Jangan lupa vote dan komen okey plissss (ampe sujud-jujud nih)
Rinjani berputar, memeluk angin sebelum akhirnya jatuh ke dalam pelukan Meru.
Meru mengangkat tubuh Rinjani dan secara bersamaan gadis itu melengkungkan tubungnya juga menaikan salah satu kakinya.
"Sudah cukup untuk hari ini, kalian boleh istirahat atau langsung pulang," seru wanita bersanggul itu dengan seulas senyum.
Sesegera mungkin Rinjani melepaskan diri dari Meru dan melepas sepatu baletnya, lalu berjalan tergesa-gesa.
Meninggalkan Meru yang kini tersenyum lelah.
Rinjani terus memacu langkah tanpa sedikit pun menoleh ke sekelilingnya. Dia bahkan tidak berniat untuk berpamitan pada guru keseniannya.
Tentu saja itu semua adalah bagian dari tindakan menghindari Meru, tapi ....
"Kalo lo lari pasti gue kejar," ucap cowok itu ketika berhasil menghentikan langkah Rinjani.
"Gue nggak lari! Lagian nggak ada juga yang seneng dikejar-kejar setan!" tandas Rinjani sarat akan permusuhan.
"Dan enggak ada juga setan setampan gue."
Rinjani langsung memasang wajah idih najis.
"Udah, ya? Jangan ganggu gue. Gue capek."
Walau respon Rinjani begitu, Meru tetap memasang cengiran lebarnya. "Gue traktir minum mau?" tawarnya masih belum menyerah.
Rinjani menghela napas. Memutar bola mata malas. "Lo udah tahu jawabannya."
"Oh, nggak mau ya?" Kali ini cowok itu tersenyum kecut. "By the way ... gerakan tari lo tadi bagus banget, yaaah nggak heran sih secara lo kan mantan ballerina berbakat."
Sebelumnya Rinjani memang pernah mengikuti les balet, menjadi ballerina yang cukup terkenal saat SMP.
"Basa basi lo kebanyakan basinya, Ru. Mending lo urusin aja kaki lo yang sering kesandung itu dari pada ngomentarin gerakan gue yang jelas udah bagus meski di hari pertama latihan," ujar Rinjani panjang lebar.
Meru segera bergeser ke sebelah kanan ketika Rinjani hendak melewatinya.
"Apaan sih lo?!" kesal Rinjani.
"Lo pikir ... dengan lo bersikap kayak gini gue bakal ngejauhin lo? Nggak. Sama sekali nggak Jani." Meru tersenyum, senyum yang membuat Rinjani menggertakkan giginya. "Gue, Maha Meru, akan terus ada di hidup lo ... di samping lo."
"Mau lo apa sih?!" Nada suaranya naik beberapa oktaf. "Kalo udah pergi nggak seharusnya lo kembali seolah semuanya baik-baik aja," tekan Rinjani dalam. Manik indahnya berkilat marah. Cenderung muak menghadapi Meru yang seperti sekarang ini.
"Gue cuma ma-"
Rinjani memotong kalimat Meru bersamaan dengan telunjuknya yang terangkat di depan wajah cowok itu. "Harusnya lo sadar, kalo selama ini ... lo terlalu egois." Senyum sinis terbit di bibir merah jambu itu. "Apa yang udah lo lakuin ke gue terlalu kejam. Mungkin rasanya lebih sakit dari pada diselingkuhin, karena saat dengan percaya dirinya gue berpikir kalo gue ini penting buat lo tapi kenyataan justru menunjukkan hal yang sebaliknya."
Entah atas dasar apa kekehan sumbang keluar dari mulut Rinjani, membuat cowok di hadapannya kian membungkam. "Gue ... nggak pernah lebih dari sekedar pelarian. Hm, sehina dan serendah itu gue di mata Maha Meru yang agung."
"Jani ...."
"Jadi jangan pernah lo deketin makhluk rendahan ini lagi!" Rinjani berlari setelah melempar sepatu balet yang sedari tadi ia tengteng. Menyelematkan setengah hatinya yang tersisa.
Bukan saja teriris, Meru merasa hatinya tercabik-cabik. Sedalam itu luka yang telah ia torehkan di hati Rinjani dan sampai saat ini dia masih belum bisa menyembuhkannya.
Lagi-lagi Meru hanya terpaku memandang punggung Rinjani yang semakin menjauh dengan tatapan kosong serta perasaan yang kacau balau.
"Gue emang yang paling egois Jani," gumam Meru dengan helaan napas frustrasi.
***
Kayla datang bersama wajah muram yang ia pamerkan, membuat Rinjani segera berdiri menghampirinya, menuntun sahabatnya itu untuk duduk di atas tempat tidur.
"Gue keluar dari grup The Princess Blue." Gadis itu lebih dulu membuka suara sebelum Rinjani bertanya.
"Kenapa?" Rinjani tahu ada sesuatu yang terjadi di antara Kayla dan tiga orang sahabat SMP-nya.
Kayla menoleh-menatap Rinjani. Sesaat bulu matanya bergetar, mungkin karena menahan air mata yang hendak menerobos keluar. "Mereka bikin grup chat tanpa gue Jan, menurut lo buat apa gue tetep gabung?"
Kali ini air mata Kayla turun membasahi pipi. Mati-matian dia menahan isak tangisnya.
Setidaknya sebelum Rinjani menarik gadis itu ke dalam pelukannya.
Isak tangis Kayla terdengar begitu pilu di dalam pelukan Rinjani. Dia mengadukan segala sesak di dadanya pada Rinjani, hanya pada Rinjani.
"Gue nggak tahu salah gue di mana sampe mereka memperlakukan gue berbeda, Jan. Selama ini gue selalu berusaha jadi sahabat yang baik." Sesekali Kayla menyusut air matanya, sebelum akhirnya kembali bercerita.
"Gue nggak pernah keberatan ngasih mereka contekan setiap hari, ikut patungan buat ngerayain ultah meski gue harus nggak jajan selama tiga hari atau ngerjain tugas kelompok sendirian karena cuma gue yang bisa ngerjain."
Jadi ini alasan kenapa sekarang lo males belajar dan milih nyontek, Kay?
Lo ... terlalu kecewa?
"Tap-tapi ...." Tangisnya Kembali pecah. Rinjani mengeratkan pelukkannya, membelai rambut pendek Kayla selembut mungkin. "Tapi tetep aja mereka nggak pernah mandang gue, Jan. Apa pun yang gue lakuin nggak pernah ada artinya."
"Ssstttt, lo nggak perlu sedih atas kesalahan orang lain. Lo nggak salah, mereka aja yang nggak tahu diri." Mendengar cerita Kayla, Rinjani jadi sedikit emosi juga. Keterlaluan sekali teman-teman Kayla itu.
Rinjani memberi jarak, mencengkeram kedua bahu Kayla-menguatkan. "Mulai sekarang ... lo nggak perlu ngelakuin apa pun buat orang lain, buat di'anggap' sama orang lain. Lakuin apa pun buat diri lo sendiri. Karena kalimat kita akan lebih bahagia kalau nggak mikirin tanggapan orang lain itu emang bener."
Lalu Rinjani tersenyum di akhir kalimatnya dan senyum itu berhasil menular pada Kayla.
"Thanks, Rinjani. Gue selalu lebih tenang setelah bicara sama lo."
"Gue juga," balas Rinjani sembari menghapus jejak air mata di pipi Kayla. "Mereka itu temen-temen SMP lo kan?"
Kayla mengangguk.
"Mereka masalalu. Temen lo sekarang itu gue, jadi biarin aja mereka mau gimana okey?"
"Aaaaaa sayangggg Janiiiii!" teriak Kayla kembali pada suara cemprengnya dan tidak ada yang bisa Rinjani lakukan selain terkekeh sembari menyambut pelukan Kayla.
_Tbc_
Saya lagi libur kerja ceritanya makanya bisa publish hehe
Thanks udah mau baca♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pelarian
Teen FictionRasa sakit itu, tidak pernah bisa terlupakan .... Waktu tak sanggup membuat sang luka pudar dan senyum hanya membalut segala luka yang menganga nyeri di dalam dada. "Nggak papa, gue nggak perlu maaf dari lo. Toh, disia-siain sama lo gue ngerasa jadi...