CHAPTER 6: LALU, KAU MAU APA?

17 4 6
                                    

POV Aimer

Kakek pemilik toko barang-barang lama di depanku tiba-tiba menanyakan di mana aku mendapat kalung ibu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kakek pemilik toko barang-barang lama di depanku tiba-tiba menanyakan di mana aku mendapat kalung ibu. Aneh. Itu bukan kata-kata yang biasanya dikatakan pada pelanggan, meskipun aku tidak memiliki niat untuk membeli apa pun.

"Kenapa ... Kakek bertanya?"

Kakek menghela napas lalu berbalik untuk mengambil sesuatu di dalam lemari yang ada di belakangnya. Ia mengeluarkan beberapa kertas dengan tulisan 'WANTED' berukuran besar di atas foto orang yang tidak kukenal.

"Simbol yang ada di liontin kalungmu itu adalah simbol komunitas yang melakukan pencurian batu azur besar-besaran enam belas tahun lalu," ucap Kakek sembari menunjuk simbol yang persis sama dengan simbol pada kalung ibu dan alat-alat anehnya, yang tergambar di samping foto orang-orang pada kertas 'WANTED'.

"Mereka adalah buronan yang paling dicari sejak bertahun-tahun, beberapa di antaranya sudah tertangkap. Beberapa lainnya hilang," jelas Kakek setelah menyebarkan kertas-kertas itu di atas meja agar dapat leluasa melihatnya.

Aku berjinjit untuk melihat satu per satu foto yang ada pada kertas itu. Dan aku menemukan wajah orang yang sudah empat tahun ini tak pernah kulihat lagi. Wajah ibu yang tampak jauh lebih muda dari terakhir kali aku melihatnya.

"Ibu ...," gumamku tanpa sengaja saat menyentuh kertas berwajahkan ibu itu.

Kakek tampak tersentak mendengar gumamanku, aku pun sama. Segera kututup mulutku dengan sebelah tangan seraya menatap Kakek was-was.

Aku keceplosan. Habisnya, aku tidak menyangka, sama sekali. Ibu adalah bagian dari komunitas pencuri, lebih seperti kebohongan besar daripada fakta.

Dengan cepat aku berbalik, hendak berlari jauh dari toko ini. Tapi, teguran Kakek menghentikanku. "Nak, jika kau ingin hidup dengan aman, sembunyikan kalung itu. Jangan sampai warga Surface terutama pegawai kedinasan melihat simbol itu. Tak perlu lari, kemarilah. Ada banyak yang perlu kau tahu."

Perlahan aku berbalik masih dengan ekspresi syok menghiasi wajahku.
Kakek berjalan keluar dari meja tinggi yang membatasi kami. Kini ia menarik tanganku pelan, mengajakku duduk di kursi kayu yang ada di sudut kanan toko. Sebelum mempersilakan aku duduk, ia membersihkan debu yang menutupi kursi itu dengan kemoceng. Barulah kami duduk berhadapan.

"Ibumu ada di foto itu, bukan?"

Aku bergeming, bingung harus menjawab apa. Mengakui bahwa ibuku berada di salah satu kertas buronan itu sulit, bahkan ketika aku sendiri tidak memercayai apa yang kulihat.

"Ti-tidak mungkin ibuku pencuri, dia tidak jahat juga sangat lembut." Akhirnya aku menjawab dengan suara gemetar.

"Pencuri bukan berarti penjahat. Ada banyak orang mencuri untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, Nak," ucap Kakek dengan nada yang pelan dan lembut.

A-SOULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang