[] The Cinnamon • 1

30 6 0
                                    

The Cinnamon
Oleh Gracia_Tinkerbell

[] Thriller - Romance []

Gadis itu tak banyak bicara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis itu tak banyak bicara.

Itu yang dapat kusimpulkan sejak perjumpaan pertama dengannya setahun yang lalu. Gadis yang kumaksud adalah Lorra. Gadis muda dengan rambut hitam panjang sebahu dan mata cokelat tua yang indah.

Di ruangan kantor yang hanya berisi manusia, perangkat komputer, setumpuk ATK, dan sebuah mesin cetak ini, dialah satu-satunya yang menjadi pembeda. Ya, hanya dia dan aroma kayu manis yang selalu tercium dari tubuhnya setiap kali ia melintas.

PLOK!

Seseorang menepuk tangannya tepat di depan wajahku, membawaku keluar dari lamunan. Jantungku seperti mau putus saat itu juga. “Astaga, Ben!” Aku berseru tertahan sambil mengelus dada begitu melihat siapa yang menjahiliku. “Kau hampir saja membunuhku!”

Benjamin tertawa seraya setengah mendudukkan pantatnya di atas meja kerjaku. Sambil meringis ngeri, aku segera menggeser cangkir kopiku. Tidak bisa kubayangkan kalau benda itu sampai tersenggol oleh Benjamin, lalu tertumpah ke komputer. Bisa-bisa aku dipecat karena dituduh merusak barang milik perusahaan.

“Habisnya, kulihat kau terus melamun dari tadi. Apa yang kau lihat? Hah?” ucap Benjamin.

Aku menggeleng sambil berdecak. “Kau mengarang. Aku tidak melamun. Aku sedang memikirkan pekerjaanku,” jawabku sambil berpura-pura menghidupkan komputer yang mati akibat terlalu lama kudiamkan.

“Kau yang berbohong, Ezra.” Benjamin kemudian menoleh, memandang lamat-lamat ke arah Lorra yang tengah serius mengetik di mejanya. “Gadis itu,” tunjuknya, “kau sedang memperhatikan dia, bukan? Siapa namanya?”

"Lorra.” Aku mendengus malas. Ah, sial! Sejak dulu, aku dan Benjamin memang tidak pernah bisa saling membohongi. Aku dan pria itu seperti berbagi tubuh dan pikiran yang sama. Apa yang aku pikirkan seolah juga dipikirkan oleh Benjamin, begitu pun sebaliknya.

Aku dan Benjamin bertemu sepuluh tahun yang lalu di kampus. Kami berada di jurusan yang sama. Dan, entah bagaimana caranya, kami berubah menjadi teman dekat. Kata orang, kami mirip seperti amplop dan perangko. Di mana ada Ezra, di situ pula ada Benjamin. Kemudian, seolah belum cukup kami ditakdirkan sebagai sahabat selama empat tahun di bangku kuliah, aku dan Benjamin juga diterima di perusahaan yang sama. Meja kerja kami bahkan berdekatan, seolah semesta pun bahkan sepakat bahwa Ezra dan Benjamin tidak boleh sampai terpisah. Sepuluh tahun persahabatan kami itulah yang kini membuat kami seperti saling bisa membaca pikiran satu sama lain. Tak terkecuali tentang hubungan asmara.

Gempita ShastraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang