.
.
.
Happy reading :)
~~~
Sibuk seringkali menjadi tempat persinggahan resah paling nyaman. Seolah sedang membawa lari rangkaian luka untuk dipaksa sembuh. Meskipun begitu, tak lantas menjadikan luka sembuh dan pergi seketika. Ia tak mudah pergi begitu saja. Ia masih saja mengiringi langkah.
Tak apa, proses sembuh dari luka yang diberi obat pun juga terasa sakit dan perih. Cukup akui bahwa diri sedang terluka agar kita bisa tahu obatnya.
"Ra, udah sampai mana proposalnya?" tanya seorang anak laki-laki dengan pandangan tajam dan meyakinkan. Namanya Zaki. Ia adalah ketua OSIS di sekolahku.
Ruangan OSIS saat ini dipenuhi para manusia dengan wajah kucel. Ditambah topik pembahasan yang membuat ruangan serasa penuh kepulan asap.
Dua bulan lagi, atau tepat sebulan sebelum ujian akhir semester, kami akan mengadakan event besar, yaitu bazar. Sebuah event tahunan yang selalu membuat para pemilik jas almamater menjadi manusia sok sibuk dengan rangkaian rapat dan mondar-mandir dari ruang guru ke ruang kepala sekolah. Naasnya, salah satu manusia tersebut adalah aku.
"Alhamdulillah, proposalnya udah selesai. Besok temenin ya Zak, aku mau nyamperin guru-guru pembina, bendahara, sekretaris sama wakil kepala sekolah untuk meminta tanda tangan juga saran terkait event kita." Jelasku.
"Siap siap." Zaki manggut-manggut.
"Kalo semua guru tadi udah ngasih tanda tangan, baru nanti ketua, bendahara, sekretaris sama ketua pelaksana bazar bareng-bareng menghadap ke kepala sekolah." Tambahku.
Disela-sela waktu belajar dan mengurus rumah, aku punya amanah yang menurutku sangat besar.
Seusai bel pulang sekolah berbunyi, aku selalu meluangkan waktuku untuk menggarap proposal bazar ini. Karena jika sudah di rumah, tak akan sempat lagi.
Kata seseorang, amanah tak pernah salah pundak. Itu yang aku yakini selama ini. Setidaknya, ini event terakhir sebelum re-organisasi. Jadi, aku harus semaksimal mungkin.
"Emang keren temen gue satu ini." Sahut Rani.
"Husst." Aku melekatkan jari telunjuk ke bibirku.
Selama aku menjabat sebagai sekretaris OSIS, selain saat membuat progam kerja, mengurus proposal event bazar ini juga yang paling menguras tenaga. Sebenarnya ada event-event lain seperti dies natalis, event hari guru, event agustusan, dan yang lainnya.
Namun, itu hanya event internal yang termasuk event kecil. Berbeda dengan event bazar. Bahkan, kalau di sekolahku, tolak ukur kekompakan suatu angkatan diukur dari seberapa suksesnya event bazarnya.
"Ada yang mau dibahas lagi? Kalau gak ada, rapat saya tutup. Semoga event kita bakal berjalan dengan lancar dan gak ada kendala berarti. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Zaki menutup rapat. Seisi ruangan berpencar sesuai tujuan masing-masing.
"Ra, makan yuk." Rani menarik bahuku dari belakang.
"Aduh, gue udah makan tadi sebelum rapat." Jawabku.
"Yaudah temenin gue makan doang, deh." Rani merajuk.
"Gabisa Ran, lu tau sendiri kan gimana gue di rumah." Jelasku.
"Emang istri idaman dah lu tuh." Rani menggodaku dan mengacak-acak jilbabku.
"Apaan, lulus SMA aja belum. Lu kayaknya kebelet nikah, deh?" Aku balik mengacak-acak rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Bintang Kehilangan Cahayanya
Teen Fiction[END] Aku, seorang anak sulung perempuan. Pelindung bagi kedua adik laki-lakiku. Penopang porak-porandanya hubungan orang yang paling aku sayangi, orang tuaku. Seisi dunia tak boleh melihatku lemah. Bahuku harus mampu menopang segala beban. Mesk...