.Kabur.

3 1 0
                                    

Dito mengemasi barang-barangnya dengan tergesa, memasukkannya ke dalam koper tanpa menatanya, mengambil paspor dan bergegas pergi dari kamarnya. Jujur saja setelah nekat menabrak Nina tempo hari dia tidak bisa tenang, setiap tidur selalu saja dia di ganggu oleh suara aneh yang terdengar tidak jelas, lalu di susul oleh suara tangis bayi. Belum lagi terkadang dia bermimpi melihat seorang gadis berlumur darah, seperti mendekat ke arahnya sambil membawa pisau, hendak membunuh.

Siapa gadis itu? Dito tidak tau karena di dalam mimpi wajahnya tertutup kabut hitam pekat. Namun ia masih bisa melihat langkah kaki yang mengarah kepadanya. Sial, jika terus begini dia bisa gila. Jadi Dito memutuskan untuk kabur dan pergi ke luar negeri, kemanapun asal jangan di sini karena dia butuh untuk menenangkan diri.
Tanpa berpamitan pada sang ibu, Dito pergi begitu saja dengan membiarkan pintu rumah terbuka dan langsung masuk ke dalam mobil, menyuruh supirnya untuk mengantarnya ke bandara.

☀️☀️☀️

"Bayiku ... dia t-tidak selamat ya? D-dia ... d-dia... pergi?" tanya Nina kepada semua orang yang ada di sana, namun baik Satya maupun Teo tidak ada yang berbicara, mereka semua bungkam. Tadi saat Nina sadar, hal pertama yang ia ucap adalah kata bayi dan tangannya tergerak menyentuh perutnya yang ternyata sudah rata. Ia menangis kencang, membuat Satya yang tertidur di sofa terbangun dan langsung bangkit untuk memeluk Nina. Menguatkan adiknya atas kehilangan calon anak.

"Nina sayang. Kamu harus kuat ya," pinta Teo lalu berjalan menghampiri Nina, duduk di samping gadis itu. Mengusap surai panjang Nina penuh kasih. Nina tidak menjawab, masih sesenggukan. Ini semua salahnya, salahnya karena tidak berhati-hati, salahnya karena tidak bisa menjaga diri dengan baik, di sini dia merasa telah membunuh calon anaknya sendiri karena membiarkan dirinya tertabrak, tidak mundur untuk menghindar atau apa.

"A-aku pembunuh... hikss ... a-aku ngebunuh bayiku...." Teo menggeleng, membawa putrinya dalam pelukan.

"Bukan salah kamu sayang, kamu bukan pembunuh, ini takdir Tuhan. Kamu nggak bisa bilang ke diri kamu sendiri jika kamu pembunuh." Teo tau kata-katanya ini tidak ada efek apa-apa sebenarnya, putrinya saat ini begitu terpukul ketika tau jika calon anak yang di jaga penuh kasih pergi karena suatu insiden. Namun menyalahkan diri sendiri juga tidak baik, ini musibah, dan pasti dibalik semuanya Tuhan telah memberi kebahagiaan lain untuk Nina kedepannya.

Sampai bunyi ponsel yang mengganggu dari kantong celana bagian belakang membuat Teo melepas pelukan dan melirik Satya memintanya untuk menjaga Nina sementara dia pergi untuk mengangkat telepon.

"Sama Kak Satya dulu ya," ujar Teo memberi kecupan ringan di dahi putrinya dan segera beranjak. Satya kembali duduk di samping Nina, mengambil telapak tangan dingin itu mengusapnya lembut sambil tersenyum. Nina yang melihatnya kembali meneteskan air mata, pria yang hendak ia hancurkan hubungannya. Lihat lah betapa perhatian dan baiknya pria itu yang mau menjaganya, sekali lagi menjadi ksatrianya. Mendadak ia kembali di selimuti perasaan bersalah.

"Kakak, a-aku minta---"

"Sssttt, lupain aja ya, nggak papa kok. Itu bukan kamu yang mau," Satya menyela cepat, seolah tau adiknya ini akan mengatakan apa. Tidak. Itu bukan salah adiknya, ayahnya benar, dan seharusnya yang pantas meminta maaf saat ini adalah sahabat yang ia percaya, sahabat yang ternyata mengkhianati dirinya,  sahabat yang  menghasut tidak-tidak, sahabat sejak kecilnya. Dito Ratansyah.

Dalam perbincangan dengan pihak kepolisian, saat ini Teo ternyata mendapat kabar yang tidak terduga. Pelaku yang menabrak putrinya itu ternyata tidak lain tidak bukan adalah Dito Ratansyah, bahkan pelaku saat ini berencana untuk kabur ke luar negeri namun beruntung sebelum sampai di bandara mobil Dito di berhentikan paksa dan sekarang Dito sudah ada di kantor polisi. Teo di minta untuk pergi ke sana sekarang, menemui si pelaku.

"Baik Pak, terima kasih atas kerja keras Anda. Saya akan segera ke sana," ucap Teo sebelum mengakhiri panggilan lalu segera ke sana. Tidak sengaja Neha yang kembali lagi ke rumah sakit berpapasan dengan Teo lalu menyunggingkan senyum tipis, sedikit canggung terlebih ketika dirinya baru tau jika Teo adalah pemilik perusahaan Golden Glory Grup dan Satya adalah anak orang terkaya no 2 itu.

"Mau jenguk Nina?" meski terkesan terburu-buru Teo tetap menyempatkan untuk bertanya pada kekasih anaknya ini.

"Iya Om," jawab Neha kemudian terdengar sungkan. Tanpa berkata apa-apa lagi Teo langsung pergi setelah memberi seulas senyum. Neha sebenarnya juga penasaran akan kemanakah calon mertuanya itu pergi namun urung bertanya saat melihat raut tidak menyenangkan itu sedikit terpancar di wajahnya. Neha menggeleng pelan, melanjutkan kembali perjalanan menuju ruang rawat Nina.

☀️☀️☀️

"Gimana bisa kalian menangkap putra saya karena dia tersangka atas kecelakaan, apa buktinya?! Atas dasar apa kalian menuduh putra saya?!" Amarah Vena meledak di kantor polisi terlebih saat melihat Dito dengan tangan terborgol dan kepala tertunda duduk di hadapan polisi.

"Jangan mengajari putra sebagai pembunuh juga, Vena." Suara lain yang menginterupsi terdengar tajam di telinga membuat wanita itu menoleh cepat, napasnya memburu ketika melihat Teo berdiri tidak jauh dari tempatnya saat ini.

"Apa maksudmu?" tanya Vena, seolah-olah lupa kejadian silam. Kejadian yang membuat kehidupan Teo sekaligus Satya berubah. Terdengar tawa Teo menggelegar di sana, lalu menghampiri Vena melirik Dito yang tidak berani menatap wajahnya.

"Aku tidak pernah lupa, jika suami kamu adalah pelaku pembunuhan Vena, sekalipun kamu pura-pura tidak ingat," desisnya tajam. Vena mencebik lantas membuang muka, sial dia kembali teringat akan perbuatan suaminya dulu.

"Kau juga seorang penjahat di sini sebenarnya," Vena menoleh menatap Teo tajam, apa-apaan pria ini dengan menuduhnya sebagai penjahat.

"Apa---"

"Aku tau Vena. Semua perbuatanmu di tahun 2001 silam, aku tau," sela Teo sebelum wanita itu berkata tidak-tidak. Melihat wanita itu terdiam dengan wajah tertekan. Pikir Vena, ternyata Teo telah mengetahui semuanya ya. Termasuk mengenai Nina.

Teo melewati Vena hendak menghampiri Dito namun sebelum itu dia sempatkan untuk memberi peringatan pada wanita itu. Vena adalah wanita licik, dia pasti akan melakukan seribu cara supaya orang-orang yang di sayangi terbebas dari jerat hukum karena tidak mau rugi mengenai perusahaannya.

"Jangan coba-coba melakukan sesuatu untuk putramu, jika kau tidak mau perusahaanmu ku gulingkan, bagaimanapun dia bersalah, jangan lindungi dia."

Dan asal kalian tau, pikiran Vena saat ini lebih memerintahnya untuk menurut dengan ancaman Teo karena di banding anaknya sendiri, sejujurnya Vena lebih sayang dengan perusahaan jadi kali ini ia akan membiarkan Dito meringkuk di balik jeruji penuh kesengsaraan daripada harus merelakan perusahaannya hancur.

TBC

Nikmatin aja lah bang, emak Lo ajaib soalnya 😌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nikmatin aja lah bang, emak Lo ajaib soalnya 😌

Ksatria✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang