Saat ini tepat satu jam lewat tengah malam dan Irene belum kunjung terlelap. Sulit baginya untuk tidur, meskipun seharian ini ia cukup merasa kelelahan dan bahkan hampir tertidur di ruang karyawan. Matanya sulit terpejam karena pikirannya tidak tenang, alasan utamanya adalah Yoongi. Pemuda itu mengambil alih seluruh pikirannya kira-kira sejak lima jam yang lalu.
"...maukah kamu jadi pasanganku?"
Irene membalikkan badannya bersamaan dengan pertanyaan Yoongi yang masih sangat jelas terekam diingatannya.
"Kenapa aku?"
"Aku bahkan tidak memiliki baju yang pantas untuk menghadiri pesta,"
Seketika Irene merasa bersalah karena menyanggupi permintaan Yoongi. Irene takut ia akan mempermalukan Yoongi di acara sahabat baik pemuda itu nanti. Pikirannya terus bergelut mencari solusi atas kecerobohannya sendiri yang ingin membantu Yoongi tanpa berpikir panjang terlebih dahulu.
Irene lalu menutup mata, memaksakan diri untuk segera tertidur. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikirannya. Ide ini tidak buruk jadi ide ini tidak salah untuk dicoba. Ia dilema dengan ide ini, tetapi ia berusaha meyakinkan diri bahwa ide ini merupakan salah satu cara agar dia bisa tidak mempermalukan pemuda itu. Irene berharap ide ini berhasil.
Pagi ini perasaan Irene begitu tegang karena ia akan merealisasikan ide yang dipikirkannya semalam. Meskipun Irene sudah menyiapkan keberaniannya sejak bangun pagi ini, tetapi tetap saja tangannya terus memproduksi keringat. Sebenarnya Irene ragu apakah ini akan berhasil namun setidaknya dia harus mencoba.
Irene menghela napas sejenak lalu mengetuk pintu dua kali.
"Masuk,"
Sekali lagi ia menghela napas karena ini pertama kali baginya dan itu membuatnya gugup.
"Seokjin-ssi, maaf mengganggumu. Bisakah kita bicara sebentar?"
"Oh Irene, tentu saja boleh. Silahkan duduk,"
Irene duduk di sofa yang berada di ruangan itu. Ia menggenggam kedua tangannya yang sudah sangat basah itu dengan erat saking gugupnya.
"Begini Seokjin-ssi bisakah aku menerima gajiku di awal? Aku tahu ini mungkin terdengar sangat lancang tapi aku sangat membutuhkan uang."
Irene terdiam setelahnya, ia menunggu respon Seokjin yang menampilkan raut wajah yang tidak dapat digambarkan oleh Irene, apakah itu bingung atau terkejut.
"Bisa Irene, maksudku tentu saja. Jika kamu memang memerlukannya".
"Benarkah?" tanya Irene dengan girang. Mengetahui dirinya begitu senang Irene lantas bertanya lagi tapi dengan nada yang lebih tenang. Seokjin menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, ia sedikit merasa geli dan hampir saja mengeluarkan tawanya akibat kelakuan Irene.
"Baiklah, nanti sore datang lagi ke ruanganku untuk mengambil uangnya",
Irene menganggukkan kepalanya dan bangkit dari duduknya lalu hendak berbalik untuk meninggalkan ruangan, tetapi gerakannya terhenti karena ia merasa ada yang salah. Ia pun berbalik kembali menghadap Seokjin yang juga akan meninggalkan ruangan setelah dirinya.
"Maaf, Seokjin-ssi aku ingin bertanya lagi".
"Apa? Katakan saja".
"Mengapa kau langsung menyetuji permintaanku? Aku bisa saja lari setelah menerima uangnya."
Seokjin melangkah mendekati Irene sampai keduanya berdiri berhadapan dengan jarak dua langkah. Karena Seokjin sangat tinggi, Irene harus sedikit mendongakkan kepalanya untuk menatap mata pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY?
FanfictionMenjalani hidup yang tidak ingin kau jalani. Semuanya terasa berat sampai kau tak sanggup untuk menjalaninya. Berharap menemukan seseorang sebagai tempat untuk tertawa, menangis, bahkan melampiaskan kemarahanmu. Sampai kau tersadar bahwa semua orang...