"Cinta adalah perasaan tidak tau diri."
Agnes memutar bola matanya jengah, menatap sinis sepupunya yang duduk meringkuk memeluk lututnya di atas ranjang.
Malam itu rumah lenggang, mesti Genta syukuri sebab dengan begitu Oma tidak melihat perawakannya yang babak belur. Namun, Genta seperti kucing yang kepergok mencuri ikan di dapur. Lihat saja garis wajahnya, membuat siapa saja ingin mengasihani. Tapi jika itu Agnes apa mungkin?
"Makanya jangan berlagak jadi singa kalo nyalinya masih kucing rumahan," seloroh Agnes melempar hoodie hitam oversize milik pemuda itu.
Genta menarik hoodie yang mendarat mulus di kepalanya masih dengan tampang meluruh. "Reza rese, gue cuma lakuin pembelaan diri," ujarnya beralibi seraya memakai atasan tebal itu.
Agnes berdecih kasar. "Lo yang nonjong duluan anjir, di mana pembelaan dirinya."
"Ya ... " Bola mata Genta bergerak-gerak, bingung harus memberi alasan apa. "Nes," panggil pemuda itu dengan suara bak orang putus asa.
"Susah aja mendadak lembut, giliran gue yang susah suruh pikir sendiri. Gak tau diri," ucap Agnes sarkas, mengambil duduk di kursi depan meja belajar di sudut kiri samping ranjang.
"Kan lo sepupu gue, jadi harus saling tolong menolong biar berkah." Genta masih kekeh meminta pertolongan Agnes agar kala bertemu Oma bantu membuat alasan semasuk akal mungkin dan pastinya tidak sensitif.
Agnes menghembuskan nafas, bangkit dari duduknya, lantas menarik kasar tangan Genta. "Ya udah sana keluar, gue mau lanjut ngedrakor," pintanya.
"Tapi bener lo bantuin kan?" tanyanya memastikan.
Mengangguk pasrah, Agnes malas melihat wajah melas Genta meskipun menambah ketampanannya. "Iya, bawel lo."
Genta menarik dua sudut bibirnya, tersenyum lebar. "Lo emang sepupu gue tersegalanya emang."
"Heh sepupu lo gue doang kali."
"Ya, pokoknya lo terbaik deh."
"Udah ah sana lo keluar. Ganggu woi!"
Agnes yang terus mendorong, Genta yang berusaha menahan untuk mengungkapkan terima kasih dengan berlebihan lewat wajah penuh lebamnya. Hampir mencapai pintu namun terbuka terlebih dahulu dari luar, Bi Een menyembuhkan kepala.
"Kenapa, Bi?" tanya Agnes, meski sudah sedikit kalem namun tangannya masih berusaha mendorong tubuh Genta.
"Boleh masuk kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Teman [TERBIT]
Jugendliteratur"Sampe sini aja, ya, Nar. Jangan terusin lagi perasaan yang mustahil gue bales. Kalo emang lo bener-bener sayang sama gue, please lepasin gue." --- Ketika harapan hanya sebuah angan, ketika aku dan kamu tidak menjadi kita. Ini kisah Zinara yang sela...