11~Sisi gelap Lion~

1.5K 160 1
                                    


"Lo gak ada niatan mau ikut Popda lagi apa?"Tio meletakan tasnya ke meja lalu duduk di samping Lion. Seperti biasa, dia selalu berangkat pagi demi melihat pujaan hatinya. Bu Teresa.

"Gue sibuk"

"Sibuk? Hidup Lo aja udah di urus sama Zia"

"Sok sibuk aja"Bukannya Lion tidak mau mengikuti Popda terkahir nya di SMA, hanya saja, dia merasa tidak enak jika harus berhadapan dengan Asel.

Sejak kelas 7 SMP, Lion sudah menjadi atlet silat yang sering sekali menjuarai lomba tingkat kabupaten ataupun provisi, saat itu....ia masuk dalam kategori kelas berat. Namun, saat menginjak kelas XII , berat badannya turun drastis hingga menyamai berat badan Asel. Tidak sportif memang, tapi Lion tidak begitu peduli. Bagi dirinya menjalani kehidupan sesuai apa yang ia inginkan jauh lebih menyenangkan.

Lion dan Tio menoleh ke arah pintu ketika Asel dan Selatan masuk ke kelas secara bersamaan. Lion menyipitkan mata curiga. Mereka berdua berangkat bersama. Bukan itu masalahnya, yang menjadi perhatian Lion itu, Jaket yang dikenakan Asel adalah jaket yang biasa dikenakan Selatan saat berangkat sekolah.

Hm. Ini adalah tanda tanya besar

"Morning dude"Lion menggeliat risih sambil cengengesan melihat dua curut coupel itu. Otak gila Lion selalu saja berimajinasi yang tidak - tidak.

"Kenapa Lo?!"Selatan sinis"Gue tau banget otak Lo itu kebanyakan tai nya"

Lion tidak tersinggung. Dia memang terlahir sebagai anak yang kebal akan nyinyiran orang lain. Di ceramahi guru BK? Menjadi bahan ghibah anak Dimitri? Sering di sindir guru karena saking bego nya? Sudah biasa.

Selagi masih muda, buatlah banyak pengalaman berharga. Tapi kalo model seperti Lion, sudah keterlaluan sih. Keterlaluan otak gesrek nya, bahkan dia pernah membuat salah satu guru muda di sekolah ini jatuh hati padanya. Dan sialnya dia adalah Bu Teresa, guru kesayangan dari Tio.

Semakin rumit saja jalan ceritanya.

Lion mengelus kedua lengannya dengan wajah tidak bersahabat. Sudah pasti dia akan menggoda Selatan"Duh gue dingin banget sumpah"

Asel diam. Jangankan peduli pada omongan Lion, tugas sekolah yang ia koleksi saja tidak pernah mendapat perhatian dari dirinya. Apalagi manusia aneh seperti Lion, sudah pasti Asel angkat tangan dan bodoamat. Bukan urusan nya.

"Sejak kapan pabrik jaket cuma memproduksi satu jaket?!" Selatan langsung tancap gas, padahal Lion tidak mengatakan apapun pada cowok itu. Lion semakin yakin jika mereka berdua memiliki hubungan spesial.

Hahahaha. Inggin rasanya Selatan mengilas tubuh Lion kemudian menjadikanya bakso.

"Padahal Lion gak omong apa -apa" Tio menyahut dan dihadiahi tatapan sadis dari seorang Selatan Abdi Baskara. Harus Tio akui jika tatapan cowok itu selalu saja mengerikan. Parah.

"Diem Lo, cerewet"Sadisnya omongan Selatan.

"Apa sih salah gue?"Tio tidak terima

"Karena lo masih hidup"

"Gitu aja terus, gue selalu dibully"

"Takdir bro"Asel menepuk bahu Tio singkat"Mana pr lo, gue mau nyalin"

"Sorry gue gak mau ngasih" Kalo seperti ini, Tio mirip sekali cewek jigong. Menyebalkan, plus pelit, plus sok berkuasa, sok ngatur dan lain - lain.

"Gak usah pelit - pelit kuburan Lo nanti sempit"Lion berkomentar

"Sorry, gue matinya dikremasi"

Semua diam.

Krik. Krik. Krik. Savage. Lion baru ingat jika Tio beragama Hindu. Ayolah, suasana jadi cangung seperti ini kan. Tolol sih Lion, sudah tau jika mereka berempat beda keyakinan masih saja membawa candaan absurd.

"Ahahahah bego banget si Lo"Lion tertawa garing sambil menepuk bahu Selatan. Tidak ada yang tertawa kecuali Lion. Garing "Eh gue tiba - tiba kebelet boker"

Mereka bertiga menatap kepergian Lion dengan tatapan datar. Hari ini Lion aneh sekali. Tidak seperti biasanya.

                             🥀

Lion melihatnya dari lantai tiga koridor sekolah. Di lantai bawah, tepatnya di pinggir lapangan basket, Zia dan Barra sedang membicarakan sesuatu yang serius. Lion tidak tau apa yang sedang mereka bicarakan, namun hal itu cukup membuat hati cowok itu berdenyut sakit, seakan sesuatu sedang meremas jantung nya secara perlahan.

Bisa dikatakan Lion sedang cemburu.

Laki - laki berumur 18 tahun itu menopang dagunya menggunakan tangan kanan. Dia ingin melihat, seperti apa perlakuan Zia terhadap Barra. Apakah Bunda angkatan nya itu lebih peduli pada Barra, atau pada dirinya.

Tidak usah ada pembuktian, karena Lion yakin sekali jika Zia akan mementingkan nya melebihi apapun. Zia adalah miliknya, tidak ada satu orangpun yang boleh ngambil perhatian cewek itu dari Lion. Termasuk Barra sekalipun.

Lima menit berlalu. Lion bosan. Dia tidak tahan melihat perempuan yang ia sukai begitu dekat dengan laki - laki lain. Sejak lahir, Lion memang dianugerahi otak dengan jalan pikir yang berbeda. Dia melirik pot bunga yang bertengger manis di samping kakinya. Pot bunga dengan diameter dua puluh sentimeter itu begitu menarik perhatiannya.

Lion mengedikkan bahu acuh. Dia melemparkan pot bunga itu dari lantai tiga hingga jatuh tepat di hadapan Barra. Lion sudah membuat perhitungan, tidak mungkin ia akan mencelakai anak orang di area sekolah.

Di bawah sana, Zia menjerit histeris. Sedangkan orang - orang di sekitar pun tidak kalah terkejutnya dengan kejadian ini. Suatu keberuntungan bagi anak semata wayang keluarga Pratama itu, karena hanya ada dia di lantai tiga koridor sekolah. Lantai tiga memang diperuntukkan untuk ruang lab, musholla dan gudang. Jadi, sepagi ini masih jarang orang yang berlalu lalang.

Di bawah sana, Barra dan Zia mendongak, dan mendapati Lion tengah menatap mereka dengan tatapan humor. Sungguh tatapan itu seperti tatapan seorang psycopat.

Zia menarik nafas dalam kemudian berteriak keras"LION SINI LO TURUN"

Lion terkekeh pelan"Otw Bun"



Bersambung...........

Nb. Cuma mau bilang.....Asel itu pelatih saya wkwkwk




MY PET LION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang