6. Kaus putih

379 108 18
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Pulang sekolah siang itu Zinara dan Genta tidak langsung pulang ke rumah, mereka lebih memilih untuk singgah sebentar di restoran milik Oma hasil paksaan dari Zinara.

"Kalian dateng?" Oma datang menghampiri meja mereka.

"Iya, Oma. Genta katanya laper," sahut Zinara meletakkan tasnya di kursi samping.

Pemuda yang disebut namanya mendelik. "Bukannya lo yang rengek minta mampir," protesnya.

Zinara menyengir menyeringai. "Kan gue kangen Oma," katanya seraya memeluk pinggang wanita usia senja itu.

Oma terkekeh. "Tapi Oma gak bisa masak buat kalian," tuturnya yang sukses mendapatkan desahan kecewa dari dua remaja yang masih lengkap mengenakan seragam cokelat. "Oma ada tamu soalnya," jelasnya menunjuk meja yang berisi orang-orang berpakaian formal tak jauh dari mereka. "Partner bisnis," lanjutnya berbisik.

"Yaudah gak apa-apa lah, Oma. Lagian kan rasanya tetep mantul." Zinara mengacungkan jempolnya lantas menoleh dengan tatapan tajam. "Awas loh ya kalo minta nasi goreng," peringatnya menunjuk lurus.

Genta menaikkan satu alisnya. "Kenapa gitu?" Tak suka dengan usulan karena nasi goreng adalah masakan yang tidak bisa ditandingi rasanya.

"Gunanya gue ngajakin lo ke sini biar makan selain nasgor," cerocos Zinara dengan bibir dimaju-majukan.

Oma yang masih berdiri di depan meja bersedekap di bawah dada, sedangkan Genta menggerakkan bibirnya, menyinyir --meniru Zinara. "Emang lo yang ajakin tapi tetep gue juga yang bayar."

"Ya masa gue yang bayar. Harga diri lo sebagai cowok dimana?" Zinara sampai memajukan badannya.

"Jadi bahas harga diri nih?" Genta terpancing. Oma menurunkan tangannya, bersikap siaga jika Genta mulai lagi akan membahas harga diri.

Zinara langsung diam --terbungkam-- ia memilih mengangkat kepala ke arah Oma berniat meminta bantuan.

"Udah, udah." Oma melerai. "Kalian makan aja sepuasnya, Oma gratisin pokoknya," katanya menepuk bersamaan bahu Zinara dan Genta. "Jangan berantem, malu diliatin orang-orang."

"Oma emang luar biasa." Gadis itu tersenyum ceria, wajahnya langsung merekah setiap kali mendengar kata gratis, padahal keluarganya dari kalangan berada.

Oma pamit undur diri meninggalkan Zinara dan Genta yang kini membuka satu persatu kancing kemeja cokelatnya dan berlanjut menunduk bermain ponsel. Zinara yang menyaksikan kegiatan tersebut diam dengan bibir bawah yang dimajukan.

"Liatnya biasa aja." Genta meraup wajah Zinara yang semakin mencuatkan bibir. "Bibirnya gak usah monyong-monyong, keliatan banget jeleknya," imbuhnya mencibir.

"Entah ada masalah apa sama hati gue. Bisa-bisanya naksir sama cowok macam Genta." Kata Zinara membatin.

"Paan!" ketus Genta memasang wajah sok garang namun bukannya menyeramkan justru semakin terlihat lucu.

Cuma Teman [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang