14. KORELASI

90.1K 10.1K 1.1K
                                    

14. KORELASI

'Benar kata orang-orang. Dunia memang sempit' — Gerhana Rigel Atmadjaya

🌑

Hari ini Bu Ana izin tidak masuk kelas karena anaknya sakit. Alhasil kelas matematika menjadi jam kosong. Luna kegirangan setengah mati karena dari 3 mata pelajaran hari ini, mereka cuma belajar biologi tadi pagi. Bu Ratna selaku guru bahasa indonesia juga tidak masuk hari ini— katanya sih sedang sakit.

"Luna,"panggilan itu membuat Luna yang sedari tadi tengah tidur dengan kepala yang dia letakkan di atas meja merubah posisinya menjadi duduk tegak kemudian mengangkat kepala untuk melihat siapa yang memanggilnya.

"Kenapa?" tanya Luna— ternyata Atlas yang memanggilnya.

"Ke kantin yuk," ajak Atlas. Luna mengalihkan pandangannya ke seisi kelas— kosong. Tepatnya hanya ada Luna dan Atlas.

"Gak ah, lo sendiri aja. Gue mau tidur," ujar Luna kemudian kembali memposisikan kepala di atas meja dengan kedua tangannya yang dia jadikan sebagai bantal.

"Mau nitip gak?" tanya Atlas.

"Mau goodtime sama susu pisang dong," ujar Luna sambil menatap Atlas dengan tatapan berterima kasih.

Atlas mengangguk. "Oke," kemudian berjalan keluar kelas.

Luna menatap punggung Atlas dalam diam. Dia tidak habis pikir dirinya bisa akrab dengan berandalan sekolah itu. Entah apa yang membuat dirinya dan Atlas tiba-tiba bisa menjadi dekat. Yang pasti Luna cukup bersyukur karena akhirnya dia mempunyai teman dekat.

Selama tiga tahun bersekolah, Luna tidak pernah punya teman dekat. Bukan. Luna bukan cewek ansos. Dia berteman dengan semua orang di kelasnya tapi hanya sebatas itu. Saling mengenal dalam segi nama saja. Lebih simplenya Luna tidak punya teman dekat untuk dia ajak berbagi bercerita.

Sampai tiba-tiba dia jadi dekat dengan Atlas. Rasa sepinya sedikit terobati.

Jangan tanyakan kenapa Luna tidak mempunyai teman. Cewek itu hanya sibuk mengejar Gerhana. Bagi Luna, kehadiran Gerhana sudah lebih dari cukup. Memiliki Gerhana dalam hidupnya mungkin akan menjadi anugerah tersendiri bagi Luna. Bahkan hanya dengan melihat senyum Gerhana saja Luna ikut bahagia. Yah, walaupun selama ini senyum milik Gerhana tidak pernah ditujukan untuknya. Selama tiga tahun Luna hanya menjadi penikmat senyum Gerhana bukan penyebabnya.

Gerhana mengingatkan Luna pada sosok papanya yang sudah tiada. Sikap tegas mereka sama. Tapi dibalik itu Luna tahu masing-masing dari mereka adalah orang baik.

Tatapan mata mereka yang dingin namun dapat berubah hangat ketika menatap orang terkasih.

Namun sayang, Luna dengan jelas melihat perubahan tatapan Gerhana terjadi ketika dia menatap Aurora— bukan Luna.

Luna semakin memejamkan matanya. Berusaha mengingat sosok ayahnya dalam ingatannya. Rindu.

Terlalu rindu hingga dada Luna rasanya dihimpit godam besar—semakin sesak hingga air matanya yang jatuh.

🌑

Gerhana melangkah menuju kelas dengan tangan berada didalam sakunya. Dia baru saja menyelesaikan rapat dengan angggota OSIS tentang festival sekolah. Ini adalah rapat terakhir sebelum mereka mulai bekerja dalam kepanitiaan. Gerhana kali ini menjadi Ketua Panitia karena calon Ketua Panitia sebelumnya ternyata berhalangan dengan alasan  keluarga. Maka mereka sepakat memilih Ketua Panitia baru dan mereka semua memilih Gerhana walaupun sebenarnya tidak bisa karena Gerhana harus bertugas sebagai penanggung jawab. Namun tidak ada lagi yang bisa melakukannya selain Gerhana. Alhasil cowok itu mempunyai tugas double.

GERHANA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang