Alman mengernyit, lalu kembali menata peralatan mandi tanpa menghiraukan ucapan sahabat sekaligus rekan kerjanya ini.
"Tumben lo nggak kepo Man?" tanya Satya, penasaran. Karena biasanya Alman akan menanyakan banyak hal seperti, firasat apa, contohnya, dan pertanyaan aneh lainnya.
Alman menggeleng, dan pergi begitu saja ketika tugasnya telah selesai. Begitu Satya selesai, ia ikut menyusul Alman ke meja kasir.
"Gue gak nanya soalnya firasat lo selalu bener. Mending ikutin saran gue deh, lo suruh dia pergi cepet-cepet dari apartemen lo, kalau nggak mau ngikutin sih serah," ucap Alman.
Satya mendengus, "Ya kagak bisa gitu kali Man, kasihan tu anak. Mana lagi hamil kan."
Alman mendelik, menatap tak percaya ke arah Satya. "What?!! Leh demi apa sih njiirr!"
"Ngapa dah lo?"
Tidak lama Alman memukul punggung Satya dengan keras. Merasa kesal karena cerita namun setengah-setengah, itu pun jika tidak ia paksa tadi.
"Setan lu ya! Ngapa kagak omong mas?! Ah... lu ma rese jadi orang, cerita kagak lengkap!"
"Emang gue tadi lum cerita ya?" Satya bertanya sambil menimang dagu, mengingat-ingat percakapan dirinya tadi bersama Alman tentang Nina.
Alman memukul jidatnya, mengepalkan tangan kuat-kuat hingga tidak sadar buku-buku tangannya memutih. Jika orang salah paham, bisa diduga Alman akan memukul Satya saat ini.
"Bodo Sat ... bodo!" ketusnya kesal.
☀️☀️☀️
Nina keluar dari apartemen milik Satya menggunakan pakaian serba hitam tidak lupa masker dengan warna senada. Dia hendak menemui seseorang di bawah sana, tidak menaiki lift melainkan tangga. Nina mempercepat langkah, seolah tidak perduli jika ia terjatuh, seolah lupa akan kondisi dirinya saat ini. Ketika langkahnya sudah tiba di ujung tangga, netranya melihat seorang pria yang memunggunginya sambil memainkan ponsel.
"Kakak."
Merasa terpanggil, si pria memutar tubuh. Memandang gadis dengan perut buncit di seberang sana. Tak jauh dari tempatnya berdiri, lalu mengayunkan tangan seakan memerintah Nina untuk segera menghampiri.
"Sesayang itu lo sama anak ini, masih aja bandel untuk mertahanin," sindirnya ketika Nina telah ada di hadapannya kini.
Nina diam sesaat sambil memeluk perut buncitnya. "Walau Kakak nggak mau, aku mau Kak buat bikin dia tetap hidup. Apapun yang terjadi aku akan tetap pertahanin dia!" seru Nina, tanpa sadar nada bicaranya mulai berubah. Dia tersulut.
Orang misterius mendekat, menatap Nina penuh emosi, ia mendesis tajam di telinga kiri Nina, "Terserah lo! Tapi inget perjanjian yang udah kita sepakati. Kalau sampai lo ungkap jati diri lo dan dia tau segalanya, maka anak ini jaminannya!"
Susah payah Nina menelan ludah, teringat akan semalam dimana ia mengungkapkan nama lengkap dengan belakang keluarga. Dia hanya menunduk dan mengangguk ragu.
Lalu si pria misterius mencium tengkuk Nina, mengecapnya hingga membekas dan hampir membuat Nina melenguh. Setelah selesai, ia menjilat bibirnya sendiri, rasanya ternyata tidak berubah. Manis bercampur aroma menenangkan lavender. Nina langsung meraba tengkuknya, netra tidak diam begitu saja namun melirik sekitar yang syukurnya sepi. Sial! Tidak tau kah ia jika mereka ada di tempat umum saat ini!
"Gue pergi, bye-bye bitch!"
Nina meremas dadanya, kenapa ... kenapa selalu itu? Kenapa harus panggilan jalang yang digunakannya untuk Nina? Tidak cukupkah membuat masa depannya hancur dengan kehadiran sosok malaikat kecil di dalam diri Nina, sampai-sampai harus terus menerus melukai batinnya dengan panggilan khusus penuh ejek seperti itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ksatria✓
Fanfictionawalnya kehidupan Satya biasa-biasa saja, berjalan semestinya orang-orang umum. Tapi... semua berubah menjadi tak biasa ketika harus merelakan diri merawat wanita hamil dan dalang dibalik ini semua adalah seseorang yang ia percaya. Publish: 6 Maret...