13. Amare

96 25 2
                                    

"Dia tinggal satu atap bersama putra Nyonya."

Laporan anak buah Adelia tentang Lavina dan Gio masih terngiang di telinga. Tangannya sibuk membuka tiap lembar data-data milik Lavina yang ia ambil dari UIHS.

Dalam data tersebut, Lavina dinyatakan sudah tidak memiliki orang tua, tidak memiliki saudara, berasal dari suatu daerah yang cukup jauh dari pusat kota. Akan tetapi, pindah dan kini tinggal di salah satu gedung apartemen yang sama dengan yang Gio tempati, yang disinyalir adalah milik sang paman yang mengurusnya.

Data palsu Lavina dibuat dengan sangat terperinci oleh Mr. Jhon. Ia benar-benar mematuhi setiap kata yang Lavina katakan, perintahkan, dan pinta padanya. Akan tetapi, Adelia tetap mencurigai Lavina, karena pada kenyataannya Lavina tinggal satu atap bersama Gio.

Setelah mendengarkan laporan anak buahnya dan memeriksa semua data-data Lavina. Adelia berniat membuktikan kebenaran semua data tersebut dengan menyurpeinya langsung ke lapangan. Adelia melakukan hal tersebut karena ia tidak ingin Gio bergaul dengan sembarang orang. Meskipun ia sendiri cukup yakin, jika alasan Lavina marah kepadanya adalah karena Lavina mengetahui semua hal tentang Gio.

***

Kedua pipi berkulit pucat itu menggembung, penuh dengan sushi. Kantin UIHS memang tempat beristirahat terbaik. Tempatnya yang luas dan bersih membuat siapa pun nyaman berada di sana. Belum lagi, menu makanannya pun begitu beragam. Hampir seluruh makanan khas dari belahan dunia tersedia di sana.

Selain Gio, karena sang empu sedang pergi ke toilet. Billy, Albert, Lay, dan Lavina duduk bersama. Akan tetapi, hanya Lavina saja yang begitu menikmati makanannya. Ia makan dengan begitu lahap, tanpa mengindahkan tatapan ketiga lelaki karismatik di hadapannya.

"Lavina, sebenarnya ... sudah sejak lama aku ingin menanyakan hal ini kepadamu." Lay tampak ragu-ragu, takut merusak mood makan Lavina.

"Apa kau adalah perempuan aneh yang dimaksudkan Gio?" Lavina lantas mendelik tajam ke arahnya. "M-maksudku warna rambut dan bola matamu itu cukup aneh dan Gio pernah menceritakan, j-jika dia pernah bertemu dengan p-perempuan aneh. A-aku, aku hanya ingin tahu saja a-pakah ... apakah warnanya sungguh seperti itu?"

Ralat Lay dengan gigi yang terlihat berderet rapi. Ia tersenyum dan merasa takut di saat bersamaan. Namun, ternyata Lavina malah membalas dengan anggukan kepala yang sangat santai.

"Lavina ..." Billy berujar seraya membenahi posisi duduknya, menyanggah wajah dengan kedua tangan di meja dan menatap Lavina. "Andai saja aku tidak memiliki kekasih dan jika kau bersedia menjadi kekasihku ...."

Albert dan Lay sontak menatap Billy dengan tatapan menjijikan. Lelaki berambut pirang itu lagi-lagi mengeluarkan rayuan dan akting murahannya. Berlagak seperti insan yang tengah dimabuk asmara.

"Aku pasti akan menjadi orang yang paling beruntung, karena memiliki kekasih secantik dirimu." Billy sibuk merayu, tetapi yang dirayu sibuk memakan sushi milik Gio. Lavina mengunyah habis sushi miliknya dan mulai mengambil milik orang lain, tanpa mengindahkan ungkapan Billy.

Albert dan Lay bahkan sangat berharap, jika Lavina akan mengatakan sesuatu yang menohok kepada Billy. Sehingga, mereka berdua pun masih menatap perempuan berambut silver itu dengan saksama.

Ketegangan pun semakin terasa kala Lavina sudah menelan habis sushi di mulut. Kemudian, menatap Billy dengan ekspresi wajah ditekuk sebal, seolah-olah siap memarahi Billy sampai Billy tidak akan perah berani berucap hal demikian itu lagi kepadanya.

"Jika kau adalah duobus-ku, kau akan menjadi kekasihku," ucap Lavina sembari tersenyum begitu manis, kemudian kembali memakan sushi Gio yang masih tersisa. Tidak mempedulikan Albert dan Lay yang kini ternganga juga terheran-heran atas jawabannya.

PRINCESS LAVINA & THE FIRST HUMAN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang