Suara pedang yang beradu menggema di aula latihan. Beberapa prajurit menyerang Corajus sekaligus.Telah banyak pula prajurit yang tumbang, bahkan bersimbah darah. Corajus tak segan-segan menghabisi orang-orangnya. Amarah, ambisi, juga dendam masih membara dalam dada.
Keinginannya mendapatkan dan menghabisi Lavina masih belum terwujud. Lagi, pedang Esca yang sedang Corajus gunakan menembus dada salah seorang prajurit. Darahnya bahkan sampai terciprat ke wajah Corajus yang begitu merah padam dengan napas terengah.
Lelaki berjanggut tebal itu berlutut dengan pedang yang masih belum dicabut. Mengingat resiko terbesar jika sampai Lavina menyempurnakan juga menemukan kekuatannya.
"Tidak!" Corajus berteriak dengan suara yang serak. "Akulah penguasa negeri dan semesta ini! Apa pun akan kulakukan, agar bisa menyingkirkan keponakan naifku itu, bahkan ... meskipun aku harus menjemputnya!"
Corajus bukannya tidak mampu. Akan tetapi, semenjak Lavina terlepas dari hukumannya di danau. Tak ada satu pun makhluk bumi yang bisa diserang dan dikendalikan Corajus untuk menyakiti Lavina ataupun duobus-nya.
***
Angin sejuk menyapu wajah dan gaun putih sutra berbenang emas milik Lavina. Perempuan yang kini tampil bak seorang dewi dengan tanduk rusa di kepala itu masih memejamkan mata, tak menyadari dirinya tengah berbaring di atas kepala naga putih yang tengah terbang tinggi.
Langit berhiaskan mega jingga yang dilalui tampak begitu indah. Burung-burung bahkan berterbangan di sekitar sang naga. Menghantar putri dari Negeri Anhfi itu ke tujuannya.
Perlahan, mata Lavina terbuka menampakkan sorot ungu sebening berlian. Kemudian, mengedarkan pandangan dan langsung terbangun saat menyadari jika dirinya berada di suatu tempat yang cukup asing.
Lavina melebarkan mata seraya melihat naga yang dinaiki dan pakaian yang ia gunakan. Ia meraba seluruh tubuh, termasuk tanduk di kepala. Kemudian, semakin dibuat ternganga saat menatap pulau-pulau kecil berjejer acak melayang di antara awan-awan.
Pepohonan di setiap pulau tampak begitu berwarna, dengan air terjun yang menjuntai indah. Menjuntai sampai tak terkira dan hilang di balik awan dengan pelangi. Pemandangan yang membuat Lavina sangat terkagum-kagum.
"Demi semesta, apakah aku ... berada di Alam Keabadian?!" tanya Lavina tampak tak percaya, lalu ia menunduk menatap naga yang dikendarainya dengan ragu-ragu. "Dan ... siapa kau? Aku rasa ... aku pernah melihatmu, tetapi entah di mana?"
"Hormat hamba, Dewi. Aku adalah Draco, penjagamu juga duobus-mu, dan kau memang sedang berada di Alam Keabadian." Sang naga berujar dengan suara yang begitu berat dan lantas mengejutkan Lavina sampai ia memegangi dada.
"Benarkah? Apakah itu berarti aku sudah mati?!" Lavina sangat tercengang dan mulai panik sendiri.
"Tidak. Kau masih hidup. Ada seseorang yang ingin menemuimu, karenanya kau ada di sini." Lavina tertegun seketika. Ia kebingungan, siapa yang telah tiada dan ingin bertemu dengannya. Karena seingatnya, ibu dan ayahnya bahkan tidak pernah melakukan hal tersebut.
Draco lantas membawa Lavina ke salah satu pulau dengan pemandangan paling cantik. Pulau paling hijau dengan bunga yang berwarna-warni dan sungai susu juga madu berada di sekitarnya. Banyak hewan-hewan seperti unicorn, merak putih, dan rusa emas. Bahkan, satu sungai berair biru ada yang dipenuhi dengan lotus berbagai warna.
Dari kejauhan, Lavina bisa melihat seorang lelaki bersurai silver panjang sedang berdiri di atas daun lotus paling besar yang ada di tengah sungai. Ia tampak mengenali tubuh gagah berbalut baju putih bak seorang raja yang memunggunginya itu. Dan sang naga pun menurunkannya di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCESS LAVINA & THE FIRST HUMAN (COMPLETED)
РазноеBermaksud melenyapkan diri Gio malah harus berakhir diikuti seorang perempuan yang mengaku berasal dari dunia lain yang tidak masuk di akal. Terjebak satu atap bersama seorang putri raja yang beralibi sedang mencari takdirnya. Melewati hari-hari tak...