Kelewat kesal, pagi-pagi Rinjani sudah membuat gaduh karena tiba-tiba menendang mejanya hingga terdorong beberapa meter.
"Sialan! Masih aja pada ngotorin meja gue! Mau kalian apa sih? Mau bikin gue sakit gigi tiap hari ngasih cokelat!" Gadis itu mengomel membuat kelas hening tanpa suara.
Manik hitam menyorot tajam cowok berseragam rapi yang duduk paling depan. "Heh, Pak Ketu, bisa nggak sih itu uang kas dipake beli gembok sama kunci kelas? Biar kelas ini tentram. Sekalian penjaga sekolah nggak perlu repot-repot ngunci kelas ini," ujarnya dengan wajah judes.
"I-iya bisa, nanti aku beli," jawab si ketua kelas. Siapa sangka dia adalah salah satu pengangum rahasia Rinjani yang juga tidak pernah absen meletakan cokelat di meja Rinjani.
Rinjani mengangguk puas. "Bagus." Lalu dia membenahi kembali letak mejanya, menyingkirkan segala macam benda di atas meja secara asal, menyebabkan benda-benda itu berjatuhan di atas lantai.
"Duduk, Jan. Bentar lagi guru masuk-"
"Selamat pagi anak-anak!"
"Nah, kan." Kayla terkikik geli. Rinjani buru-buru mengambil posisi duduk.
"Pulang sekolah lo latihan lagi?" Kayla berbisik disela kegiatannya mengeluarkan alat tulis.
Rinjani menoleh, menatap Kayla kelewat serius. "Lo mau gantiin gue nggak, Kay?"
"Jangan ngada-ngada lo ah."
"Kay ...."
"Nggak!" tolak Kayla tegas. Rinjani sontak membuang muka.
***
Ingin sekali rasanya dia berkata kasar. Tapi melihat adik kelasnya yang kini pucat pasi, Rinjani tidak tega juga.
Siapa juga yang tidak takut melihat wajah galak Rinjani? Jika ada anak kecil yang mendapat pelototan Rinjani pasti sudah ngompol.
Pada akhirnya Rinjani hanya bisa menghela napas dan meninggalkan gadis yang beberapa saat lalu menabraknya tanpa kata-kata.
Dipandangi sekali lagi seragamnya yang dinodai jus buah nada. Rinjani memukul dinding kesal.
Bahkan Kayla yang sejak tadi menyaksikan kejadian secepat kilat itu hanya bisa diam tanpa suara.
Rinjani berbalik, menatap Kayla masih dengan wajah dongkolnya. "Kay, lo ada nyimpen seragam lain di loker nggak?"
Kayla menggeleng berlebihan. Rinjani mencak-mencak dan kembali memukul dinding-kesal.
"Nih, pake seragam basket gue aja." Entah datang dari mana, Gabril tiba-tiba saja menyodorkan kaus berwarna biru kepada Rinjani.
"Nggak, makasih," ucap Rinjani dingin. Gadis itu melangkah melewati Gabril. Kayla lagi-lagi mengekor tanpa suara.
Namun baru dua langkah kakinya berderap, seseorang menghentikan langkah Rinjani.
"Bisa masuk angin loh, Jan. Kita beli baju aja di koperasi gimana? Gue beliin, deh," ucap cowok itu diakhiri senyum.
Rinjani menatap cowok itu, siapa pun tahu bahwa dia adalah Kevin Amhar. Anak pejabat kaya raya yang merangkap menjadi model terkenal. Wajahnya yang sering petantang-petenteng di majalah juga televisi tentu membuat Rinjani mengenali cowok itu.
"Gue bisa beli sendiri," ucap Rinjani masih dengan nada dinginnya. Dia kembali melangkah.
Sementara itu Kayla jingkrak-jingkrak menahan jeritannya. Berdiri di depan Kevin dengan mata berbinar.
Rasanya seperti mimpi, bisa berhadapan dengan si tampan Kevin seperti ini. Karena cowok itu memang jarang masuk sekolah saking sibuknya. Walau pun dia masuk, kesempatan untuk bertemu tentu sangat tipis.
"Kevin, gue ngefans banget sama lo! Bo-boleh minta fotbar?!" ujar Kayla tanpa sadar mengeluarkan suara toanya.
Kevin terkekeh. Membuat Kayla semakin belingsatan. Tidak menyangka Kevin bisa berkali lipat lebih tampan saat tertawa.
"Boleh. Lo temen Rinjani kan?"
Kayla angguk-angguk kelewat semangat. Tanpa membuang waktu dia segera mengeluarkan handphone-nya, membuka fitur kamera.
Satu jepretan dan Rinjani sudah berteriak memanggilnya.
"KAYYYY!"
"Iya-iya!" Kayla balas berteriak.
Kevin tertawa kencang. "Rinjani bener-bener galak ya."
"Dia emang gitu," sahut Kayla ikut tertawa.
Saat Kayla kembali memandang Rinjani, sahabatnya itu sudah dikerumuni beberapa cowok.
"Nggak usah gue bilang," ketus Rinjani. "Minggir gue mau lewat!" ujar Rinjani saat tahu Kayla sudah di belakangnya.
"Ayolah, Jan. Gue ikhlas kok beliin seragam ini buat lo," ucap salah seorang cowok yang mengelilinginya.
"Bye! Gue nggak ada minta buat dibeliin baju okey?" sahut Rinjani sebelum melangkah pergi.
"Nyerah aja lo semua! Percuma sok pahlawan di depan Rinjani, nggak akan ngaruh apa-apa!" teriak seseorang di ujung koridor.
Sebelah tangannya berkacak pinggang, sementara tangan lainnya memegang seragam baru. Seragam siswi.
"Ikut gue." Meru menyeret Rinjani seperti menyeret anak domba.
Rinjani jelas memberontak. "Lepas nggak?! Gila ya lo!" Tapi Meru tidak menghiraukan. "Kayla tolongin gue!"
"Ampuuun, Jan. Nggak ikutan!" Kayla berlari pergi meninggalkan Rinjani.
"KAYLAAA!" teriak Rinjani menggelegar.
Kayla menutup telinganya tanpa repot-repot menghentikan langkah.
"Keluar kalian semua," titah Meru garang. Kini cowok itu berperan sebagai preman penguasa sekolah, seolah sekolah ini miliknya.
Siswi-siswi yang sedang mengobrol di toilet rusuh keluar. Takut melihat wajah Meru yang tidak seperti biasanya.
Sedangkan Rinjani menganga di tempatnya. Baru menyadari dirinya berada di toilet cewek hanya berdua saja dengan Meru.
"Sakit ya lo, Ru?" ujar Rinjani.
"Sana ganti baju," titah Meru sembari menjejalkan seragam yang jelas masih baru itu ke tangan Rinjani. "Cepetan."
"Nggak. Jangan maksa deh!" ucap gadis manis itu sebal.
"Ganti nggak? Ganti nggak? Gantilah masa nggak!" Lalu Meru tertawa.
"Sinting!"
Meru berdecak. Ditariknya pinggang Rinjani membuat gadis itu menjerit histeris.
"Ru!" bentak Rinjani.
"Diem!" Meru ikut membentak. Rinjani refleks menutup kedua matanya selama beberapa detik.
Lalu ....
Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi kiri Meru. Meninggalkan jejak merah di sana.
Ya, Rinjani baru saja menampar Meru. Tepat setelah cowok itu berhasil membuka kancing teratas seragam Rinjani.
Tapi Maha Meru justru tersenyum puas, mengabaikan nyeri di ujung bibirnya yang sobek.
"Bajingan lo emang!" Bersamaan dengan itu Rinjani menendang kaki Meru, kemudian masuk ke salah satu bilik toilet.
Bruk!
Suara pintu yang dibanting Rinjani.
_Tbc_
Jangan lupa follow ya temaaaan.
Awas aja nggak vote sama komen, baca doang.
Segeralah bertobat wahai para sider.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pelarian
Teen FictionRasa sakit itu, tidak pernah bisa terlupakan .... Waktu tak sanggup membuat sang luka pudar dan senyum hanya membalut segala luka yang menganga nyeri di dalam dada. "Nggak papa, gue nggak perlu maaf dari lo. Toh, disia-siain sama lo gue ngerasa jadi...