kamu butuh om."

Ana tersenyum senang dan mengangguk. Dia merasa sangat beruntung punya om yang sabar seperti Abian.


my tutorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang