[6]

685 120 22
                                        

San tidak tau kapan terakhir kali dirinya berbelanja. Yang jelas, siang itu ketika dia ingin memasak mi instan ternyata tidak ada yang tersisa kecuali makanan kucing punya Bella. Dia tidak punya pilihan lain selain membelinya keluar juga membeli stok mi instan untuk sebulan ke depan.

San sebenarnya orang yang sangat buruk dalam hal memasak. Dia pernah membuat dapur rumah Seonghwa seperti kapal pecah hanya untuk menggoreng telur. Tapi setidaknya dia bisa memasak mi instan dengan mengikuti petunjuk penyajian.

Pemuda Choi itu memakai hoodie abu-abu yang selalu dipakainya ketika ingin keluar --pemberian satu-satunya dari sang Ibunda. Hoodie itu membuat San seperti berada dalam pelukan Ibunya, menenangkan dan menghangatkan.

Langkah kecil itu menyusuri jalanan Seoul yang sangat gelap, sengaja melewati jalan tikus karna dirinya tidak suka keramaian. Membayangkan orang-orang berdesakan dan saling bersentuhan satu sama lain benar-benar membuatnya merinding.

Yang paling parah, itu bisa saja membangkitkan traumanya.

San sengaja menuju minimarket yang tidak terlalu jauh dari apartemennya. Pada dasarnya dia bukan orang yang suka keluar rumah kecuali untuk dua hal, sekolah dan bekerja.

Ah, jangan lupa dirinya juga sering mengunjungi sungai Han di akhir minggu. Tempat itu membuat San merasa familiar, seperti ada kenangan yang tertimbun di dalamnya, tapi San sama sekali tidak mengingatnya.

San menghela nafas, memilih mi instan secara acak dan langsung memasukkannya ke keranjang, lalu berjalan ke kasir untuk membayar.

Suara kegaduhan dari luar menarik perhatian San, ada empat orang --tiga orang berpakaian serba hitam yang mengejar seorang laki-laki yang memakai kemeja merah. San sepertinya tidak asing dengan wajah korban yang dikejar, tapi karna kejadian yang berlangsung sangat cepat membuatnya tidak bisa mengenali sosok itu.

"Adek," panggil penjaga kasir.

San menoleh.

"Kau memberhentikan antrian."

San yang tersadar buru-buru mengambil plastik belanjaannya dan keluar dari minimarket.

Begitu San keluar, sekelompok orang yang tengah kejar-kejaran itu sudah tidak ada. Dia menggidikkan bahunya acuh, bukan urusannya juga kok.

San kembali berjalan melewati rute yang sama di mana dia berangkat tadi, menyusuri jalanan setapak yang remang-remang.

Tiba-tiba dari arah berlawanan, seseorang menarik San dan membekap mulutnya, menghentikan teriakan San yang tadinya ingin dia keluarkan.

Perlahan manik kucing yang memicing sinis itu berubah datar.

Meskipun cahaya remang-remang, San masih bisa mengenali sosok yang seenak jidat menariknya ke gang sempit sambil membekap mulutnya.

"Sst, nanti kita ketauan," bisik Wooyoung.

Yeah, si detektif Jung yang menjadi pelaku penarikan dan pembekapan tadi.

Menit berikutnya San mendengar derap langkah, lebih dari satu orang. Dia dan Wooyoung saling berpandangan.

Oh, ternyata yang dikejar-kejar tadi adalah Wooyoung. Pantas saja perawakannya tidak asing.

"Dia ke mana?"

"Jalan ini cuma ada pertokoan, tapi kalo lurus bisa nembus ke Grand Florist Apartment."

"Kita ke unit apartemennya!"

Setelah sekumpulan orang-orang itu pergi, Wooyoung dan San langsung keluar dari gang sempit, baju mereka sama-sama kotor karna tembok yang disandari tadi memang berdebu.

San yang menyadari situasi langsung menawarkan Wooyoung untuk menginap di apartemennya, karna dari hasil menguping tadi jelas sekali orang-orang itu akan mengepung apartemen Wooyoung.

Jika Wooyoung pulang sekarang itu sama saja dengan bunuh diri.

Wooyoung tentu menerima kesempatan emas itu dengan senang hati.

Mereka melalu rute yang biasanya dilewati San dan Wooyoung baru menyadari kalau jarak apartemen San dengan Ocean's Cafe ternyata tidak terlalu jauh. Bahkan hanya berjarak sepuluh menit dengan jalan kaki jika melewati jalan ini.

Seperti biasa, Bella selalu menyambut kepulangan San dengan meongan.

San langsung menggendong kucing abu-abu itu, memanjakannya dengan usapan lembut yang dibalas dengkuran.

Wooyoung yang masih menenteng plastik belanjaan, "Ini taro di mana?"

"Dapur, taro samping kulkas aja. Nanti biar Gue beresin."

Ah ya, Wooyoung menawarkan diri membawa belanjaan San karna kasian melihat tubuh sekecil itu harus membawa belanjaan yang sangat banyak.

San menurunkan Bella, "Udah dulu ya. Gue mandi dulu, nanti kita maen lagi," ujarnya pada si kucing.

Bella mengeong, lalu berjalan ke arah Wooyoung dan menggesekan kepalanya di kaki si Jung.

Wooyoung gemas, San benar-benar menganggap Bella seperti temannya. Yang paling membuat Wooyoung takjub adalah si bocah SMA itu tau apa yang dikatakan Bella seperti punya ikatan batin tersendiri.

Bella terus mengeong di sela-sela kaki Wooyoung, mencoba menarik perhatian. Si Jung yang peka langsung menggendong kucing tersebut sambil duduk di sofa, memanjakan Bella.

Beberapa saat lalu San keluar dari kamar mandi dengan mengenakan bathrobe, kebiasaannya ketika selesai mandi yang tidak langsung memakai pakaian. Dia menghampiri Wooyoung, menepuk pundak si Jung, "Mandi. Baju Lo kotor," titahnya.

"Tapi Saya engga bawa baju ganti," sahut Wooyoung.

Benar juga. Rencana menginap ini juga dadakan jadi pasti Wooyoung tidak mempersiapkan baju ganti.

San berpikir sebentar, "Kayaknya ada baju Gue yang seukuran sama Lo deh."

Wooyoung menatap sangsi sambil memandang tubuh San dari atas ke bawah.

"Beneran ada," San mencoba meyakinkan.

San langsung masuk ke kamarnya, mengacak-acak lemari bagian bawah, lalu menemukan sebuah kotak dan membawanya keluar.

Ini hadiah ulang tahun dari Yeosang ketika San berusia lima belas tahun. Belum pernah San pakai sama sekali sebab,

"Gue engga tau ukuran Lo tapi kayaknya engga beda jauh sih. Jadi Gue pake ukuran Gue."

Yang benar saja si Kang itu membandingkan ukuran badan San yang baru lulus SMP dengan dirinya yang sudah lulus dari sekolah umum, bahkan sudah lulus dari akademi memasak!

"Nih, pasti muat," ujar San sambil menyerahkan kotak tadi ke tangan Wooyoung.

"Kado ulang tahun?" tebak Wooyoung.

"Iya. Cuma yang ngasih kadonya bego."

"Kenapa?"

"Duh, mager Gue jelasinnya."

Wooyoung menerima kotak tersebut, lalu berjalan ke kamar mandi dan menutup pintunya. Suara gemericik air terdengar setelahnya.

"Bego!" pekik San yang baru menyadari kalau dirinya masih mengenakan bathrobe di depan Wooyoung.

DI DEPAN WOOYOUNG!

Apalagi ternyata bathrobe itu agak tersingkap, mengekspos dada San.

WOOYOUNG TIDAK MELIHATNYA 'KAN?

"Semoga aja engga," ulang San sebanyak tiga kali, seakan kalimat itu menjadi mantra jitu.

San buru-buru memasuki kamarnya untuk memakai baju sebelum Wooyoung selesai mandi. Dia harus menghilangkan kebiasaan buruknya yang satu itu. Untung Wooyoung bukan orang yang-- Sial, membayangkan aja udah buat San merinding.

Tapi setelah dipikir-pikir lagi, mana mungkin Jung Wooyoung bernafsu dengan tubuh San.

Tubuhnya 'kan.... jelek.

Hah~ San harusnya tidak boleh berharap banyak pada detektif Jung.

ToBeCountinued

Chapter depan ada susupre ya:3

[✓] The TargetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang