Bab 04

88 21 14
                                    

Sudah 2 hari Irish tidak keluar dari apartemennya. Tubuhnya lemas, dan ia enggan bertemu laki-laki asal Korea yang mungkin sekarang tengah sibuk-sibuknya mempersiapkan konser yang akan di gelar lusa.

Junmyeon beberapa kali terdengar mengetuk pintu apartemen milik Irish, namun dirinya memilih untuk pura-pura tidak mendengar.

"Kamu mungkin hanya ilusi. Karena rasanya mustahil banget kita bisa bersama. Jadi daripada sakit hati buat yang ke dua kali, mending aku akhiri sebelum benar-benar di mulai"

Bukan tanpa alasan, setelah dirinya pingsan hari itu, Junmyeon membantunya kembali ke kamar Irish, di bantu oleh para staff di apartemen. Setelah beberapa saat, kalimat yang Junmyeon ucapkan membuat Irish mengurungkan niat untuk membuka mata,

"Kamu wanita baik Irish, tapi kenapa laki-laki itu memperlakukanmu buruk?," ada jeda beberapa saat

"Jangan sampai kamu menaruh perasaan lebih terhadapku. Kita tidak nyata, dan tugasku akan segera berakhir." Suara langkah kaki itu mulai menjauh, bersamaan dengan layu nya bunga yang bahkan belum mekar sempurna di hati Irish.

"Aku nggak ngerti, kenapa bisa dengan gampangnya sayang sama kamu?. Iya, kamu ganteng, kamu baik, kamu terkenal, mudah buat suka sama kamu. Tapi aku dengan bodohnya ngelibatin perasaan" Irish menatap langit-langit kamarnya sendu, matanya berkaca-kaca

"Padahal aku tau, kita nggak punya satu persen pun kemungkinan untuk bersama, haha" tanpa sadar, air matanya mulai meluruh.

Bukan menyembuhkan hati yang sudah patah, Irish justru membuatnya semakin hancur. Rasa sakit yang di torehkan Rean, bercampur rasa sedih yang harus ia rasakan karena lancang menyayangi Junmyeon.

"Andai kita bertemu lagi di keadaan yang berbeda. Andai kamu bukan Junmyeon si artis terkenal, andai kamu laki-laki biasa, aku jelas nggak akan biarin perasaan ini pupus, bahkan sebelum benar-benar tumbuh"

"Kamu orang yang tepat, tapi waktu pertemuan kita salah" setelah itu, mata Irish terpejam. Rasanya lelah, hingga lagi-lagi kantuk menguasai.

。◕‿◕。

"Kakak, kapan sih bangunnya?. Tidur kok lama banget, Arina minggu depan mau nonton konser EXO, nih. Tapi belum ada tiketnya. Bingung tau,"

Samar-samar Irish mendengar suara sang adik, namun matanya enggan terbuka. Tubuhnya pun seperti tidak dapat digerakkan.

"Oh iya. Aku udah punya bukti buat jeblosin si cupu itu ke penjara, tapi nggak ngerti itu buktinya cukup atau kurang" lagi, suaranya semakin jelas.

Sekuat tenaga Irish coba untuk membuka matanya, perasaan tadi dia tidur di apartemen, kok bisa ada Arina?. Perlahan ia dapat membuka mata, meski sedikit sakit dan mengakibatkan kepalanya pusing,

"Rin.."

"Kakak?" Suara lirih wanita yang berusia lebih tua darinya itu membuat Arina menengok cepat. Ah, akhirnya setelah sekian lama dia bermonolog, kakaknya bangun juga.

Irish terlihat ingin duduk, namun segera di cegah oleh sang adik, "Aku panggil dokter dulu, kakak jangan banyak gerak"

Beberapa saat dokter datang bersama sejumlah perawat, memeriksa keadaan Irish sebelum akhirnya keluar sembari membawa kabar gembira untuk Arina. Irish yang tidak paham dengan kejadian yang di alaminya ini hanya diam, hingga adiknya kembali muncul.

"Alhamdulillah, akhirnya kakak bangun. Aku sedih banget waktu di kasih tau kalau kak Irish kecelakaan, apalagi sampai koma" mata Arina yang berkaca-kaca membuat Irish mengerutkan kening.

u n f a i rTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang