Memang mengesalkan jika punya satu orang yang tidak dapat diandalkan. Seperti orang yang berada di jarak lima meter dari gue sekarang. Pemuda itu tengah bergurau tanpa beban di depan gue yang sedang resah.
Di balik wajah resah gue, terselip amarah dan umpatan yang ingin gue tunjukkan pada satu orang itu.
"Masuk!" teriakan dari satu pria dewasa dengan wajah dingin berjalan ke tengah lapangan untuk menggiring kami setelah gerbang dibukanya dengan lebar.
Manusia satu lapangan yang sibuk menundukkan kepala untuk menghindari matahari sontak terdistraksi akibat kedatangan rombongan si pembuat ulah. Golongan terlambat, lupa membawa dasi, topi dan lain-lain.
Gue termasuk golongan si terlambat. Ya gara-gara oknum bernama Heesung itu, siapa lagi kalau bukan dia.
Setelah peserta upacara dibubarkan. Dibentuk suatu barisan yang diletakkan tepat di tengah lapangan. Kalau gini gimana caranya gue bisa minggir-minggir nyari tempat neduh di bawah pohon?
Gue masuk ke barisan kedua dari depan di pinggir. Tapi, momen yang mengesalkan terjadi didetik selanjutnya, yaitu saat raga gue ditarik ke belakang kemudian didorong ke samping. Sampai posisi gue saat itu berubah, dari yang semula di depan pinggir menjadi di tengah-tengah kerumunan.
Gue rotasikan kepala untuk melihat pelaku penarikan ini. Ada Jay yang menunjuk satu tempat kosong sembari mengangguk-anggukkan kepalanya untuk meyakinkan gue berdiri di tempat itu. Ya mau tidak mau gue harus segera menempatinya karena suatu alasan yakni tempat gue sebelum ini sudah terpenuhi manusia lain.
Di tengah-tengah anaknya tinggi-tinggi sialan. Mana gue pendek, jadi nggak kelihatan apa-apa, berasa simulasi jadi kurcaci kalau gini mah.
Tapi hal itu menguntungkan untuk gue. Tempatnya sedikit teduh karena dihalangi bayangan-bayangan orang di sekitar gue. Dan yang paling dominan adalah bayangan dari perempuan bertubuh gempal yang berbeda beberapa deret dari posisi gue. Sepertinya gue harus berterima kasih dengannya.
Hari ini musim kemarau, harusnya gue sudah menikmati dua cup es krim setelah upacara berakhir. Tapi realita dalam kehidupan gue ya seperti ini, mau tak mau gue harus menjalaninya.
Beruntung gue tidak melupakan satu benda yang amat sangat membantu gue, sebuah topi. Jadi sinar matahari tidak dapat menembus pucuk kepala gue yang dapat berakibat fatal yaitu kepusingan hingga seminggu lamanya.
Gue mengusap dahi. Peluh semakin menurun dari dahi setiap teriakan-teriakan yang berdesakan memenuhi gendang telinga. Entah apa yang dibicarakan, mungkin seputar hal yang tak jauh dari kata peraturan dan kemalasan.
Pagi gue hari ini sungguh sempurna. Lupa sarapan, lupa kunci pintu pagar rumah dan diteriaki dijam delapan pagi ini. Sempurna banget, mana gue lupa ngerjain PR, niat hati ingin gue kerjakan di sekolah pagi-pagi, tapi endingnya malah begini.
Gue berjinjit sedikit ketika teriakan ke delapan belas diserukan. "Ini yang sudah sering telat, sampai hafal wajah-wajahnya saya."
Seruan itu disuarakan sembari menarik Bang Heesung, kemudian dilanjut dengan Jay, Kak Jiung dan beberapa kakak kelas lain yang gue nggak tahu siapa. Mereka dibawa untuk dijadikan satu barisan yang berbeda dari barisan yang gue tempati.
Gue mulai takut. Gue turunkan ujung topi dan menunduk. Gue sama Bang Heesung selalu berangkat bareng, ya berarti telat bareng juga lah.
"Udah. Yang baru satu kali telat silahkan masuk ke kelasnya masing-masing."
Gue bernafas lega setelah pengumuman itu tersampaikan. Gue berjalan sembari menunduk mengikuti rombongan yang dibubarkan. Tapi Jay?
Gue buru-buru menengokkan kepala. Gue lihat dia di barisan depan dengan Bang Heesung di sebelahnya. Dia menoleh ke gue. Tak lama, pemuda itu menunjuk bibirnya sembari berdesis kemudian menggerakkan tangannya di udara seolah menyuruh gue pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detener | Jay
Teen Fiction"Gue pernah denger katanya 'Hugs make everything better' jadi, ayo sini gue peluk?"