Gabril berdecak kesal sedetik setelah membaca pesan dari Bima. Lalu di detik berikutnya panggilan masuk dari orang yang sama membuat cowok berambut gondrong itu mengumpat.
"Harus banget ya gue terlibat lagi?" Serobot Gabril begitu telepon terhubung.
"Please, tolongin gue lagi Bril. Anak-anak sekolah yang kemarin kita kalahin tawuran nggak terima dan nyerang sekolah gue bawa sekolah lain juga." Bima terdengar frustrasi.
"Bim, gue males ber-" ucapan Gabril terpotong ketika mendengar suara debaman dan kaca pecah di seberang telepon. "Oke gue ke sana sekarang!" Memutus panggilan sepihak, Gabril lagi-lagi mengumpat kesal dan segera memacu langkah.
Harusnya, sejak awal dia memang tidak usah terlibat. Ini akan menjadi masalah besar jika pihak sekolah tahu, apalagi dia terlibat tawuran sebagai anak sekolah lain.
Jika kasus bertukar seragam yang dilakukan kakak kelas tahun lalu saja sudah mendapat surat peringatan. Bagaimana dengan kasus yang tengah ia lakukan saat ini? Terburuk mungkin dia akan dikeluarkan dari sekolah.
"Sialan!" desis cowok itu.
Dia memacu langkah lebih cepat, hampir seperti berlari, ketika ponsel di genggamannya kembali bergetar.
Tetapi, baru beberapa saat ponsel itu bergetar kini benda persegi itu terlempar sejauh dua meter. Tepat ketika tubuh Gabril bertabrakan dengan tubuh langsing seorang gadis.
"Sakiiit!" teriak gadis itu keras.
Sesaat tubuh Gabril membeku, mencerna apa yang terjadi saat ini. Kemudian fokusnya terbagi antara ponselnya yang hancur dan seorang gadis yang meringis kesakitan dengan posisi duduk.
Pada akhirnya Gabril bergerak cepat menghampiri gadis itu. Membantunya berdiri. "Rinjani ... maaf gue buru-buru." Lalu cowok itu meninggalkan Rinjani begitu saja setelah sebelumnya memungut ponselnya yang mungkin sudah tak dapat tertolong.
Rinjani menganga lebar.
Masih tidak percaya dirinya ditinggal kabur setelah ditabrak seenak jidat. "Brengsek emang!" sinis Rinjani. "Ngapain juga tuh berandal satu rusuh banget. Jangan-jangan mau tawuran lagi." Gadis itu mulai kepo.
Sampai lupa tujuan awalnya ke toilet karena kebelet pipis.
"Ihhh! Ngapain juga gue kepo!" jerit gadis itu kemudian berbalik pergi, kembali ke kelasnya. Mengurungkan niatnya untuk pergi ke toilet
***
"Jan, Meru ngekor di belakang kita," bisik Kayla.
Rinjani memasang wajah tidak peduli. "Nggak usah dipeduliin, biarin aja. Nggak penting," ucap gadis itu judes.
"Lo lagi deket sama berandal sekolah itu ya, Jan?" Yang dimaksud berandal adalah Gabril.
Rinjani nyaris melompat saking kagetnya. Sejak kapan 'setan' itu berada tepat di sampingnya?
Gadis itu melotot sebagai respon, bibirnya terkantup rapat, enggan berbicara.
"Kalo lo suka yang berandal-berandal gue bisa kok lebih berandal dari dia. Gue bisa jadi apa pun yang lo mau." Meru mengukir senyum madu.
Rinjani memutar bola mata sesaat kemudian kembali berjalan tak acuh. Sementara Kayla meniup-niup poninya kesal, karena lagi-lagi menjadi nyamuk di antara Meru dan Rinjani.
Kali ini Meru memaku langkah. Membiarkan saja Rinjani pergi. Dia hanya tersenyum singkat ketika Kayla melempar senyum.
"Gue pasti bisa dapetin lo lagi Rinjani!" teriak Meru tiba-tiba, membuat langkah Rinjani berhenti seperkian detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pelarian
Teen FictionRasa sakit itu, tidak pernah bisa terlupakan .... Waktu tak sanggup membuat sang luka pudar dan senyum hanya membalut segala luka yang menganga nyeri di dalam dada. "Nggak papa, gue nggak perlu maaf dari lo. Toh, disia-siain sama lo gue ngerasa jadi...