#5 AC

13 2 0
                                    

Aksa memutar-mutar kunci mobil sambil berjalan memasuki rumah. Perasaan hatinya yang tengah berbunga-bunga sangat kentara lewat gerak-geriknya. Bibirnya tak henti mengulum senyum saat ini.

"Sejak kapan, ya, mama sama papa ngasuh orang nggak waras?" ucap Saka menyambut kedatangan Aksa. Jarinya diletakkan di dagu seolah sedang berpikir.

"Maksudnya?"

"Iya, makhluk satu ini yang lagi ngobrol sama gue. Ngapain lo senyum-senyum sendiri? Terus, tuh, mobil siapa yang lo bawa? Udah alih profesi jadi maling ceritanya?" cecar Saka.

"Sembarangan lo nuduh gue maling. Itu mobil gue, lah, yang sempet dipinjem Danar. Tadi dia balikin ke cafe. Oh, ya, gue juga mau cerita, nih, Ka." Aksa tiba-tiba sudah duduk di samping Saka. Sudah jelas, dia kena omel Saka lagi.

"Ngapain, sih, pake ngagetin segala pula!"

"Iye, sorry dah." Tangan Aksa mengeluarkan sesuatu dari dompetnya. Gantungan kunci burung merpati. Tanda persahabatannya dengan Kia, meskipun Aksa pernah mengharap lebih dari itu.

Saka terhenyak sejenak menatap gantungan kunci itu. Ia teringat bagaimana Aksa menceritakan dengan antusias pertemuannya dengan seorang gadis di Kanada kala itu. Matanya yang berbinar, bibirnya yang mungil, hijabnya yang anggun, serta tutur katanya yang sangat menarik. Aksa mengatakan bahwa gadis itu telah menghipnotisnya dalam waktu beberapa detik saja. Tanpa Aksa pernah tahu, ada cerita yang belum pernah terungkap antara Saka dan Kia.

"Cendekia, bidadari yang pernah gue ceritain. Gue ketemu dia tadi di Pitagoras. Lo masih inget dia, kan, Ka?" Sayangnya, Saka hanya terdiam. Otaknya memutar memori indah yang selama ini terangkum.

"Woi, Ka!" seru Aksa mencoba menyadarkan lamunan Saka. "AJISAKA KRISNA MAHENDRA! Denger gue nggak, sih?!" teriak Aksa di dekat telinga Saka.

"Astaghfirullahal'adzim! Aksa, sakit kuping gue, nih! Nggak sopan lo!"

"Ya lo juga nggak mau dengerin gue. Gue lagi cerita, nih," gerutu Aksa kesal.

"Iya, iya, gue denger, kok. Kia, kan, cewek ajaib yang lo temuin di Kanada?"

"Iya. Dia ada di Indonesia, Ka. Gue udah punya kontaknya lagi, dong. Dan insyaallah minggu depan gue mau ketemu orang tuanya." Aksa berkata dengan nada menggebu-gebu seakan dirinya sudah sangat siap bertemu dengan orang tua Kia.

"Mau ngapain? Ngelamar?"

"Ya... Setidaknya Kia bakalan gue iket dulu biar nggak diambil cowok lain. Tenang aja, gue udah bener-bener move on, kok, dari Sabina. Dia udah gue buang jauh ke Samudra Pasifik."

"Terserah lo juga, sih, yang penting lo bisa serius aja kali ini. Jangan sampai bikin anak orang sakit hati lagi."

"Aye, aye, Captain!" Saka hanya bisa terkekeh melihat tingkah saudara kembarnya. Meskipun begitu, hatinya penuh dengan keraguan. Kebenaran yang selama ini hanya diketahui olehnya terus terbayang di kepalanya saat ini. Akankah Aksa bisa menerima semua hal yang berhubungan dengan Kia? Saka betul-betul tak siap akan hal itu.

***
Kamar di pojok itu, kamar yang sudah lama tak Kia kunjungi. Dulu Kia sering sekali bermain di sana. Menatap langit malam yang indah dari balkon bersama kakak tersayangnya. Ketika Bang Arta jarang pulang karena pendidikannya, Bang Dewa-lah yang selalu menemani Kia. Meskipun pribadinya memang cenderung cuek, tetapi Bang Dewa bisa lebih cerewet dan humoris bersama Kia.

"Assalamu'alaikum. Abang. Bang Dewa, Kia masuk, ya," seru Kia membuka pintu kamar yang tidak dikunci.

Aroma coklat yang sangat kuat langsung menyeruak, menusuk hidung Kia. Padahal Kia tak pernah suka dengan aroma coklat, tapi lain halnya ketika aroma itu ada pada Bang Dewa. Kia mengedarkan pandangan ke segala penjuru kamar, mendapati kamar itu yang seperti kapal pecah.

Masih sama, kamu memang butuh istri, Bang, gumam Kia.

Kia berkeliling sejenak. Merapikan beberapa pakaian yang berserakan di lantai. Ia juga membuang beberapa bungkus makanan di kasur.

"Salam dulu kalau mau masuk!" Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Bang Dewa dengan rambut basahnya. Hal itu sontak mengagetkan Kia.

"Kia udah salam tahu, Bang Dewa aja yang nggak denger," timpal Kia memberi alasan.

"Ngapain?" tanya Bang Dewa sembari menggelar sajadah.

"Mau ngomong bentar."

"Abang salat dulu. Kamu udah salat?"

"Uh... uhmm... Belum, Bang."

"Kenapa belum? Azan udah dari tadi, loh. Ayo, salat bareng! Harusnya kamu udah khatam masalah kaya gini." Bang Dewa bicara dengan nada dinginnya, membuat Kia sedikit merasa kurang nyaman. Namun, melihat tatapan tajam Bang Dewa, Kia bergegas mengambil wudhu. Ia sempat meminta ijin Bang Dewa untuk menunggunya mengambil mukena di kamar.

Hati Kia tak pernah berhenti tersentuh mendengar bacaan salat Bang Dewa. Tak bisa dipungkiri, Bang Dewa memang orang paling religius di keluarganya. Dirinya tak pernah lupa meninggalkan salat ataupun membaca Al-Quran. Bang Dewa juga selalu mengingatkan Kia pada sedekah. Hal-hal inilah yang membuat kepercayaan Kia masih utuh pada Bang Dewa sampai detik ini. Kia adalah satu-satunya orang yang langsung menampik kabar tak baik yang dituduhkan pada Bang Dewa kala itu.

"Kenapa, Dek?" tanya Bang Dewa setelah salat.

"Kia besok ada pameran. Bang Arta nggak bisa nganter. Bang Dewa mau nggak nganterin Kia?" tanya Kia takut-takut sambil memilin ujung mukenanya.

"Abang sibuk. Noh, banyak kerjaan." Dagunya menunjuk dokumen-dokumen di meja kerjanya.

"Abang tega kalau Kia pergi sama Mas Candra? Katanya nggak suka? Kalau Abang nggak suka, anterin Kia, dong. Ya, ya, ya?" Mata Kia mengerjap-ngerjap merayu Bang Dewa.

"Cuma nganterin, kan?"

"Kalau mau nunggu sampe selesai juga boleh, sih. Hehe."

"Ya udah Abang anter. On time ya."

"Makasih Bang Dewa tersayang," pekik Kia sembari memeluk Bang Dewa erat. Selepas itu, Kia pergi begitu saja meninggalkan Bang Dewa yang masih mematung.

Hangat. Itulah yang dirasakan Bang Dewa. Sudah lama ia tak dipeluk Kia. Dulu, Kia yang selalu mengantarnya dan menyambutnya dengan pelukan erat. Seperti seorang adik yang sangat menyayangi kakaknya. Sampai ketika keadaan merubah semuanya. Hanya sikap dinginnya yang bisa dia tunjukkan kini. Entah sampai kapan jati diri sesungguhnya akan ia munculkan kembali.

***
Adakah yang mulai jatuh cinta sama sosok Bang Dewa? Stay tune😁

Keep smile and keep spirit!

Salam sayang,
Andaru

Aksara CendekiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang