Part 8

22.5K 1K 12
                                    

Keputusan yang semula membimbangkan, akhirnya bisa Anne putuskan. Wanita itu menerima ajakan sang mantan untuk melakukan pertemuan. Bukan karena kerinduan, ia datang karena dikejar rasa penasaran tentang informasi Bram.

Pekerjaan yang Anne kerjakan sampai lamban untuk terselesaikan. Berkali-kali pikiran wanita itu berkelana tentang apa kiranya yang Bram sembunyikan. Namun, saat sadar ia kembali memfokuskan diri ke berkas-berkas di hadapan.

"Huh!" Anne mendesah lelah karena pusing dengan pemikiran rumitnya.

Bram yang duduk tidak jauh dengan Anne sadar akan pergerakan gelisah istrinya. Dengan inisiatif ia meninggalkan komputer dan pergi keluar sebentar. Tidak lama kemudian, disodorkannya sebuah minuman bersama catatan.

Minumlah!

Satu kata itu beriringan dengan kepergian Bram. Anne mendengkus. Bukan kesal hanya saja ia merasa gemas kenapa pikirannya tertarik dengan rahasia Bram. Bisakah ia mengumpat? Sialan, begitu?

Selepas tenggorokannya terbasahi, Anne kembali didatangi Bram. Lelaki itu menyodorkan sebuah ponsel dengan catatan. Ya, selalu begitu karena kekurangannya adalah bisu!

Lima menit lagi, mereka akan datang. Kamu sudah siap?

"Aku selalu siap, Tuan. Kamu tidak lupa, 'kan, kalau di hadapanmu ini Anneke Atmara?"

Kekehan Bram membuat Anne mencebik. Ia tak habis pikir, harusnya Bram kesal mendengar kesombongannya. Namun, lihatlah lelaki itu justru tersenyum lebar dan mengubah wajahnya semakin memesona.

"Ahem!" Anne berdeham tatkala pikirannya mulai melanglang buana.

Pukul sepuluh tepat, dua orang yang katanya penting telah tiba. Penjamuan dilakukan di sebuah hotel bintang lima. Akan tetapi, sebelum semua meeting dimulai sebuah tanya sarkas terdengar di telinga.

"Ehm, maaf, apa benar ini Bapak Bram yang katanya bisu itu?"

Mata Anne memicing melihat lelaki tua di hadapannya. Hatinya bergolak tidak terima. Bukan apa-apa, pertemuan pertama akan berkesan ke pertemuan berikutnya. Lantas, bagaimana bisa lelaki yang katanya memiliki kedudukan tinggi ini menanyakan kekurangan seseorang? Oh, wow. Anne tersenyum sinis mendengarnya.

Anggukan serta senyuman Bram berbanding terbalik dengan ekspresi Anne yang muram. Selepas suasana cair dengan sendirinya, pembahasan pun dimulai.

Rencana kerjasama antarperusahaan ini melingkupi pembangunan hotel serta apartemen. Pembangunan hotel yang sudah setengah jadi tersebut akan diberi beberapa properti kayu dari perusahaan milik Ayah Anne. Penawaran serta pemaparan rencana dihandle oleh Anne semua. Wanita itu fasih berbicara ketika lelaki tua menyebalkan bernama Herlambang itu menginginkan harga murah, tetapi kualitas tinggi.

Bram sampai dibuat tidak berkedip karena lemparan jawaban Anne yang telak. Istrinya memang memesona.

"Sebuah kerjasama akan terjalin jika kedua pihak sama-sama diuntungkan, Pak. Jika salah satu pihak untung dan yang lain rugi, itu bukan kerjasama, tetapi sebuah pembodohan." Anne menutup argumennya panjang lebar dengan senyuman.

Jujur, Anne gerah dengan tatapan Pak Herlambang yng terkesan melecehkan? Meski begitu, ia menguasai diri dengan baik dan menanggalkan segala emosi. Emosi akan membuat kecerdasan menurun, maka dengan rapalan doa Anne mendinginkan kepalanya.

"Baik. Saya menerima kerjasama ini. Untuk Bu Anneke, saya salut pada Anda. Anda wanita tetapi memiliki jiwa kepemimpinan tinggi. Aneh jika wanita sempurna seperti Anda menikah dengan lelaki bisu." Pak Herlambang tertawa dan diikuti sekretarisnya.

Nahas, guyonan itu tidak berlaku bagi Anne. Ia mengangkat senyum di satu sudut bibirnya. Sesegera mungkin dia berdiri dari kursi.

"Hubungan pernikahan bukan masalah tentang sempurna tidaknya suami istri. Menurut saya pernikahan itu menyempurnakan, menyeimbangkan kekurangan yang ada. Jujur, beberapa bagian argumen saya tadi adalah hasil pemikiran Bram. Suami saya itu pintar dan sabar, tetapi tetap saya tidak suka jika ada yang merendahkan dirinya. Rapat selesai dan saya mohon undur diri."

Anne membungkuk lantas berbalik pergi. Ia mengangkat dagu tinggi-tinggi dan mengepalkan kedua telapak tangannya. Kesalnya berada di fase tertinggi sekarang. Tiba di parkiran, langkahnya terhenti ketika langkahnya dihadang.

"Pulang!"

Bram mengangguk tanpa bisa mengeluarkan tanya. Ia hanya bisa memendam segala rasa penasaran. Apa Anne melakukan pembelaan tadi semata-mata karena malu memiliki suami bisu? Dugaan itu Bram telan sendiri dalam diam yang membelenggu.

Di dalam mobil pun keheningan masih bertahan. Anne duduk di jok belakang dan membuang pandang ke jalanan. Ia menoleh karena terganggu merasa diperhatikan. Pandangannya beradu dengan Bram ketika menoleh ke spion.

"Kenapa liat?" Anne bertanya dengan nada sengak.

Bram menggeleng. Seakan ditarik ke kejadian yang berlalu, kekesalan Anne kembali bertambah.

"Harusnya kamu memasang wajah datar ke lelaki tua bangka tadi. Dengar, Bram! Kamu harus punya harga diri biar enggak diejek. Tadi sama sekali bukan lelucon. Cih!"

Mendengar omelan Anne sudut bibir Bram berkedut ingin tampak. Hatinya menghangat karena sepertinya Anne mulai peduli padanya. Dengan begitu semua akan menjadi mudah, begitu pikirnya.

---HISNANAD---

Jantung Anne berdebar ketika melirik jam di dinding. Sedari pukul enam tadi, Seno telah mengirimi dirinya pesan bersama dengan lokasi perjanjian.

Gamang kembali hadir. Nanti sekitar pukul tujuh, pertemuan itu akan dilaksanakan. Anne mendesah lelah dan berbaring ke ranjang. Ia bersyukur karena Bram pergi beberapa menit yang lalu.

Jangan sampai ada yang tahu pertemuan ini!

Pesan terakhir dari Seno hanya Anne baca. Wanita itu membanting ponsel lantas terlonjak kaget karena suara deritan pintu. Bram dengan baju koko terlihat menawan di ambang pintu. Anne gelagapan ketika menyadari beberapa saat matanya terkunci.

Kalau ada Bram, gimana bisa aku pergi? Hati Anne bertanya riuh.

"Kamu enggak mau pergi-pergi lagi?" Anne memulai tanya interogasi dengan hati-hati.

Bram menggeleng.

"Em, maksudku apa kamu enggak ada kerjaan lain jam tujuh nanti?"

Lagi, gelengan Bram membuat Anne kecewa.

Anne memutar otak sembari menatap jarum jam yang berdetak. Tepat saat jam setengah tujuh malam, ide brilian datang tidak terduga.

"Bram!" panggilnya lirih.

Bram menoleh heran.

"Em—bisa belikan aku nasi goreng?" Suara Anne buat menjadi sehalus mungkin.

Bram menaikkan sebelah alis. Asing.

"Aku ingin makan nasi goreng di sini."  Anne menyodorkan ponsel yang menunjukkan google maps.

Jarak yang lumayan jauh membuat Bram semakin curiga. Namun, dengan anggukan ia pun pergi.

Tepat ketika punggung Bram telah hilang di lorong hotel, Anne buru-buru mengganti baju. Tanpa riasan apa pun ia pergi. Tidak lupa Anne mematikan lampu  kamar. Di ranjang, ia letakan guling berselimut sebagai jaga-jaga kedatangan Bram yang lebih cepat darinya.

Dengan langkah cepat, Anne pergi. Jemarinya lincah memesan taksi online terdekat. Anne pun masuk dan pergi dari hotel.

Ia tidak menyadari di belakangnya, Bram bersembunyi. Sesegera mungkin lelaki itu mengikuti taksi yang membawa istrinya. Tidak bisa Bram jelaskan bagaimana perasaannya. Dibohongi adalah salah satu hal yang ia benci. Namun, hal itu dilakukan oleh orang yang dicintai?

----

Petualang Ranjang (18+)  (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang