Part 11

21.6K 1K 13
                                    

Pisau fillet di tangan Seno terlempar begitu saja. Moodnya hilang seketika saat melihat wajah wanita di tangga. Ia membuang wajah dengan perasaan kesal tak terbendung.

Wanita di tangga hanya bisa mencengkeram erat dress-nya. Ia berbalik arah dan kembali ke kamar. Amarah Seno adalah hal yang patut dihindari jika dia tidak ingin mati.

Kelebat bayangan yang berlalu menghampiri kepala. Seno mendesah lirih dan meninggalkan meja tanpa menyentuh makanan apa pun. Hatinya kembali dirundung duka karena tujuannya semakin jauh untuk digapai.

Di kamar, Jenni mengembuskan napas panjang. Hatinya bergemuruh terluka. Akan tetapi, ini adalah jalannya. Ini pulalah keinginnya. Ia memiliki raga orang yang ia cintai, tetapi hatinya tetap milik orang masa lalu.

Seno Adipati Kelana. Nama itu kerap Jenni sebut dalam sisa-sisa kesadarannya ketika wine merenggut semua. Seno Adipati Kelana. Nama itu selalu Jenni sebut dalam hati sebagai ungkapan cinta. Seno Adipati Kelana, lelaki berstatus sebagai suaminya tetapi tetap tak memiliki balasan rasa untuk dirinya.

Jenni menyibak gorden putih. Wajah Seno kembali membayang. Lelaki hangat itu mulai berubah ketika pernikahan sang mantan diumumkan. Sifat hangatnya diterpa dinginnya kutub utara.

Bukan salah Seno jika mengabaikannya. Jenni paham betul. Akan tetapi, kenapa tetap saja rasanya sakit seperti ini? Jenni tahu Seno akan datang nanti malam. Bersikap hangat, membagi kecupan, menyalurkan cinta, dan terlelap bersama. Namun, ketika pagi menyerang sifat lelaki itu kembali ke asal. Dingin tak tersentuh.

Perubahan Seno mengusik hati. Selain diam, Jeni tidak bisa melakukan apa-apa. Dia baru menyadari diperbudak oleh cinta membuatnya menjadi wanita egois bertopeng iblis.

Ia kehilangan apa pun demi Seno. Termasuk ... kehilangan Anne, sahabatnya.

Beberapa tahun yang lalu di party, Jenni menjerat Seno di bawah alam sadar. Mereka memadu dosa tanpa malu. Selepasnya, momen itu terpatri dalam sebentuk foto lantas dikirimkan ke Anne. Dengan begitu, pergesekan dimulai.

Kesal melanda Jenni saat tahu bahwa hubungan sepasang kekasih itu belum berakhir juga. Akhirnya, jalan pintas Jenni tempuh. Ia memakai sang papa yang memiliki kekuasaan untuk menekan Ayah Seno dan melakukan semua keinginannya.

Seperti kerbau dicucuk hidungnya. Pada hari H pernikahan, Jenni melancarkan aksi. Ia pura-pura ingin bunuh diri karena hamil. Seno pun dipaksa membatalkan pernikahan secara sepihak dan menyelamatkan wanita itu.

Jenni kira, semua akan bahagia pada akhirnya. Semua prasangkanya hilang terbang entah ke mana ketika kebohongan demi kebohongan terbuka. Seno menjauh dan mendekat ketika butuh.

Kehamilan palsu, rencana bunuh diri rekaan, semua Jenni lakukan. Ternyata, takdir tidak mudah ia genggam. Hati Seno tetap milik sang mantan.

Tangis Jenni melebur dalam hangatnya sinar mentari. Ia tersiksa. Lebih tersiksa daripada masa lalunya. Bersama, tetapi tidak berbagi rasa. Sesal diam-diam menyelinap masuk bersama dengan rasa mual yang datang. Jenni berlari ke kamar mandi, merasai pening, berakhir jatuh terbaring di dinginnya lantai.

---HISNANAD---

"Ke mana aku yang dulu?" Anne bertanya ketika mematut diri di depan cermin.

Penampilannya telah perfect sekarang. Namun, sesuatu menahannya agar tidak keluar kamar. Tentang Bram. Kenapa bisa lelaki itu datang bertandang dalam mimpi? Tidak puaskah dia mengacaukan hari-hari Anne dengan debaran tak kasatmata dalam hati? Sial—argh! Anne bahkan tak bisa berkata apa-apa selain menggigit bibir.

Ungkapan cinta, aksi heroik, apalagi yang Anne pikirkan? Bram selalu saja dekat dengannya seperti bayangan dengan raga. Lebih parahnya Bram selalu menemani meski dalam kegelapan.

"Hello!" Anne berkata sendiri dan mematut diri.

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi. Anne meringis tetapi ini benar.

"Jangan terpedaya dengan lelaki!" Mantra tersebut Anne rapal berkali-kali.

Selepas membuka pintu, jantung Anne hampir jatuh. See? Melihat Bram dengan pakaian nonformal hitam-hitam membuat sesuatu dalam dirinya bergetar.

Kode dari kepala Bram mengantarkan Anne pada kesadaran penuh. Ia mengangguk gelagapan. Hari ini dia harus bisa mengenyahkan bayang dekapan nyaman Bram, tetapi kenapa rasanya Anne ingin mengulangi kejadian kemarin, ya?

Haish! Baiklah, Anne menekan tekad dan mengubah ekspresi. Hari ini mereka berdua dijadwalkan untuk melihat pembangunan proyek bangunan sebagai cabang produksi di daerah pelosok. Dikarenakan jalanan terjal serta sulit dijangkau mobil, Bram memutuskan memakai motor.

Anne ingin sekali memukul kepala Bram. Dengan batako misalnya. Bagaimana tidak? Ia diharuskan duduk di jok motor trail yang sempit serta berpegangan dengan Bram. Posisi yang mendekati pelukan. Posisi yang Anne benci tetapi ia dambakan. Hah!

Tidak ada pembicaraan apa pun di perjalanan karena medannya benar-benar terjal. Akhirnya, Anne dan Bram beristirahat sebentar di sebuah pasar tradisional.

"Haus. Cari minum." Anne berkata dingin sembari menghalau keram yang mulai menjalar di kaki.

Mata Bram awas melihat kanan kiri. Senyumnya tersungging kala mendapati suasana guyup rukun dan kekeluargaan yang jarang ia temui di kota. Matanya sedikit terusik kala melihat lelaki di depan penjual ketoprak memperhatikan Anne dengan mata melecehkan.

Sebagai lelaki, Bram paham tatapan memuja, mendamba, atau tatapan tak senonoh tersebut. Ia pun mulai memperhatikan penampilan istrinya. Benar saja, kaos hitam lengan panjang yang Anne kenakan berhasil membentuk body wow dari wanita itu. Bram meneguk ludah dan tanpa kata ia mencekal tangan Anne lantas bergegas membawa sang istri ke daerah sepi.

"Apaan, sih?" ketus Anne menepis cekalan.

Tunggu sini!

Pesan Bram masuk di WA Anne. Wanita itu mengangguk menerima. Ia memilih duduk di dekat penjual makanan ringan. Meski tak paham apa yang Bram inginkan, Anne menurut saja. Toh, tenaga serta suasana hatinya tak bisa diajak berdebat kali ini.

Beberapa menit menunggu, Bram datang. Ia berjongkok di depan Anne yang tengah duduk selonjoran.

"Ngapain?" tanya Anne sembari menaikkan sebelah alis.

Tak ada jawaban. Bram langsung melakukan keinginannya untuk menyampirkan sebuah kain di kepala sang istri. Anne terpaku sejenak dan menatap Bram lamat-lamat.

"Kamu mau ngatur-ngatur aku buat pakai jilbab gitu?" tanya Anne dengan nada emosi.

Bram tersenyum kecil. Ia menggeleng lantas mengetikkan pesa. Agak lama Anne menunggu apa yang sekiranya lelaki itu harapkan. Saat pesan diterima di WA, Bram pergi menghilang di kerumunan.

Salah kalau Nyonya mengira bahwa aku ingin Nyonya berjilbab. Aku hanya ingin melindungi Nyonya dari tatapan melecehkan.

Jika aku tidak boleh melindungimu selaiknya suami melindungi istri, maka izinkanlah aku melindungimu selaiknya lelaki yang melindungi wanita tercintanya.

Maaf.

Jantung Anne mulai beraksi dengan debar kurang ajar. Ia menggigit bibir dan amarahnya pudar. Apa benar, ini adalah jatuh yang menyenangkan? Jatuh cinta pada Bram Ragawan?

"Lelaki itu," gumam Anne merasakan rasa campur aduk dalam hati.

Petualang Ranjang (18+)  (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang