8. | Egois

6 5 3
                                    

Apakah aku terlihat egois ketika aku sangat membenci orang yang berusaha mendekati sahabatku sendiri.
Padahal status kami hanyalah sahabat, yang mungkin tak kan pernah bisa lebih daripada itu.

~Farrell Raynar Alvaro~

____________________________________________

"Kylaaa... Ini gue bawain roti,"
"...buat lo..." Ucap Farrell saat masuk ke dalam kelas, namun lidahnya menjadi kelu setelah melihat pemandangan yang ada di depannya.

Spontan Kyla dan Faras menoleh ke arahnya. Perasaan Farrell bercampur aduk sekarang. Jujur, ia marah, tapi apa haknya untuk marah?
Posisinya di sini bukan siapa-siapa, hanya seorang sahabat, tak lebih. Hal yang kini selalu ia tekankan pada dirinya sendiri.

Rasa sesak yang kini ia rasakan disaat melihat mata sahabatnya yang sangat berbinar saat berbicara dengan laki-laki itu.

Jujur, seringkali ia berharap, semoga saja laki-laki yang disukai sahabatnya itu tidak akan pernah merespon. Tapi kenyataannya ia sangat egois.

Ia terlalu posesif sebagai sahabat. Dan ia terlalu tidak sadar diri kalau perasaan seseorang tak bisa dipaksakan.

Ia lalu menguatkan hatinya dan berjalan mendekat ke tempat mereka duduk. Ia memberikan sebungkus roti coklat dan sekotak susu strawberry kesukaan sahabatnya itu.

"Dimakan ya Kyl, gue cabut dulu." Ucapnya lalu keluar dari kelas.

"Makasih Rell." Ujar Kyla sedikit berteriak. Namun tak sedikitpun dihiraukan dari Farrell, ia terus saja berjalan.

"Seru ya punya sahabat." Celetuk Faras pelan. Kyla menoleh ke arahnya. Ia mengerutkan keningnya heran.

"Aku iri loh, karena sekalipun aku gak pernah punya sahabat." Tuturnya. Ia terlihat sangat jujur dan terlihat sekelebat kesedihan di wajahnya.

"Bisa dibilang aku tuh orang yang introvert, gak suka bergaul sama orang-orang di sekitar, sukanya sendirian," Tuturnya lagi.
"...tapi kadang aku mikir, aku gak bakalan bisa hidup kalo cuman sendirian."

"..." Kyla hanya menanggapinya dengan diam.

"Kadang, aku cuman dibuat puas sama prestasi yang aku raih, terlalu fokus belajar, hingga lupa gimana caranya membaur dengan orang-orang yang ada disekitar."

Sebentar Kyla tek bergeming, lalu beberapa saat kemudia ia membuka suara.

"Iya Ras, alangkah indahnya jika kita bisa melewati hari-hari dengan orang-orang yang kita sayang."

"Iya, aku pikir juga begitu. Tapi nyatanya sampai sekarang aku gak bisa. Aku terlalu khawatir untuk memiliki seorang teman, apalagi sahabat, kayak kamu sama sahabat kamu tadi."

"Aku sama Farrell udah sahabatan sejak kecil, bahkan saat masih di dalam kandungan pun Bunda sama Mama tuh juga udah deket banget." Jelas Kyla memulai cerita.

Faras mulai tertarik mendengar cerita gadis di hadapannya ini.

"Bunda sama Mamanya Farrell udah sahabatan sejak mereka SMA, dan dari sejak mereka masih sekolah udah rencanain kalo kelak udah punya keluarga bakalan bangun rumah berdekatan gitu. Makanya kami jadi tetanggaan dan bahkan jadi sahabat sampe sekarang,"

"...dan bagi aku, Farrell udah kayak kakakku sendiri. Berhubung kami sama-sama anak tunggal, jadi aku bisa bilang dia kakak, dan dia bisa bilang aku adeknya." Jelas Kyla lagi sambil sedikit terkekeh.

"Hmm, jangan-jangan ntar kamu bakal dijodohin sama dia."

Mata Kyla melotot tak terima. "Idihh, gak banget sih." Tukasnya geram. Apa-apaan Faras, bisa-bisanya ia bilang begitu.

SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang