Arumi pulang lebih awal. Ia absen karena tak ingin mendengar perkataan orang-orang. Perbuatan Aldo padanya hari ini sudah lebih dari cukup untuk membunuh jiwanya.
Arumi termenung seraya berjalan dengan lemah. Tak ada siapa pun di rumahnya. Ia pun menuju kamar dan berdiri di depan cermin, menatap nanar luka yang masih belum dibersihkan.
Air mata mengalir, mengingat dirinya terus diperlakukan semena-mena oleh Aldo sungguh menyakiti perasaan dan fisik. Berbeda saat sedang menjadi kekasih Gio. Apa pun yang Arumi katakan, Gio selalu melakukannya, meskipun lebih sering dipaksa, karena Gio seringkali tak mau melakukannya.
Dan sekarang, semua sangat berbanding terbalik. Arumi tak tahan lagi. Terutama setelah mendengar perkataan menusuk Gio akibat mematuhi Aldo. Tangannya mengepal sempurna dengan sorot penuh kebencian.
"Persetan dengan hidup ini!" Arumi berteriak seraya membanting semua benda di meja rias, lalu terduduk lemah seraya menangis terisak-isak.
***
Mata pelajaran berakhir dan bel sekolah pun berbunyi. Melihat cuaca yang berangin dengan awan mendung di langit Gio terus teringat pada Lavina. Apalagi, perempuan bersurai silver itu sudah tidak masuk sejak jam pelajaran ketiga dimulai.
Bangku Lavina yang kosong membuat Gio cemas, karena ia pun mendapat kabar jika Lavina absen karena sakit dan pulang lebih awal. Tasnya bahkan masih berada di kelas. Salah seorang guru juga berpesan kepada Gio agar membawakan tas Lavina yang semua orang kira bertetangga dengannya.
Gio beberapa kali berusaha menghubungi Lavina. Akan tetapi, Putri dari Kerajaan Fýsi itu tak menjawabnya sekalipun. Lantas, kini Gio pun bergegas beranjak dari tempat duduk, ingin segera sampai di huniannya dan memastikan keadaan Lavina, diikuti teman-temannya di belakang.
Mereka tampak keheranan dengan sikap Gio yang tampak terburu-buru. Lay kemudian berjalan sedikit lebih cepa menyamakan langkah agar berada di samping Gio.
"Kau mencemaskan Lavina?" tanya Albert begitu dingin. Ketiga temannya itu menghentikan langkah dan berbalik menatap ke arahnya.
Albert maju satu langkah ke depan Gio yang terdiam menatap lamat-lamat dirinya. Albert bahkan tersenyum miris. Tampak mengerti tentang suatu hal, membuat Billy dan Lay saling melempar tatapan dengan alis yang naik-turun.
"Aku rasa, Lavina tidak masuk itu bukan karena sakit biasa," ujar Albert. Alis Gio lantas bertaut keheranan.
"Apa maksudmu?!" tanya Gio. Nada bicaranya mulai tidak bersahabat.
Lay lalu menyelip kedalam celah yang berada di antara Gio dan Albert. Ia menghadap Gio seraya menepuk-nepuk pelan bahunya. Akan tetapi, Gio malah termundur dan menghindar dengan gerakan yang cukup kasar.
Lay lalu menghela napas saat Gio malah melayangkan tatapan mematikan ke arahnya. "Baiklah, dengarkan kami—"
"Yang dimaksud Albert itu adalah Lavina absen karena sakit hati mengetahui kebenaran tentang Mr. Mark yang bukan duobus-nya!" pungkas Billy.
Lay mendesis dan memukul kepala lelaki berambut pirang itu dengan cukup keras. Sedangkan Gio tampak begitu terkejut sampai membelalakan mata. Kemudian sesaat berikutnya terpejam, tampak menahan amarah.
"Benar. Saat jam istirahat pertama tadi Lavina membicarakan hal aneh. Kami tidak mengerti apa yang dimaksudkannya, tetapi pada intinya dia membahas tato Mr. Mark dan kami menyuruhnya untuk menanyakan kebenarannya langsung kepada Mr. Mark." Lay berujar dengan begitu keheranan, dengan jari telunjuk dan ibu jari yang berada di dagu.
'Bodoh! Mengapa dia mengungkapkan rahasianya sendiri?!' Gio tampak semakin cemas. Ia bahkan mulai menggigit bibir.
"Terlepas dari pembahasan aneh Lavina. Kau ... harus menghiburnya ... Gio," ucap Albert seraya menatap lurus dengan sorot teduhnya, kemudian ia berlalu pergi terlebih dahulu mengejutkan semua orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCESS LAVINA & THE FIRST HUMAN (COMPLETED)
Ngẫu nhiênBermaksud melenyapkan diri Gio malah harus berakhir diikuti seorang perempuan yang mengaku berasal dari dunia lain yang tidak masuk di akal. Terjebak satu atap bersama seorang putri raja yang beralibi sedang mencari takdirnya. Melewati hari-hari tak...