Love and Death : Chapter 2B

932 131 3
                                    


.

.

Xiao Zhan teringat beberapa hari lalu saat Mubo menabrak pemuda kecil dengan kening bernoda merah. Harusnya ia segera menangkap maksud dari perkataan pemuda itu. Rasa sesal menyelimuti hati Xiao Zhan. Xiao Zhan kembali ke rumahnya dengan kacau. Ya, Yibo dan Wenhan secara kebetulan tidak ada di rumah.  Mereka pasti sedang berlatih band dengan teman kampusnya, pikir Xiao Zhan saat itu.

Xiao Zhan menjatuhkan dirinya pada kasur empuk yang lama ia tinggal.  Ia meringis kala tangan kirinya tak sengaja membentur permukaan kasur terlalu keras. Xiao Zhan baru teringat akan luka yang ia dapat di Chinami. Tempat yang indah menyimpan banyak kenangan.

Tanpa sadar jarinya mengetik sesuatu di handphone. 'Chinami berarti seribu ombak.'  Xiao Zhan tersenyum miris, menutup kembali ponselnya. Lagi-lagi ia menangis. Entah mengapa, ia mulai menyesali permintaan bodoh malam itu. Untunglah dia tidak mengajak kedua adiknya. Bagaimana jika ia sampai membawa anak kembar itu?
Xiao Zhan teringat sesuatu yang ia sengaja beli di festival. Kalung bandul batu permata berwarna hijau muda. Sesuai bulan lahirnya batu itu memiliki arti kekuatan, kelimpahan, serta kemakmuran. Xiao Zhan berharap Wang Yibo menyukai pilihannya. Sementara untuk Li Wenhan, ia memilih warna merah sesuai dengan bulan lahirnya. Batu itu memiliki makna kebijaksanaan, kesehatan, keberanian, serta cinta. Entah mengapa, ia tertarik untuk membeli dari seorang kakek dengan baju kimono lusuh. Kakek itu mengatakan batu ini memiliki makna yang bagus untuk seseorang yang berharga.
Bunyi ponsel mengagetkan Xiao Zhan. Ia segera meraih benda persegi itu tanpa melihat nama yang tertera.

"Halo?"

"Hahaha!"

Suara tawa wanita di seberang

Xiao Zhan melihat layar ponselnya untuk memeriksa siapa yang menelponnya. Akan tetapi, nomor yang menghubunginya adalah nomor luar negeri. Suara wanita itu terus saja tertawa, tetapi ada kalanya seperti isakan. Merasa sedikit takut, Xiao Zhan mematikan sambungan telepon itu sepihak.

Baru kali ini ia mendapat telepon seseram itu. Mungkinkah orang itu salah sambung? Belum saja lima menit, ponselnya berbunyi lagi. Kali ini Xiao Zhan dengan cermat melihat nama yang tertera di layar persegi itu. Matanya berbinar mendapati nama 'Wang Yibo'.

"ZHAN GE?"  seru Wang Yibo dari seberang sana.

"Wang Yibo? Kau di mana?"

"Gege, apakah kau baik-baik saja?"

"Iya. Aku baik-baik saja. Kau di mana, Bo-Di?"

"Aku di Chi---aku segera pulang."

Sambungan telepon terputus begitu saja. Xiao Zhan mendesah kecewa. Hari sudah gelap, tetapi kedua adiknya tak kunjung pulang. Xiao Zhan hendak menyalakan lampu di dekat pintu. Namun, mata bulat itu terbelalak kaget melihat sosok pemuda dengan jaket tebal  telah duduk diranjangnya. Li Wenhan telah memegang batu merah dan tersenyum secara misterius ke arah Xiao Zhan.

"WENHAN!" Xiao Zhan mengelus dadanya.

"Xiao Gege, aku mengagetkanmu."

"Huft! Hampir saja jantungku lepas dari tempatnya!"

"Haha, aku akan mencari cara agar kembali ke tempatnya, Ge."

"Konyol." Xiao Zhan berhambur ke pelukan didi manisnya yang ia rindukan.

"Aku sangat takut terjadi sesuatu dengan Gege."

"Aku baik-baik saja. Kenapa bajumu tidak seharum biasanya, Wenhan?"

"Oh, aku menginap di tempat Darren. Gege tidak ada, Ibu Kim tidak ada. Wang Yibo juga pergi. Aku kesepian tidak ada yang memasakan makanan untukku. Aku hanya membawa baju sedikit. Karena aku tahu Gege akan lelah mencuci baju terlalu banyak."
Xiao Zhan tersenyum, kemudian ia mengacak rambut sang didi.

"Kalung itu untukmu. Jangan kau lepas, ya! Warna hijau milik Wang Yibo." Wenhan dengan segera memakai kalung dengan bandul batu merah.

"Xiao Ge, kenapa kau terlihat sedih? Apa yang terjadi?"

Xiao Zhan akhirnya menceritakan kejadian yang ia alami. Termasuk tentang kematian Mubo pada Wenhan. Wenhan turut simpati dengan kejadian yang Xiao Zhan alami. Meski dalam hatinya girang bak dapat lotre.

"Tadi ada seseorang yang menghubungiku. Tapi aneh nomornya dari luar dan suara wanita tertawa."

Wenhan mengerutkan keningnya. Namun, ia tetap berusaha bersikap biasa saja. Ia mengatakan pada sang gege jika mungkin orang itu sambung. Xiao Zhan setuju dengan pendapat sang adik.

💜💜💜

Love and Death✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang