Pernah nggak sih kalian ingin berkata sesuatu tapi harus nyiapin skenario dulu? Merangkai kata sebelum akhirnya dihafalkan agar tidak ada kesalahan pada saat pengucapan.Sebenarnya gue bukan tipe orang yang kayak gitu. Gue lebih sering mengucapkan apa yang terlintas di pikiran gue tanpa pikir panjang. Tapi hari ini gue nggak begitu.
Masalah utamanya, seseorang yang gue ajak bicara ini tuh Jay. Orang yang berniat gue benci beberapa hari belakangan karena sifatnya yang terlanjur membuat gue malas bersosialisasi dengannya.
Heesung selaku Abang gue yang duduk di kursi pengemudi saja sudah pasrah dengan apa yang gue kerjakan saat ini.
"Hai! Happy birthday ya!" Gue menggeleng. "Jay! Yo! Habede!"
"Selam---ck! Enggak!" Gue menepukkan cermin di paha lalu menggeser netra ke luar mobil.
Malam ini hari yang lumayan cerah dibanding malam-malam sebelumnya. Entah karena apa, tapi gue pikir ini tuh dunia berpihak ke Jay banget.
Pesta ulang tahun Jay gue denger-denger di desain di outdoor gitu. Dia nyewa suatu tempat yang nggak begitu gue tahu letak lokasinya dimana. Intinya pestanya bertema garden party. Itu yang gue dengar dari Bunda Jay.
Kalau tentang kenapa gue harus ikut ke sana. Gue emang harus, wajib malah. Nggak mungkin kalau gue nggak ke sana disaat gue diundang secara khusus oleh Bunda Jay dan diberi satu buah lembaran kertas berwarna merah tua yang bernama undangan.
Bang Heesung juga nggak bakal biarin gue nggak datang gitu aja. Dia bilang beberapa kali ke gue kalau nggak sopan kalau nggak datang, secara keluarga kita itu kan lumayan akrab.
"Jay hap----ih ... kenapa sih gue nggak bisa senyum." Gue melebarkan senyum terpaksa pada cermin bulat yang gue bawa. "Gue nggak bisaaaa!"
"Mumpung masih ada beberapa menit, ayo puter balik." Gue menepuk lengan kurus Bang Heesung membuat dia menahan kekesalan beberapa kali karena ulah gue. "Halah! Biasanya juga pinter ngomong. Tinggal ngomong kayak biasa aja."
"Kayak biasa tuh yang gimana????" Gue menatap dia dengan kedua tangan yang menodong. "Ya yang biasa. Biasanya lo cerewet."
Gue mengusak rambut frustasi karenanya. "Rambut lo udah ditata sampai dua jam ya. Jangan sampai Lo malu-maluin gue karena bawa gembel ke pesta ulang tahun temen gue sendiri."
"Yaudah jauh-jauh. Orang ini tuh cuma digerai biasa," tutur gue. "Secantik itu ya gue di mata lo Bang? Padahal cuma gini doang loh."
"Jijik," cibir dia berbisik. "Lebih cantik dari Kak Chaeyeon?"
Gue merangkul lengan lelaki itu dengan mata mengedip sampai beberapa kali. Bang Heesung memasang raut muka jijik dari tadi.
"Gila lo! Cantik dia lah!" Halah, bucin. "Putus besok putus."
"Turun."
"Loh! Loh! Gue bilangin bunda ya kalau lo nggak anterin gue sampai ke tujuan dengan selamat! Mana ini tuh malem-malem!" Bang Heesung memasang muka datarnya. Ia menyentil dahi gue pelan karena nggak mau make up gue rusak. "Udah sampe, mau di sini aja lo?"
Gue mengedarkan pandang kesekitar. Ternyata gue sudah sampai setelah sekian lama perjalanan. Gue menyengir, menata rambut gue dan menyelipkan satu jepit rambut warna perak di sisi kirinya.
"Gue nggak masuk dulu, nunggu yang lain." Gue melirik satu orang yang masih mengambil jas hitamnya di belakang. Lelaki berpakaian kemeja hitam yang kancingnya dibuka bagian atasnya itu membuat gue sukses melotot karena ucapannya barusan. "Lah?! Niat gue mau ke sana bareng lo. Biar nggak canggung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Detener | Jay
Ficção Adolescente"Gue pernah denger katanya 'Hugs make everything better' jadi, ayo sini gue peluk?"