CHAPTER 8: TES SOULA

11 3 1
                                    

POV Aimer

"Kak, kemarin maaf nggak bisa nemenin pendaftaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak, kemarin maaf nggak bisa nemenin pendaftaran. Semua berkasnya lengkap kan?"

"Santai aja, Ai. Lengkap kok, kan Pak Bos yang ngurusin," ujar kakakku seraya mengikat tali sepatu di depan pintu.

"Tapi tenang saja, Kak. Hari ini aku akan ikut, kok."

"Daripada banyak mengoceh begitu, siap-siaplah. Mana sepatumu? Kau gak bawa tas?" Kak Soula berujar dengan mata memicing. Memerhatikan penampilanku untuk mengecek apa kekurangannya.

"Iya-iya. Bentar." Aku melengos pergi mengambil tas selempang di kamar lalu ikut duduk di samping Kak Soula untuk memakai sepatu.

Setelah menutup pintu apartemen, kami keluar dari gedung dan berjalan menuju halte bus. Kak Soula memilih duduk di samping jendela pada baris kedua di sebelah kiri. Sementara aku di sebalahnya. Biaya naik bus dari halte dekat apartemen sampai halte dekat tempat dilaksanakannya ujian cukup mahal, 12z. Itu bisa jadi biaya makan kami selama dua hari. Meskipun cuman mie saja.

"Ujiannya dimulai jam berapa?" tanyaku saat melihat jam yang ada di dalam bus.

"Oh, jam delapan. " Kak Soula berkata tanpa menoleh padaku, matanya menikmati pemandangan di luar yang cerah dan ramai.

"Sungguh? Kalau begitu lima belas menit lagi, dong. Telat tidak, yaaa." Aku jadi sedikit panik. Sementara, Kak So santai-santai saja padahal jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang empat belas menit sekarang.

"Santai saja. Telat pun, giliranku masih lama."

"Tapi kan, ada acara pembukaan."

"Mendengar orang mengoceh dengan alasan pembukaan acara itu super-membosankan. Malah bagus kalau telat."

"Kakak ini bagaimana. Mau jadi polisi kok nggak disiplin." Aku memukul lengan kakakku pelan dengan pipi yang menggembung.

Kak Soula mengulurkan tangannya ke wajahku dan mencubit pipiku kuat. Aku meringis dibuatnya. Setelah ia melepaskan pipiku yang terasa nyeri, aku segera mengusap-usap pipi sambil menatap penuh amarah pada Kak So yang tertawa.

"Tidak usah banyak mengoceh, sebentar lagi kita sampai."

Aku mengernyit, "Darimana Kak So tahu?"

"Tuh," ujarnya sembari menunjuk ke depan dengan menaikkan dagu.

Kepalaku menoleh bersamaan dengan bus berhenti di samping halte yang ramai orang-orang berpakaian rapi.

"Ayo turun," ajak Kak Soula. Ia melewatiku dan turun begitu saja. Kak So memang terbiasa melakukan segalanya selangkah lebih dariku.

Tanganku menggenggam erat tali tasku sembari melompat turun dari bus. Kak So menunggu di bawah halte. Kemudian, kami berjalan beriringan menuju tempat ujiannya dilaksanakan.

A-SOULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang