{16}

2.2K 248 62
                                    

Sudah terhitung dua hari Luna di Amerika, dan dua hari itu juga kemampuannya berkembang pesat, bagaimana tidak? Luna memilih berlatih ketimbang menyetujui ajakan jalan-jalan mengelilingi Amerika bersama pamannya.
Dan dua hari itu juga Luna menonaktifkan ponselnya, ia hanya tidak mau menjawab macam-macam pertanyaan yang akan dilontarkan teman-temannya.

Luna sebenarnya juga ingin ke London menjenguk teman-teman hewannya tapi dia ragu untuk berbicara kepada pamannya, akhir-akhir ini pamannya terlihat sedang memikirkan sesuatu bahkan kesehatan pamannya sempat menurun.

Dan sekarang, Luna sedang berada di ruangan khusus untuk eksperimen. Berbagai ramuan, racun, dan hasil eksperimen tertata rapi.

"Paman, ini apa?" Tanya Luna saat netranya tak sengaja menatap sebuah etalase polos yang berisi gantungan kunci berbentuk robot.

"Itu adalah eksperimen pertama milik tuan Dhananjaya, itu memang seperti gantungan kunci tapi kegunaan dari robot itu akan membuat orang yang melihatnya takjub, robot itu bisa berubah menjadi sebesar manusia, bahkan kita bisa memprogram wujudnya untuk menjadi seperti dan juga bisa berkelakuan seperti manusia pada umumnya" jelas Sam yang menemani Luna diruangan ini.

Luna mengangguk paham lalu melihat-lihat hasil eksperimen lainnya.

"Jika nona ingin belajar dengan cepat, nona bisa menggunakan robot SA ini, ia bisa mengajari nona dengan jelas" ujar Sam.

Luna mengangguk setuju, lalu Sam mengaktifkan robot SA.

"Bip siap melayani anda nona bip."

Setelah itu, Luna mempelajari semua tentang yang ada diruangan itu bersama robot SA.

Tidak butuh waktu lama untuk Luna mempelajari semuanya, dibantu dengan otak pintarnya ia bisa mempraktekkan semua yang diajarkan robot itu.

Setelah berada diruangan itu, Luna menghampiri pamannya yang tengah menikmati langit Amerika dengan segelas teh.

Luna duduk disamping pamannya dan memeluk pamannya dari samping, Luna tahu pamannya butuh sandaran dan teman cerita.

"Paman mau cerita?apa yang paman pikirkan sampai-sampai kesehatan paman menurun" tanya Luna.

"Paman tidak apa-apa Luna" jawab Dylan.

"Paman jangan menyembunyikan sesuatu dari Luna, Luna tahu paman butuh seseorang untuk mendengarkan paman, Luna siap untuk menjadi pendengar dan tempat bersandar yang baik" ujar Luna.

Dylan tertegun, keponakannya sangat tahu apa yang ia butuhkan, dan itu malah membuat Dylan semakin sedih. Dylan memandang wajah Luna kecuali matanya, kulit Luna yang semakin hari semakin putih, suhu tubuhnya yang kian dingin, dan jangan lupakan rambutnya yang juga ikut memutih seiring warna kulitnya.

"Paman hanya lelah, lelah menghadapi semua ini, paman juga takut jika dia datang dan akan memisahkan kita, kamu adalah satu-satunya harta paling berharga untuk paman, Luna" ujar Dylan.

Luna diam, ah Luna tahu siapa dia yang dimaksud pamannya, "Luna akan berusaha untuk berada disamping paman, menemani masa tua paman, paman tenang aja."

'walaupun Luna tidak terlalu yakin, apakah itu bisa' lanjut Luna di dalam hati.

Dylan memeluk Luna dengan sayang, Dylan juga tidak yakin apa yang dibicarakan Luna tadi.
Tadi malam, Dylan bermimpi bertemu dengan Dena dan Devan, mereka mengatakan jika merindukan Luna dan ingin bertemu Luna, pikiran negatif terus muncul dipikiran Dylan, ia tidak siap untuk kehilangan Luna, menurut Dylan pertemuannya dengan Luna masih terbilang singkat.

"Paman, jika paman lelah mengurus perusahaan mama, papa dan perusahaan-perusahaan keluarga kita yang lain, Luna siap membantu" ucap Luna.

Perusahaan yang Dylan urus tidak hanya satu, bayangan kan saja, hampir semua anggota keluarganya memiliki perusahaan, dan jangan lupakan besan-besan keluarganya yang juga memiliki perusahaan raksasa, bahkan Dylan berencana untuk menyatukan beberapa perusahaan itu, tiada hari tanpa melihat berkas, Dylan lelah.

Luna's Eyes of Death [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang