3. FAKE SMILE YANG CANTIK

130 19 8
                                    

Kira berusaha memejamkan matanya untuk tidur, jam di dinding kamarnya sudah menunjukan pukul dua lebih lima belas menit. Suara benda pecah beberapa kali terdengar menyusul teriakan dan isakan tangisan dari mamanya. Bukan hal yang baru memang jika kedua orang tuanya terlihat beradu argumen. Tapi tidak pernah selama dan semenyeramkan ini. Kira tidak pernah setakut ini dan sekhawatir ini sebelumnya. Argumen argumen yang terjadi sangat mengagetkan Kira. Sepertinya papanya telah melakukan kesalahan yang sangat fatal.

Keesokan paginya Kira menghampiri Hadi –papa Kira- yang sedang duduk di sofa berlengan ruang tamu. lelaki separuh baya itu sedang serius mengenakan kaus kaki hitam di kakinya.

"Pa," sapa Kira.

"Hei sayang. Mau berangkat bareng papa?" Hadi mengelus sayang rambut anaknya yag tergerai.

"Papa baik-baik aja kan sama mama?"

Hadi menatap mata anaknya lembut, lalu tersenyum tipis, "papa cuma negur mama kamu seperti biasa. Kamu tau sendiri mama kamu teledornya minta ampun."

"Tapi nggak harus sampai ada barang yang pecah segala kan pa."

"Mama kamu itu orangnya keras kepala. Susah dibilangin. Pakai cara lembut nggak bisa. Papa harus lebih tegas aja ke mama kamu biar mama kamu nggak terlalu fanatik dengan pekerjaannya itu. Kamu nggak usah khawatir ya."

Kira tersenyum balik ke papanya. Dia mengangguk mengerti akan menjelasan papanya. Mamanya memang cenderung teledor dan tidak terlalu perhatian kepada keluarganya. Sehingga seringkali papanya menegur mamanya. Biasanya pertengkaran seperti ni tidak akan berlangsung lama, dan papa mamanya akan kembali bercanda saling ledek seperti biasanya.

∞∞∞

Pertengkaran kedua orang tua Kira ternyata tidak seperti yang biasanya terjadi. Hampir setiap malam Kira selalu mendengar argumen kedua orang tuanya, setiap malam juga ia tidak pernah mendapatkan tidur yang cukup yang berimbas pada kegiatan sekolahnya. Bahkan beberapa kali Kira harus mendapat peringatan dari guru karena terlihat melamun saat jam pelajaran.

Saat ini Kira terduduk di gedung kolam renang sekolahnya. Ia ingin menyendiri, setahunya gedung ini jarang disinggahi anak anak saat jam istirahat, karena tentu saja anak-anak akan lebih memilih pergi ke kantin mengisi perut mereka daripada berada di gedung kolam renang yang sepi. Kira duduk di susunan kursi berundak di salah satu sisi kolam renang. Ia terduduk lesu dengan pandangan kosong mengawang. Apa yang terjadi dengan kedua orang tuanya.

"Kira?" sapa sebuah suara yang cukup dikenal Kira. Rius terlihat mendekati Kira dengan handuk yang tersampir di kepalanya mentupi rambutnya yang basah, sepertinya ia habis pelajaran renang.

"Hai," sapa balik Kira, "gue balik ke kelas dulu."

Baru saja Kira akan meninggalkan tempatnya duduk Rius mencegah, "hei hei.. lo kenapa?" tanya Rius menunduk untuk mencari tau kenapa wajah yang cantik itu terlihat begitu murung.

"Gue nggak papa."

"Disini dulu. Gue nggak maksa lo buat ngasih tau apa yang terjadi sama lo." Rius terdiam sebentar lalu melanjutkan, "tapi gue sebenernya pengen tau ada apa dengan lo belakangan ini?"

Kira menatap Rius yang menatapnya penuh tanda tanya.

"Jangan bilang nggak papa."

"Gue enggak bisa tidur beberapa hari ini."

Rius tetap terdiam menunggu kelanjutan dari rangkaian cerita Kira.

"Gue enggak tau harus gimana. Seharusnya bukan hal yang perlu gue pikirin karena sudah sering kali terjadi. Tapi kali ini beda. Gue takut." Kira meracau tidak jelas, tapi Rius tetap terdiam mendengarkan. Rius tidak mengerti apa sebenarnya yang dikatakan Kira. Ia hanya mengerti bahwa gadis sedang bingung dengan apa yang sedang dihadapinya.

SEIRIOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang