29. Hadiah Terbaik

73 15 1
                                    

Berbagai macam fosil dan peninggalan terdahulu terpampang nyata di museum. Semua benda bersejarah yang ditemukan di Kota Kairos diabadikan dengan apik dan aman. Hampir semua barang peninggalan di sana dilindungi kaca anti peluru.

Banyak orang yang mengunjungi Kairos Museum setiap harinya. Menghabiskan waktu dengan mengamati dan mempelajari benda-benda bersejarah di sana. Meskipun tanpa bisa menyentuhnya sama sekali.

Lima puluh senti meter dari benda yang diletakan terdapat sensor otomatis. Yang di mana bila ada seseorang hendak menyentuh, apalagi mengambil barang di sana, alarm akan langsung berbunyi nyaring. Penjagaannya super ketat, setiap sudut ruangan dipakaikan CCTV dan polisi penjaga pun rutin berkeliling.

Melihat benda yang ditakdirkan untuknya ada di depan mata, tetapi tak bisa Lavina raih sama sekali. Lavina bergeming, menatap kotak senjata yang dipeluk oleh mumi sang raja.

Seorang polisi memperhatikan Lavina. Perempuan bersurai panjang bergelombang itu sudah berdiri setengah jam lamanya di sana. Ia pun menjadi curiga, kemudian menghampiri Lavina dan menatap lamat-lamat seragam sekolah yang rasanya tak asing lagi.

"Ah, kau siswi UIHS?" tanya polisi penjaga bertubuh gagah itu. Lavina menoleh ke arahnya.

"Mengapa kau berkeliaran di jam seperti ini? Bukankah harusnya kau masih belajar? Dan ... apa yang ingin kau lakukan? Sedari tadi kuperhatikan, kau terus mengamati mumi raja itu. Kau ingin mencuri sesuatu darinya?"

"Tidak. Aku hanya ingin mengambil apa yang menjadi hakku." Jawaban Lavina membuat polisi penjaga itu tertawa, kemudian menatapnya dengan tajam.

"Kau tidak waras? Hakmu?!" tanya pria dengan mimik menyebalkan itu. Kemudian, ia mencengkram tangan Lavina dan menariknya sampai keluar. "Pergi dari sini!"

"Tetapi—"

"Kau ingin aku pergi dan mengeluh ke sekolahmu?" tanyanya langsung membuat Lavina bungkam. "Sana, kembali ke sekolah dan belajar yang benar!"

Lavina mendecak kesal. Kedua bahunya menurun tak bersemangat. Kemudian, ia pun berbalik dan pergi melangkah dengan perlahan.

'Tidak. Saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk melakukannya. Aku akan melakukannya setelah semua orang pergi dari sini!'

***

Berjam-jam Lavina berdiri di balik tugu museum. Ia menunggu bangunan putih bergaya Eropa klasik itu kosong. Tak mengingat jika seseorang kini tengah mencarinya dengan begitu khawatir. Lavina bahkan tidak membawa ponsel.

Martin sudah mencari ke mana pun, ke tempat yang sering Lavina kunjungi. Akan tetapi, ia tetap tak menemukannya. Ia pun belum memberitahu Gio, dikarenakan ia kira Lavina akan segera pulang. Namun, karena tak tahu harus mencari ke mana lagi dan waktu siang telah berganti malam Martin pun menghubungi Gio.

Putra semata wayang Adelia dan Martin itu masih sedang mencari peneror Billy. Beberapa waktu yang lalu mereka memvideo-call lelaki berambut pirang tersebut. Untuk menanyakan apa peneror itu menelpon Billy lagi atau tidak.

Akan tetapi, ada hal yang membuat mereka terkejut juga khawatir. Bukan tentang peneror yang kembali menelpon dan meminta uang, tetapi wajah Billy yang penuh lebam. Lelaki dengan perangai manis itu dipukuli ayahnya, kebiasaan buruk ayah Billy saat marah dan ketiga kawan Billy itu mengetahui tentang hal tersebut. Mereka bahkan sudah menduga jika hal seperti itu mungkin akan terjadi, karenanya mereka ingin memastikan apa keadaan Billy masih baik-baik saja atau tidak.

Pun, mereka cukup beruntung. Si Peneror ternyata mengajak Billy untuk bertemu. Akan tetapi, karena Billy dilarang keluar rumah. Ketiga kawannyalah yang mendatangi peneror tersebut. Berada di kawasan yang cukup jauh dari pusat kota, tepatnya di daerah yang cukup kumuh dan terisolir.

PRINCESS LAVINA & THE FIRST HUMAN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang