.Hubungan.

3 1 0
                                    

Nina menunduk dalam sambil memainkan kuku, di sampingnya ada Neha yang mengusap pundak Nina pelan supaya lebih tenang perasaannya. Sementara Satya yang duduk di sofa tunggal menatap datar Nina, menunggu gadis itu menjelaskan semuanya.

"Sebelum aku cerita, aku mau ucapin maaf ke Kak Satya," ucap Nina pelan Satya yang mendengar masih diam tanpa niat mengatakan apapun.

"A-aku, iya. Aku ini adiknya Kak Dito, yang di suruh untuk menjadi penghancur hubungan Kak Satya dan Neha," ungkapnya.

Neha menatap nanar Nina, dia merasa kasihan. Satya menghembuskan napas pelan. Tidak menyangka jika gadis yang ia kasihani ini memiliki niat buruk untuknya.

"Kenapa mau di suruh gak bener?"

"Karena sudah kewajiban aku nurutin kemauan dia, Kak." Neha menggeleng, tadi bukan itu alasannya. Mengapa Nina berbohong sekarang, sepertinya dirinya lah yang harus mengungkap.

"E-enggak Kak, Kak Nina bohong. Bukan karena kewajiban tapi memang dia di ancam. Kamu liat sendiri kan tadi, kalau Dito kasarin dia, nampar dia tanpa belas kasih," sergah Neha kemudian.

Satya mengangguk, dia jelas melihat tadi bagaimana kasarnya Dito menampar keras Nina sampai membuat gadis itu menangis keras. Namun perdebatan antara kakak adik yang ia tidak sengaja dengar tadi juga mengganggu pikirannya kini. Namun memang ini salah Satya sendiri yang tidak mencari tau soal Nina dan mengizinkannya untuk tinggal begitu saja.

"Jangan membela dia, bagaimanapun gara-gara dia hubungan kita nyaris berakhir, Neha," nasihati Satya, Neha yang mendengar menatap tidak percaya Satya.

"Kak?"

"Gue mau tau kenapa Dito sahabat gue sendiri nyuruh lo buat hancurin hubungan antara Neha dan gue?"

"Kak Dito udah lama suka sama Neha tapi Neha sama sekali nggak ngelirik dia, dan malah jatuh ke Kak Satya yang adalah sahabatnya sendiri. Sebenarnya ia bukan yang pertama kali. Tapi karena orang-orang suruhan Kak Dito selalu gagal akhirnya dia nyuruh aku buat jalanin rencana dia dengan jadiin aku sebagai orang ketiga di kehidupan kalian," jelas Nina.

"Jadi lo emang sengaja mau jebak gue? Jangan-jangan preman waktu itu juga suruh Dito, iya?" Nina langsung mendongak dan menggeleng cepat. Menampik tuduhan Satya barusan, memang Nina di perintah untuk menjebak namun untuk preman. Itu bukan anak suruh Dito, Nina memang akan di rampas barangnya kala itu.

"E-enggak Kak," kilah Nina.

"Gimana gue bisa percaya? Sementara lo aja kaya gini sifatnya, suka jebak orang," desis Satya terdengar tajam di telinga Nina, kembali Nina tertunduk sementara Neha yang berada di sampingnya memelototi kekasihnya secara terang-terangan. Maksudnya bagaimana bisa Satya mengatakan ucapan pedas seperti itu, sebenarnya di sini yang bersalah adalah Dito bukan Nina. Nina hanya alat.

"Kak, kok gitu ngomongnya? Kak Nina enggak salah Kak."

"Gimana bisa kamu nyebut dia nggak salah Neha, dia udah---"

"Kak Nina hanya di jadikan alat oleh sahabat kamu, jadi di sini Nina korban Kak, kamu bisa ngomong seperti itu. Dia jauh lebih bisa di percaya omongannya di banding Dito!" Neha kesal, kekasihnya terlalu berlebih dalam menanggapi Nina.

Satya memejamkan mata, mengusap wajah kasar. Ada apa dengan Neha, mengapa sangat membela sekali. Dari pada semakin memperkeruh dan berakhir dirinya yang ribut dengan Neha lebih baik Satya mengalah. Ia pergi begitu saja, keluar dari apartemen untuk mencari udara segar.

"Aku susul Kak Satya dulu, Kakak istirahat aja," ucap Neha lalu pergi menyusul Satya.

Setelah mereka pergi, Nina kembali terisak, ia menangis meratapi hidupnya yang selalu harus menurut orang lain. Jujur saja walau dia ada di keluarga orang terpandang dan kaya namun hidupnya tidak lah enak, ia selalu saja menjadi pesuruh Dito.

☀️☀️☀️

Angin segar yang menerpa wajah Satya tidak membuat pikiran dan hatinya membaik. Ia masih sama, merasa kesal, marah, dan kecewa kepada Nina juga dirinya sendiri.

Nina Ratansyah, seharusnya Satya sudah tau dari awal sejak Nina menyebut nama belakang keluarga waktu itu. Pantas saja, Nina nampak ketakutan saat diminta Satya untuk memperkenalkan nama secara lengkap. Tentu saja ia takut, takut jika ketahuan pastinya. Satya juga jadi merasa bodoh saat ini, sudah bersahabat lama dengan Dito mengapa ia baru tau jika keluarga Ratansyah memiliki seorang putri? Benar saran Alman waktu itu untuk segera menyuruh Nina keluar dari apartemennya, benar firasatnya saat itu jika kehidupannya akan rumit. Sejak ada Nina memang semua menjadi rumit bagi Satya, dan dia tidak tau jika di balik itu ada campur tangan Dito. Jadi selama ini Dito hanya berpura-pura baik ya? Sial, padahal Satya sudah sangat percaya dengannya.

"Kak Satya," panggil Neha pelan, Satya menoleh dan nampak terkejut. Kapan Neha datang?

"K-kamu, kapan datangnya?"

"Barusan, Kakak ngelamun sih," kekeh Neha lalu mengambil tempat di samping Satya, mengusap lengan Satya pelan.

"Masih mikirin soal Kak Nina?" Satya mengangguk, menghela napas pelan dan mendongak untuk menatap langit yang cerah.

"Aku nggak nyangka, Nina bisa berbuat seperti itu. Padahal aku udah baik sama dia selama ini," adu Satya sementara Neha terdiam. Sebenarnya juga tidak enak di posisi Nina dan mungkin jika Satya tau, Satya pasti akan maklum. Dia harus mau melakukan segala perintah Dito, jika mau hidupnya dan bayinya baik-baik saja. Dia harus mau terlebih, dia bukan siapa-siapa di keluarga itu.

"T-tapi Kakak nggak bakal usir Kak Nina, kan?"

Satya mengusap sisi pipinya kasar, sebenar ada keinginan seperti itu di lubuk hatinya, namun tidak hari ini mungkin beberapa hari lagi. Sampai Nina kembali menerima gaji baru Satya akan menyuruh gadis itu angkat kaki dari apartemen miliknya.

"Ya, aku bakal suruh dia cepet-cepet pergi setelah terima gaji. Dia bisa cari kos-kosan nanti," kata Satya.

Neha tentu tidak setuju bahkan dia hendak melayangkan protes sekarang juga. Nina sudah hamil masuk usia 8 bulan, menunggu bulan depan sudah waktunya lahiran, bagaimana jika nanti Nina dalam bahaya, bagaimana jika tiba-tiba Nina mengalami hal yang tidak di inginkan dan harus maju waktu lahirannya. Mendadak Neha khawatir dan takut sendiri. Sayangnya protes itu hanya bisa tertahan di ujung bibir saat Satya mengatakan,"karena aku pernah bilang dulu ke dia, kalau sudah punya dia baru bisa cari kos-kosan. Aku nggak salah untuk nyuruh dia pergi sekarang, toh ia juga sudah punya uang sendiri kan."

TBC


Atau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Atau

Atau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ksatria✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang