CHAPTER 17: Tes Tahap Pertama

6 3 0
                                    

POV Aimer

Tanggal tes tahap pertama sudah ditentukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanggal tes tahap pertama sudah ditentukan. Hari ini lah harinya. Aku sudah bersiap dengan pakaian santai yang bisa memudahkanku untuk bergerak. Kaus merah muda polos, celana ketat motif polkadot hitam-putih, serta sepatu sekolahku (aku tidak punya sepatu sneakers atau sepatu olahraga).

Ketika ke luar kamar, apartemen lengang dan sepi. Kak Soula sudah berangkat ke akademi sejak pukul setengah tujuh pagi. Beberapa hari ini, aku tidak bicara dengannya. Di meja makan pun, kami hanya menggerakkan tubuh tanpa mengeluarkan suara. Aku berhasil menghindarinya saat ia berada di rumah, karena sejak lima hari lalu jadwalku dipadati dengan latihan bersama Alef.

***

Lima hari yang lalu ....

"Tes pertama, dari tahun ke tahun nggak pernah berubah, Ai. Tes fisik," jelas Alef lalu menaikkan kacamata ala-ala orang pintar di film-film. Bedanya, kacamata yang ini hanya ilusi, alias sebenarnya nggak ada.

"Mulai dari lari, lompat, angkat beban, dan masih banyak lagi. Untuk lulus tes ini, setidaknya dari berbagai cabang tadi, harus berhasil lulus minimal tiga cabang." Alef berdeham, meraih cangkir di atas meja dan menyeruputnya nikmat. "Untukmu, aku sarankan tiga cabang ini, lari, lompat, dan lari halang rintang," lanjutnya masih menggenggam cangkir di tangan kanan.

"Karena itu, kita akan mulai latihan hari ini!" ujarnya menekan setiap kata yang diucapkannya. Tangan Alef mengangkat tinggi-tinggi cangkir itu hingga teh di dalamnya mengucur keluar.

"Alef, tehnya nyiprat ke aku!" protesku sembari melindungi wajah dengan telapak tangan.

"Eh-oh iya, maaf." Ia menurunkan cangkir itu, akhirnya.

"Bersiaplah, Ai! Kita akan terjun ke kota! Ahahahaha." Suara tawanya-dibuat-buat seperti suara villain di film-film-menggelegar ke seluruh ruangan apartemen. Omong-omong, ruangan yang kami tempati ini adalah kamar Alef.

Bermodalkan kaki, kami berjalan ke tempat yang menurut Alef pantas menjadi tempat latihan. Kata Alef, hitung-hitung latih stamina dan otot kaki. Butuh kurang lebih dua puluh menit untuk sampai ke tempat yang Alef maksud. Tempatnya di pusat perbelanjaan yang beberapa hari lalu kami kunjungi juga. Pusat berbelanjaan tempat tasku dicuri.

Alef menuntunku menaiki tangga menuju rooftop sebuah toko pakaian anak. Teriknya matahari semakin terasa dari atas sini, sepertinya justru itu semakin membakar semangat Alef. Ia berkacak pinggang dan menatap sekeliling.

"Baiklah, lihat aku."

Alef berlari kencang hingga ke ujung atap. Refleks, aku berteriak sembari memejamkan mata tak berani melihat. Sebelah mataku terbuka perlahan, kemudian sosok Alef yang melambaikan tangannya lebar di seberang sana. Ia berdiri di atap toko sebelah toko yang kini kupijaki. Aku menatapnya horror.

"Yang barusan bahaya, Lef!"

"Duh, emang kayak gini latihannya. Sekarang kau ikuti aku seperti tadi."

A-SOULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang