"Ini titipan dari Umi, diabisin ya."
Rinjani menghentikan aktifitasnya mengumpulkan cokelat-cokelat yang berserakan di meja, mendongak menatap cowok di depannya.
"Ini." Meru mendorong kotak di tangannya lebih dekat karena Rinjani tak kunjung mengambilnya.
Rinjani ikut mendorong kotak itu. "Nggak usah, buat lo aja," ucapnya kemudian kembali memasukkan beberapa cokelat dan bunga di meja. "Kay bantuin."
"Bentar, gue belum kelar salin PR lo."
Ckk! Rinjani berdecak kesal.
"Biar gue bantu." Meru mengambil beberapa bunga dan memasukannya ke dalam kantong plastik di tangan Rinjani, namun Rinjani segera menepisnya.
"Nggak usah!"
Sesaat Meru terkejut. "Nggak papa biar gue bantuin." Dia mencoba tersenyum. Baru saja hendak memasukkan tiga batang cokelat, Rinjani lebih dulu melempar kantong plastik besar itu.
"Gue pikir kuping lo berfungsi, ternyata enggak. Minggir." Rinjani mengambil langkah lebar. Sebaiknya dia keluar saja dari pada dibuat semakin emosi.
"Rinjani." Meru menahan Rinjani dengan mencekal pergelangan tangan gadis itu. "Kalo nggak bisa pake cara halus gue bisa pake cara kasar loh." Cowok itu tersenyum manis.
"Maksud lo ngomong kayak gitu apa?"
"Lo udah cukup dewasa buat ngerti maksud gue." Meru mengangkat tubuh Rinjani, mendudukannya di atas meja, kedua tangan kekarnya lantas menahan pergerakkan gadis manis itu. Tidak peduli walau Rinjani menjerit-jerit tak terima. "Makan," titahnya sembari menyodorkan kotak yang sempat Rinjani tolak.
"Nggak mau!"
Membuka kotak itu kesal, Meru mengambil satu donat di dalam kotak itu lalu menyodorkannya ke mulut Rinjani. "Buka mulut lo."
Rinjani mendorong tangan Meru. Tatapan dingin Rinjani menusuk tajam manik cowok di depannya. "Berenti jadi setan. Gue udah bilang nggak mau."
"Kali ini gue nggak nerima penolakan. Lo pikir nggak capek ditolak terus?" ujar Meru, ada nada sakit di sana.
"Bukan urusan gue!" Rinjani membuang muka.
Penghuni kelas seketika menjadi penonton. Yaaa, untuk yang kesekian kalinya. Sebab perdebatan Rinjani dan Meru memang terjadi nyaris setiap hari.
"Buka mulut lo."
"Lo pikir gue sudi gitu makan dari tangan lo?" Lirikan sinis Rinjani cukup membuat Meru menggeram.
"Pilihan ada di tangan lo, mau makan dari tangan gue atau ... dari mulut gue?"
Rinjani kian memalingkan wajahnya, tangan gemetarnya mendorong dada Meru menjauh. Tapi Meru tidak gentar. Cowok itu terus mendekat mengikis jarak.
Sekarang Rinjani bahkan tidak bisa membedakan debaran gila dan gemetar di tangannya karena takut atau justru gugup?
Meru menggigit donat di tangannya beringas. Tidak segan-segan mencengkeram dagu Rinjani, memaksa gadis itu untuk saling menatap.
Sedikit menunduk, sekali pergerakan saja bibirnya akan menempel dengan bibir Rinjani.
"MERU!" Rinjani histeris, tapi jangankan untuk kabur, menghindar saja Rinjani tak mampu.
Menekan pipi Rinjani hingga mulut gadis itu terbuka, Meru benar-benar hendak melancarkan niatnya untuk menyuapi Rinjani dari mulut ke mulut.
"Aw! Tutup mata gaes bentar lagi bakalan ada adegan dewasa!" teriak Kayla kemudian terbahak. Yang lain ikut tertawa membuat gaduh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pelarian
Teen FictionRasa sakit itu, tidak pernah bisa terlupakan .... Waktu tak sanggup membuat sang luka pudar dan senyum hanya membalut segala luka yang menganga nyeri di dalam dada. "Nggak papa, gue nggak perlu maaf dari lo. Toh, disia-siain sama lo gue ngerasa jadi...