"Hufftt... Capek banget." Keluh Kia sambil melemparkan tas ke kasur.
Moodnya sedikit rusak setelah mendengar omelan papanya. Harusnya pemandangan orang tuanya yang sudah pulang bisa mengurangi rasa lelahnya. Namun, papa, ya, tetap papa. Dengan sikap posesif dan overprotectifnya pada Kia. Biasanya ada mama yang membantunya, tapi Kia baru tahu kalau mama tak ikut pulang bersama papa. Padahal Kia sudah sangat antusias menceritakan pertemuannya dengan Aksa.
"Ki, ada paket buat kamu." Seru Bang Dewa dari pintu kamar.
"Bang Dewa masuk kamar Kia nggak salam dulu, sih."
"Kakinya Abang nggak lewat dari pintu, loh. Lagian kamu lupa nutup pintu juga. Nih, paketnya. Sama-sama." Bang Dewa meletakkan paket itu di meja.
Kia melongo melihat perlakuan Bang Dewa. Bukan jutek, dingin, dan irit ngomong seperti biasa. Benarkah Bang Dewa sudah kembali cerewet dengan sikap menyebalkannya ke Kia? Entahlah, tapi Kia tersenyum memikirkannya.
Kia bergegas mandi dan ganti pakaian. Ia juga baru ingat kalau belum salat Maghrib. Mungkin alasan ini yang menjadi akar kemarahan papanya.
Selepas salat, Kia mengecek handphonenya. Bisa dipastikan, akan banyak notifikasi setelah ia menyalakan wifi.
Kia meninggalkan hpnya sejenak untuk membiarkan semua notifikasi masuk sembari mengecek paket. Hanya tertera kata 'anonim' di sana. Tanpa alamat atau identitas pengirim lainnya.
Ia membuka kertas pembungkusnya. Masih ada bubble wrap berwarna pink yang menyelimuti barang itu. Di dalamnya terlihat ada kotak polos berwarna coklat. Kia sedikit mengocoknya, tapi ia tak bisa menebak isi dari kotak itu. Setelah dibuka, ternyata masih ada totebag di dalamnya dengan motif galaksi kesukaan Kia. Cukup unik, batinnya. Kia agak menggerutu setelah mendapati kotak lagi di dalam totebag itu. Kali ini kotaknya bermotif abstrak tanpa makna. And finallyy.. Tak sia-sia usahanya membuka paket. Ternyata memang barang segemas ini harus dibungkus dengan sesuatu yang menggemaskan juga. Ada dua kaktus hias berukuran mini dan Patrick yang menyertainya. Kia bingung dengan maksud si pengirim. Mengapa harus ada kaktus dan Patrick?
"Wih, ada kartu ucapannya juga ternyata. Tulisannya rapi banget lagi."
Hai, Ki. Well, gue coba memutar otak buat cari hadiah terbaik buat lo. Dan, ya, gue berharap ini bakal jadi gift yang memorable buat lo. Kaktusnya dirawat, ya. Patrick nya juga boleh, kok, buat temen curhat kalau gue lagi sibuk. Hehe. Good night, Ki. Mimpi indah, ya.
"Kenapa Mas Aksa jadi bucin banget sekarang. Makasih, Mas." Kia tersenyum lebar setelah membaca surat itu. Firasatnya sangat kuat mengatakan bahwa Aksa lah pengirimnya. Kia bisa pastikan itu benar.
Langit dengan gemintang yang ramai cukup menghangatkan Kia dari udara dingin malam ini. Kia memainkan Patrick sambil mengingat pertemuan pertamanya dengan Aksa.
Seseorang yang saat itu berhasil memikat hati Kia dalam sekejap. Dulu Kia punya kesedihan mendalam setelah calon suaminya menghilang. Keputusannya untuk menikah muda memang telah mendapat persetujuan dari semua kerabat, tetapi rupanya Allah sedang menyiapkan rencana terbaiknya. Dia bertemu Aksa, mengobrol dengannya, dan hal itu berhasil mengurangi sedikit kesedihan Kia. Namun, lagi-lagi Kia berpikir bahwa Aksa bukan pasangan yang disiapkan Allah.
Setelah Aksa menghilang, Kia memilih untuk memfokuskan diri pada studinya. Ternyata kala itu Bang Arta menyiapkan sosok Candra untuk Kia. Dengan alasan klise karena kedua keluarga adalah teman dekat, Bang Arta begitu yakin dengan Candra. Kia juga tak bisa apa-apa kini. Ia sungkan untuk menolak perjodohan yang belum resmi itu. Meskipun Bang Dewa menjadi anggota keluarga yang sangat menentang perjodohan ini, Kia tetap berusaha menghargai Candra. Dia kini berusaha menjaga hati agar tidak terlalu mengagumi laki-laki lain. Akan tetapi, kehadiran Aksa seakan membuat Kia semakin bimbang dengan perjodohan ini. Apalagi dulu Aksa pernah mengungkapkan tekadnya untuk mengajak Kia ke jenjang yang lebih serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Cendekia
General Fiction"Kamu, tuh, kaya pangeran dari negeri antah-berantah. Aku nggak tahu kamu siapa, tapi tiba-tiba kamu hadir saat aku terluka. Tuhan itu emang baik, ya." -Cendekia- . . . "Jodoh itu emang nggak perlu dicari. Udah jauh-jauh keliling dunia, eh ujung-uju...