50. Salam perpisahan

891 46 66
                                    

"Bagaimanapun bentuknya, perpisahan tetap menyakitkan."

Sebelumnya ketidak hadiran Zinara masih terkesan biasa saja karena berpikir jika gadis itu tengah menggunakan UKS sebagai tempat agar terhindar dari jam pelajaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sebelumnya ketidak hadiran Zinara masih terkesan biasa saja karena berpikir jika gadis itu tengah menggunakan UKS sebagai tempat agar terhindar dari jam pelajaran. Namun, ketika tiba waktu untuk semua murid Cakrawala masuk kembali ke kelasnya masing-masing di jam istirahat ke dua, empat sekawan itu mulai kelabakan menerka-nerka apa yang sebenarnya tengah Zinara lakukan. Terlebih saat Pak Seno mengisi jamnya, akses mereka untuk bertanya satu sama lain menjadi terbatas.

Sepanjang berjalannya pembelajaran otak seolah menolak untuk menerima materi, Anna tak bisa tenang di tempatnya, terus menerus menilik arloji dan ponsel berharap Zinara segera mengabari. Hingga tak terasa, akhirnya kbm telah usai, tanpa diinstruksikan terlebih dahulu Agnes, Abi juga Gibran mengerubungi meja Anna.

"Lo inget-inget deh Nara bilang mau ke mana?" tanya Abi yang memutar arah kursi guna menghadap Anna.

Anna menggeleng keras. "Nara nggak bilang apa-apa. Waktu baru masuk istirahat, anaknya langsung ngacir gitu aja," jawabnya.

"Gue udah spam chat nggak Nara bales, telfon juga sama malah dia reject." Kali ini Agnes menimbrung bersama ponsel yang sesekali ditempelkan ke daun telinga.

"Mungkin sama Genta," sambar Gibran melempar pendapat.

"Genta kan absen." Abi memandang teman lelakinya sebal.

"Gibran mungkin bener," seru Anna menarik atensi dari yang lain. "Gue baru inget waktu mapel Pak Robert, Nara senyum-senyum gitu liat hp. Masuk akal nggak sih kalo abis dapet chat dari Genta?" Anna memandang satu persatu teman-temannya.

Agnes menyimpan kembali ponsel ke saku kemeja. "Alasan Nara jadi nggak waras cuma karna Genta doang," katanya.

"Jadi Nara ilang buat ketemu Genta gitu?" tanya Abi menggeleng kecil tak habis pikir. "Bucin bisa gitu, ya."

Gibran mengeratkan ranselnya di bahu. "Kalo gitu gue ke kelas Oji dulu, denger-denger dia bisa lacak lokasi orang." ucapnya pamit.

Anna cepat bangkit mengekor. "Aku ikut."

"Gue juga," sambar Agnes sudah siap melenggang.

Abi yang merasa jadi anak bawang hanya menganga tapi tetap mengikuti jejak mereka.

Kebetulan saat sekelompok manusia yang saling berteman itu akan keluar dari tikungan kelas, sosok Oji terlihat. Gibran dengan seenak hatinya memblokir jalan pemuda narsis itu.

"Kalo cari Nara anaknya nggak ada," seloroh Gibran tanpa basa-basi.

Oji melebarkan mata. "Lah udah balik? Cepet amat tuh anak," gumamnya.

Cuma Teman [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang