2. ENGGAK AH, PANAS NAIK MOTOR

167 25 6
                                    

Suasana pulang sekolah memang menyenangkan, tawa dan canda terdengar di setiap gerombolan-gerombolan siswa di sepanjang jalan menuju pintu gerbang. Ini pertama kalinya Kira berjalan sendirian kearah gerbang sekolah. Biasanya Ryan akan setia berada di sampingnya atau mereka berdua akan keluar gerbang sekolah mengendarai sepeda motor milik Ryan.

Setelah kejadian tadi pagi, Kira merasa tidak perlu lagi membonceng Ryan untuk pulang dan pergi sekolah. Entah apa yang merasukinya tadi pagi sehingga membuat keputusan yang tentu saja ia yakin menyakiti hati Ryan. Tapi semua kejadian dan kata-kata tadi pagi yang diucapkan kepada Ryan sudah mengganjal di hatinya sejak dulu kala dan pagi tadi lah saat yang tepat untuk meluapkan segalanya.

Tiba-tiba lengannya ditarik secara halus oleh tangan yang lebih besar dari tangannya.

"Hei," sapa Rius dengan senyuman ramah di wajahnya.

Kira menatap Rius dengan pandangan bertanya, "ya?"

"Pulang naik apa?" tanya Rius lagi seraya melepas genggamannya dari lengan Kira.

"Bus," jawab Kira singkat.

"Bareng gue mau nggak?" Rius menatap Kira dengan wajah penuh harap.

"Wait. Emang gue kenal sama lo?"

"Gue tau lo Kira. Dan lo pasti tau nama gue Rius."

Kira mengalihkan pandangan sambil berpikir bahwa Rius menyadari kalau dirinya populer sehingga semua orang disekolah tau siapa dia, termasuk Kira.

"Thats it. Bukan suatu alasan gue mau pulang bareng lo." Lalu Kira berlalu meninggalkan Rius, mempercepat langkah kakinya karena ia melihat bus yang bisa membawanya pulang kerumah baru saja berhenti tepat di halte depan sekolah.

Rius hanya menatap Kira menjauh sambil tersenyum geli dengan kenekatannya ini. Ia juga tidak habis pikir kenapa bisa seagresif ini untuk mengenal Kira. Sungguh bukan dirinya yang biasanya. Ia lalu berbalik menuju parkiran sekolah untuk mengambil motornya yang tentu saja masih terparkir disana karna dia tadi berlari tergesa untuk mengejar Kira.

∞∞∞

Kira harus berjalan kerumahnya dari halte bus di depan komplek perumahannya. Rumah Kira mempunyai sebuah butik sederhana di depan rumahnya, Butik khusus baju pengantin yang dikelola oleh ibunya sendiri bersama dua pegawainya.

Kira masuk kedalam rumah melewati pintu kecil disamping Butik. Masuk kedalam tanpa menyapa ibunya yang sepertinya berada di dalam butik sedang menjahit gaun pengantin. Perutnya lapar sehingga dia langsung menuju kearah dapur mencari makanan. Hanya ada sekotak nasi padang yang Kira rasa dipesan ibunya untuk makan siang kedua pegawainya dan disisakan satu untuk dirinya. Kira bosan makan nasi padang. Ibunya selalu tak mengerti hal itu. Ia mudah bosan dengan makanan. Akhirnya diambilnya mie instan dari dalam lemari, dan membawanya kedalam kamar. Ia berniat memakannya tanpa merebus terlebih dahulu.

"Kira!" panggil Safa –mama Kira- dari bawah tangga.

"Apa ma?" balas Kira teriak.

"Turun sini!"

Kira bergerak malas menuruni tangga menuju ke Ibunya, "kamu berantem sama Ryan? Tadi Tante Dewi kerumah bilang sama mama. Kamu jangan galak galak dong ke Ryan. Dia udah baik sama kamu."

"Jadi mama manggil Kira cuma tanya masalah ini?" Kira menghela nafas, "gini ya ma, ini masalah Kira sama Ryan. Mama gausah deh ikut campur," Kira berkata kesal ke mamanya, lalu berbalik menuju kamarnya menaiki tangga, "oh, ya dan bilang sama Tante Dewi buat gak terlalu ikut campur juga. Ryan bukan anak kecil lagi yang musti terus diawasi."

Kira membanting pintu kamarnya, bunyi blam keras tedengar sehingga menyamarkan panggilan mamanya yang memangggil namanya. Selalu seperti itu, ketika ia punya masalah dengan Ryan, Tante Dewi, mamanya Ryan akan ikut campur untuk menyelesaikan masalah anaknya. Bisa nggak sih Ryan tidak menceritakan semua permasalahan dia ke mamanya, atau setidaknya bisa nggak sih Tante Dewi tidak mencampuri semua urusan anaknya.

SEIRIOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang