CHAPTER 22: 34 dan 12

2 1 0
                                    

POV Aimer

Aku duduk di dahan ranting dengan salah satu kaki naik dan kaki lainnya terjulur ke bawah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku duduk di dahan ranting dengan salah satu kaki naik dan kaki lainnya terjulur ke bawah. Menunggu calon buruanku masuk ke dalam perangkap. Suara ranting terinjak membuatku menajamkan indra pendengar dan penglihatan. Langkah kaki yang cepat. Monster berkaki empat!

Kuambil tali yang kuikat di ranting. Saat satu kaki monster itu menginjak perangkapku, tak menunggu barang sedetik, aku menarik tali itu hingga jaring-jaringku terangkat. Seekor monster tergantung di dalam jaring-jaring di sana. Mengikuti apa yang kupelajari dari Ron, aku arahkan pistolku ke arahnya.

Dor!

Peluru energi azur telah ditembakkan. Aku menembakinya sebanyak tiga kali untuk memastikan ia tak terbangun lagi. Monster yang kutangkap adalah rusa yang telah berevolusi. Pada tanduknya tumbuh batu azur dengan sinar biru yang indah. Dan matanya juga telah berubah menjadi batu azur. Daripada mengerikan, monster yang satu ini tampak cantik.

Aku tak ingin membuang banyak waktu untuk menatap monster itu saja. Kakiku melompat dari ranting ke ranting menuju perangkap lain yang kupasang. Mencari monster di hutan yang luas dengan banyak peserta lain berkeliaran itu sulit. Namun, jika aku menggunakan perangkap, terserah itu peserta atau monster yang tertangkap, aku tetap diuntungkan.

Pisau milik Alef tersimpan di tas kecil pada ikat pinggangku, terdapat tinta putih yang bertuliskan angka 34. Pistol yang kugunakan barusan adalah senjata yang kudapatkan dari kompetisi, ia berangka 12. Pistol milikku sedikit lebih besar dibanding pistol milik gadis itu. Aku tak tahu apa nama pistol ini, tapi dia berat meski tembakannya akurat dan cepat.

Ketika melawan gadis itu, aku tak menggunakan pistolku karena aku tak satu kali pun berpikir menggunakan pistolku untuk melukai manusia termasuk peserta kompetisi. Melihatnya menggunakan senjata itu dengan bebas dan berani, tampak seakan ia tak peduli jika terjadi pertumpahan darah di sini, membuatku kaget. Mungkin, terlalu kaget sampai tak dapat bergerak dan menahan napas.

Dua monster terperangkap dalam jaring-jaring yang kupasang di dekar tebing yang terletak di dekat sungai. Tak perlu mendekat ke sana, aku hanya mengarahkan pistolku dan menembak setelah mengisinya dengan energi azur. Kurang dari sedetik, hanya berjarak beberapa sentimenter lagi, peluru itu akan menembus daging monster. Namun, peluru orang lain lebih dulu menghabisi dua monster itu. Aku menoleh cepat dan menggenggam pisau Aled dan pistolku erat. Mataku menatap awas dan terbuka lebar.

"Oh, ini pertemuan ketiga kita, kan?" Gadis itu.

"Terima kasih lho, karena batu azur dan monster yang dengan sukarela kalian berikan."

Dia ... menyeramkan.

"Aku akan lebih berterimakasih kalau jiwamu, melayang ke akhirat." Bersamaan dengan usainya kalimat itu, ia mengarahkan pistolnya padaku. Gadis ini gila!

Aku meraih ranting di atasku dan menarik tubuhku ke atas. Napasku tertahan. Dia seorang pemburu. Pemburu sesungguhnya.

Dor! Dor! Dor!

A-SOULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang