# Enam

135 1 1
                                    

# Enam

Angin sepoi-sepoi mengibarkan rambutnya yang panjang melewati bahu. Matanya terpejam menikmati angin. Direntangkannya sedikit tangannya agar angin dapat menerpanya. Dihirupnya udara segar pagi itu dan pada saat yang bersamaan terdengar alunan melodi yang indah.

Seorang perempuan dan sebuah alat musik berbentuk persegi panjang menempel di tangannya, dengan beberapa lubang kecil yang berderet pada salah satu sisinya, didekatkannya alat musik itu pada bibir merahnya lalu menghasilkan suara indah yang keluar dengan bantuan angin yang keluar dari mulutnya. Alunan melodinya mengalir lembut menggambarkan suasana si pemilik hati. Sena bersama alat musik kesayangannya. Harmonica.

Dan disinilah Sena, diatas atap gedung sekolahnya yang tidak terjamah oleh orang-orang. Sebulan yang lalu ketika ia sedang melihat seekor kucing yang selalu dilihatnya di kantin menaiki tangga dekat kamar mandi belakang, Sena melihat kucing itu melewati sebuah pintu yang ukurannya hanya setengah dari pintu pada umumnya kemudian Sena pun mengikuti kucing itu. Rasa penasarannya itulah yang akhirnya membawa Sena menemukan tempat ini.

Sejak dulu Sena menyukai musik. Ya, berbeda dengan Rena yang menyukai bunga. Namun bakat musik ini hanya Rena dan kedua orang tuanya yang mengetahui hal tersebut. Karena bagi Sena, keinginannya bermain musik di depan orang banyak hanyalah mimpi semu.

Bahkan Tania dan Edwin sahabatnya pun tidak mengetahui hal ini, Sena sengaja tidak pernah memperlihatkan bakatnya itu karena sahabat-sahabatnya itu pasti akan memaksa dan memberikan banyak harapan padanya. Berbeda dengan Rena dan kedua oarang tuanya yang mau mengerti akan dirinya.

Setelah Sena berhenti memainkan Harmonicanya terdengar dering telepon dari sakunya. Ternyata Tania yang menelepon. “pagi Tania!” sapanya.

“Sena apakah kau sudah di sekolah?” tanya Tania.

“waktu dijalan tadi aku melihat mobilmu yang dibawa Pa Ari pergi dari arah sekolah, jadi kau dimana sekarang?” sambungnya lagi.

“sekarang kau sedang dimana Tania?” tanya Sena sambil memasukkan harmonicanya itu kedalam sebuah kotak persegi panjang berwarna coklat keemasan. Lalu kotak itu dimasukkannya ke dalam tas di bagian paling dalam.

“aku di depan kelas, kau dimana Sena?” tanya tania. “BRUKKK!” terdengar suara sesuatu terjatuh dari sebrang teleponnya. “Sena kau dimana? Suara apa itu?” tanyanya lagi dengan nada cemas.

“itu suara bukuku yang terjatuh, aku akan segera kesana Tania” jawab Sena.

“benarkah? Apa kau baik-baik saja?”

“aku baik-baik saja Tania” jawab Sena meyakinkan. Kini ia sudah semakin dekat dengan kelasnya, dilihatnya Tania sedang mondar-mandir menunggunya lalu Sena pun segera melambaikan tanganya pada Tania.

“Sena!” pekik Tania begitu melihat Sena.

Sena tersenyum mendekati Tania, begitupula dengan Tania yang buru-buru menghampiri Sena. Lega rasanya melihat Sena baik-baik saja pikir Tania.

“Sena jangan membuatku khawatir. Kau kemana saja?”

Sena tahu ia pasti akan langsung di sambut dengan pertanyaan-pertanyaan dari Tania.

Sambil tersenyum Sena menjelaskan.“aku datang terlalu pagi, maka dari itu aku berjalan-jalan disekitar sekolah, hanya itu. Jadi kau tidak perlu khawatir Tania”

“tadi aku berkeliling sekolah saat mencarimu, tapi aku sama sekali tidak melihatmu Sena” Tania sangat gemas dengan sahabatnya ini, karena sedari tadi ia hanya tersenyum menggapinya. “baiklah.. ayo sekarang kita masuk...” tiba-tiba saja perkataan Tania terhenti karena suara menghebohkan yang muncul dari kelas lain.

We're Same!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang