26. Kelinci Percobaan

76 17 3
                                    


'Aku dan duobus-ku sudah terkoneksi? Benarkah?'

Setelah hampir satu pekan terbaring tak sadar. Lavina akhirnya kembali membuka mata. Ia tak terlalu memperhatikan keadaannya. Ia terus memikirkan kata-kata Esca.

Bibirnya masih terlihat pucat. Wajahnya pun tak terlihat begitu sehat dan cerah seperti biasanya. Ada raut sendu juga kebingungan terpatri cukup kentara.

Satu minggu yang lalu, meskipun mulanya sempat menolak, Gio tetap berhasil membawa pulang Lavina. Perempuan cengeng itu jatuh sakit setelah tertimpa air hujan yang diakibatkan dirinya sendiri.

Suatu hal yang paling Esca cemaskan saat Lavina menangis, karena dulu saat di Fýsi, Lavina pernah mengalami hal yang sama dan untuk kembali sembuh pun tidak cukup dengan waktu yang sedikit. Tergantung kadar kesedihan yang dirasakan.

Lavina terduduk dan menoleh ke sekitar. Ponselnya terus bergetar. Panggilan dari Mr. Mark.

Tak memiliki mood yang cukup bagus Lavina meraih ponsel di meja, sebelum kemudian melirik seuntai selang di tangannya. Ia lantas mengabaikan ponsel dan menatap penuh tanya benda berongga yang tersambung ke botol infusan yang menggantung di atas tiang.

"Benda apa ini?" Lavina mengangkat tangan yang terinfus dan memperhatikannya lamat-lamat.

"Salam Putri Lavina, Anda sudah sadar?" ujar seorang pria yang membawa beberapa tangkai lotus di dalam vas.

Lavina lantas dibuat tercengang. Ia menatap pria berusia lima puluh tiga tahun yang kini berdiri di ambang pintu dengan terheran-heran. Tampilannya begitu rapi dan bersih, dengan senyuman yang begitu hangat.

Pria tersebut lalu masuk ke dalam kamar, membuat Lavina langsung sigap, bahkan mengangkat tiang infusan dan menodongkannya pada pria tadi. Namun, pria itu malah tertawa ringan, tak merasa terganggu sedikit pun.

"Siapa kau?! Di mana Gio?! Lalu, b-bagaimana bisa kau tahu, bahwa aku seorang putri?" Tatapan Lavina begitu mengintimidasi.

"Maafkan aku." Pria berkemeja hitam itu menunduk sesaat, membuat Lavina tersentak kaget, karena seseorang di hadapannya itu tampak sangat menghormatinya.

"Izinkan aku memperkenalkan diriku. Aku adalah Martin Andrea Bastian, ayah Gio yang berhasil kau sembuhkan." Martin memperkenalkan dirinya dengan penuh wibawa.

Tiang dari tangan Lavina terlepas seketika. Menarik jarum infusan di tangan, yang lantas membuatnya memekik sakit. Lalu, dengan segera Martin langsung membantunya.

"Putri, apa kau baik-baik saja?" tanya Martin dengan cemas. Lavina dibuat termundur satu langkah menjauhinya.

Lavina bergeming selama beberapa saat. Ia menatap lekat mata Martin, lalu setelahnya ia pun teringat dengan tatapan yang sama saat di rumah sakit jiwa. Ia menyadari jika mereka adalah orang yang sama. Namun, Lavina masih merasa dibuat bingung.

"Demi semesta, kau benar. Kau ... adalah ayah Gio!" Lavina berujar seraya menutup mulut yang terperangah. "Akan tetapi, bagaimana bisa kau sembuh, sementara akar lotus emas belum pernah kusentuh sama sekali? Itu masih berada di dalam danau!"

"Gio mengikuti arahanmu. Dia mencari dan memberikan obat tersebut kepadaku," jawab Martin dengan begitu tenang. Lavina tertegun seketika.

'Gio ... dia bisa melihat akar lotus emas dan berenang ke dasar danau yang sangat dalam juga ... gelap?!' Lavina sungguh dibuat bertanya-tanya. 'Sebenarnya, siapa dia?!'

"Ah, Paman?" Lavina tak sewaspada atau merasa terancam seperti sebelumnya.

"Iya?"

"Kau bisa sakit seperti itu akibat dari perbuatan sebangsaku. Hal apa yang kau lakukan, sehingga mereka berbuat demikian kepadamu? Kau pasti mengetahui banyak hal tentang Anhfi!" Raut penasaran dan curiga tak bisa Lavina sembunyikan lagi. Netranya bahkan menatap tajam dan lurus Martin.

PRINCESS LAVINA & THE FIRST HUMAN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang