18. Menghindar

450 74 52
                                    

"Aku mengenalmu namun tidak dengan masa lalumu."


"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Hari minggu tiba lagi. Sudah menjadi rutinitas pagi bagi Zinara untuk menyegarkan tubuh dengan berlari pagi keliling komplek atau bahkan sampai taman kota. Sepatu kest putih menjadi andalan gadis tujuh belas tahun itu, seperti biasa tubuh rampingnya dilapisi kaus hitam senada dengan celana training.

Zinara yang sudah siap keluar menuju teras, ayunan langkahnya mengarah menghampiri sepeda yang sejak subuh tadi sudah disiapkan. Tujuan Zinara menggunakan transportasi untuk pagi ini bukan karena ingin mengikuti trend yang baru-baru ini digandrungi masyarakat, alasan tepatnya yaitu agar Zinara tidak bertemu dengan Genta. Entah simpel atau merepotkan.

Sekadar informasi, dimulai dari kemarin, tidak--ralat--hari jum'at, Zinara memulai aksinya untuk tidak berjumpa dengan pemuda bertempat tinggal di seberang rumah.

Tidak mudah bagi Zinara yang notabennya gadis bucin yang selalu menempel di mana, kapan dan bagaimana Genta, harus menghindar bahkan samai enggan menatapnya barang sedikitpun, dan pastinya dengan usaha yang tidak mudah. Antara marah, kecewa dan malu karena telah ketahuan membaca diary yang memang bersifat privasi, biarlah, Zinara hanya butuh waktu.

Sepeda berplat merah yang mereknya terlihat samar--hampir menghilang--sebab termakan usia yang lama ia tuntun menuju gerbang.

"Enggak mau bareng Abang aja, Dek?" seru suara nyaring dari belakang.

Zinara menoleh sejenak, mendapati Daniel yang katanya hendak berolahraga namun terlihat keren untuk kegiatan itu tengah duduk di kursi depan--sedang mengikat tali sepatu--, Zinara menggeleng menolak. "Enggak ah, udah ketebak duluan pulangnya disuruh ngojek," selorohnya.

Daniel terkekeh. "Ya mau gimana lagi, Dek. Abang kamu ganteng banget sih, jadi pacarnya minta ketemu mulu."

Manusia dengan tingkat kepedean di atas rata-rata mengapa harus menjadi kakaknya? Meniru Baharja mungkin? Zinara ragu akan hal itu. Semoga saja tidak.

"Dosa, Bang, dosa berduaan mulu. Katanya bakal ada yang ke tiga ... " Zinara bergidik ngeri. " setan," lanjutnya dengan intonasi dibuat seseram mungkin.

"Ya makanya kamu ikut biar kamu jadi yang ketiganya."

"Abang kurang ajar."

Lagi-lagi Daniel terkekeh sampai tertawa kecil. Pemuda yang tengah menimba ilmu di satu universitas itu bangkit lantas menaiki motornya. "Abang duluan deh," pamitnya berlalu melaju bersama kendaraan roda dua keluar pekarangan.

Mulut Zinara komat-kamit mengiringi kepergian Daniel, hingga langkahnya yang ringan harus terpaksa terhenti saat kakaknya itu memberi suatu informasi yang seharusnya membuat Zinara senang namun tidak dengan kondisi seperti sekarang ini.

Cuma Teman [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang