Take #8

24 4 0
                                    

bukankah kunci sebuah hubungan adalah saling percaya?

-Kim Seokjin

💼💼💼

Pukul delapan malam Mishil keluar dari gedung Bighit dengan terburu. Gadis itu sudah bersiap pergi ke apatermen Seokjin guna menemui keluarganya.

Meskipun Mishil masih tidak tahu akan ia bawa kemana keluarganya nanti. Mengingat apatermenya dengan Yoo Jung terlalu sempit jika dihuni berlima. Lagi pula ia belum mengatakan apapun pada Yoo Jung. Bagaimana jika gadis itu tidak setuju dan berakhir mengusirnya.

Gadis bermarga Jeon itu mengurut pangkal hidungnya perlahan berharap dapat mengurangi stress yang melanda.

" Mishil!" Panggilan singkat itu membuat si pemilik nama menoleh cepat.

"ah seokjin ssi"

"kau akan pulang, ayo bersama" ajak Seokjin.

"kau tidak sibuk?" Mishil tidak ingin merepotkan pemuda Kim itu lagi. Ia merasa sudah banyak berhutang budi pada kekasih barunya itu.

"tidak. Ayo!" Seokjin memimpin jalan menuju mobil lamborgini biru cantik yang terparkir apik dibaseman.

Keheningan menyelimuti perjalanan mobil mewah itu membelah jalanan Seoul. Baik Seokjin maupun Mishil enggan untuk angkat bicara memecah keheningan.

Seokjin merasa canggung untuk memulai percakapan. Sudah lama sekali ia sendiri dan fokus pada karier. Wajar bukan jika ia lupa bagaimana cara berpacaran seperti orang pada umumnya.

Mishil sendiri memilih membuang muka, menatap jalanan yang masih ramai dipadati lalu lalang manusia.

"bisa kita berhenti sebentar? Aku harus membeli sesuatu diminimarket" pinta Mishil akhirnya. Teringat dengan keluhan ibunya tadi siang.

"ah tentu" balas Seokjin enteng.

"kau sudah makan?" lanjut Seokjin memperpanjang percakapan.

"iya" balas Mishil seadanya. Ia binggung harus bersikap seperti apa. Ia masih tidak percaya memacari pemuda dengan derajat jauh diatasnya itu. Rasanya ia sudah seperti menjadi tokoh dongeng cinderella.

"tunggu kenapa kemari?" Panik Mishil saat mobil yang ia tumpangi memasuki lotte mall.

"bukankah belanja disini harus grosir? aku tidak akan belanja banyak"

"hahaha kau ini lucu sekali. Sudah santai saja" ucap Seokjin menenangkan. Pemuda itu melepaskan sabuk pengamanya dan segera turun dari mobil.

Mishil berjalan mengekori Seokjin dengan hati hati. Ia takut kebersamaan mereka tertangkap paparazi dan menjadi headline berita pagi.

"tenanglah! Tidak akan ada yang mengenaliku dengan masker begini" Mishil berjengit terkejut dengan rangkulan Seokjin dibahunya secara tiba tiba.

"ah begitu ya" Mishil kembali mengambil jarak diantara mereka.

Seokjin mengambil troli belanjaan dengan santai. Sedang Mishil membuat list barang yang akan ia beli.

"jadi mulai dari mana kita?" Seokjin meminta pendapat.

" mie instan" celetuk Mishil menunjuk rak penuh produk Mie siap saji.

"kau suka yang pedaskan?"

" aniya! pilih yang biasa saja. Ibu ku tidak suka pedas" cegah Mishil menghalangi tangan Seokjin yang terulur mengambil samyang instan.

" ah"

"tunggu itu terlalu banyak, beli sepuluh saja"

"hei ini hanya satu, dua, tiga.... ini baru lima belas, kita belum membeli satu dus" apa? Satu dus? Apa Seokjin fikir harga ramyun satu dus setara dengan sebungkus permen?.

Bangtan New Staff ( Completed: 02/05/21)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang