# Tiga

204 2 3
                                    

# Tiga

            Tak terasa sudah 6 bulan lebih Sena bertahan di sekolah ini. Ajaib. Ya, ajaib. Karena selama Sena bersekolah tidak terjadi hal yang sangat ditakutkannya dan orangtuanya. Sebenarnya dulu perhatian keluarganya membuat Sena jadi seperti terkekang. Sekarang walaupun Ibunya sendiri sudah memberikan kebebasan kepada Sena untuk melakukan apa saja yang Sena sukai tetapi, Sena tahu.. batas kemampuan yang dimilikinyalah yang membuatnya tidak leluasa dan tidak bebas seperti anak-anak yang lain.

Setelah jam pelajaran berakhir tiba-tiba ketua kelasnya berdiri di depan kelas. “Sebentar teman-teman.. kalian jangan pulang dulu..” kata Rio sang ketua kelas sambil mengangkat kedua telapak tangannya ke atas, menyuruh orang-orang yang di dalam kelasnya itu untuk duduk kembali. Tania dan Sena hanya saling berpandangan dan terduduk kembali dibangkunya.

“Begini.... sebentar lagi akan ada acara yang diadakan oleh senior kelas tiga, karena sebentar lagi mereka akan sibuk untuk ujian.. jadi acara kali ini akan diadakan meriah dan mereka meminta kita juga berpartisipasi dengan ikut mengisi acara tersebut. Bagaimana.. apakah ada diantara kalian yang akan ikut mewakili kelas kita?” tanya Rio sambil mengedarkan pandangannya kepada teman-temannya.

“Oke.. kalian bisa memikirnya dulu.. kalian tinggal menghubungiku jika ada yang berminat. Sekarang ayo kita pulang!” teriak Rio dan diikuti suara gemuruh senang teman-tema sekelasnya yang sudah sangat ingin pergi dari kelas itu.

Sena dan Tania kini sudah jauh beberapa meter dari sekolahnya. Kebetulan rumah Tania hanya beberapa blok dari sekolah. Jadi Tania hanya tinggal berjalan kaki atau menaiki sepeda untuk pergi dan pulang sekolah. Sena memang selalu berkunjung ke rumah Tania setiap pulang sekolah. Terlihat seorang anak kecil berumur 5 tahun berlari ke arah Tania dan Sena. “Ka Niaaaa.... Ka Enaa.... !!” teriak Fany memanggil Tania dan Sena, lalu berlari menghampiri kakaknya, Tania.

“Fany apa yang sedang kau lakukan diluar?” tanya Tania sambil mengelus rambut Fany yang di kuncir dua. “tadi Any lihat kupu-kupu yang sangat cantik ka..! Tapi kupu-kupunya sudah pergi lagi..” ujar Fany sambil mengerucutkan bibir mungilnya. Tania dan Sena tersenyum melihat ekspresi Fany yang menggemaskan. “Ayo kita masuk ke dalam” ajak Tania pada Sena dan diikuti anggukan Fany.

Rumah Tania sangat nyaman. Bergaya minimalis, tidak terlalu besar seperti rumah Sena. Catnya yang berwarna hijau dan biru laut serta terdapat pohon Linden yang membuat rumah ini terasa sejuk. Sena duduk di kursi kayu yang menghadap ke halaman ruman Tania, lalu Tania datang sambil membawa minuman untuk Sena yang sedang memandangi pohon Linden.

“ada apa Sena apakah ada masalah?” tanya Tania cemas yang melihat Sena melamun sejak tadi, padahal Tania sudah menawarkan minum kepada Sena tetapi orang yang ditawarkan hanya terdiam seperti tidak menyadari kedatangan Tania.

”Sena.. Sena.. ” panggil Tania. Lalu Tania pun menyentuh punggung tangan Sena pelan. “Ah.. Tania kau mengagetkanku!” Sena terhentak dan mengerjap-ngerjapkan matanya.

“maaf.. tapi tadi aku sudah memanggilmu tapi kau..” Tania tidak melanjutkan kata-katanya. “Tidak! itu bukan salahmu.., seharusnya aku yang meminta maaf” potong Sena. Lalu Tania pun mengulangi pertanyaannya yang tadi tidak didengar oleh Sena.

“Sena.. ada apa? Apa kau baik-baik saja?” tanya Tania khawatir. Sena tersenyum sebelum menjawab pertanyaan Tania. Sena tahu pasti Tania menghawatirkannya sedari tadi. “aku baik-baik saja Tania..” ucapnya sambil tersenyum meyakinkan.

“Sena.. dengar, aku selalu siap jika kau membutuhkan bantuanku, walaupun hanya sebagai tempat untuk bercerita juga tidak apa-apa..” ujar Tania sambil menyentuh tangan Sena lembut. “benar Tania aku tidak apa-apa.. Oh ya! Kemana Fany? Aku tidak melihatnya lagi?” jawab Sena dan mengalihkan topik pembicaraan.

Ternyata Fany sudah tertidur di dalam rumah karena lelah bermain. Setelah makan siang bersama Tania dan berbincang-bincang dengan Tania beberapa menit kemudian terlihat Pa Ari datang dengan mobil hitamnya menjemput Sena pulang. Sena pun bangkit dan mengambil tasnya sambil menghadap Tania “Terima kasih untuk hari ini Tania”. “Tentu” jawab Tania mengantar Sena hingga ke mobilnya.

Sena sampai di rumahnya dan di sambut oleh Sati pembantu yang sudah mengabdi lama di keluarga Sena. “Selamat datang nona.. apakah nona sudah makan?” tanya Sati begitu Sena masuk ke dalam rumah. “aku sudah makan dirumah Tania tadi..” jawabnya sedikit menoleh kearah Sati. Lalu Sati pun segera kembali mengerjakan tugas sebelumya.

Ya, Sena lebih suka makan dirumah Tania bila dibandingkan makan dirumanya sendiri. Karena setiap harinya Sena selalu menjadi orang pertama yang sampai dirumah. Rena selalu pulang sore hari, karena ia mengikuti ekstrakulikuler terlebih dahulu. Berbeda dengan Sena yang tidak mengikuti kegiatan apapun di sekolahnya. Ibunya selalu pulang saat malam hari dan ayahnya jarang berada di rumah bahkan hingga dua bulan tidak pulang ke rumah karena pekerjaannya. Maka dari itulah Sena selalu mampir kerumah Tania dari pada harus makan sendirian dirumah.

Sena membuka pintu kamarnya. Dilihatnya dua buah ranjang, dua buah meja belajar , dua buah lemari pakaian dan barang lainnya yang saling bersebrangan. Terlihat sepi dan sangat rapi. Kemudian sena duduk di pinggir tempat tidurnya. Membuka sepatunya dan naik keatas ranjang lalu merebahkan tubuhnya. Entah kenapa Sena sedari tadi memikirkan kejadian pagi tadi saat di sekolah.

&&&&&&&&&&

 Pukul 7.38 pagi

            Sena berjalan cepat di koridor menuju kelasnya karena kelas Sena masuk pukul 7.30. Tentu saja Sena terlambat. Saat ditikungan koridor Sena tak sengaja menabrak seseorang yang datang dari arah berlawanan dengannya.  “BRUKKK!!”.

Sedikit keras dan tubuh Sena terhuyung kebelakang saat tabrakan itu terjadi. Sepasang tangan dengan sigap menangkap Sena. Tubuhnya kini tertarik kedepan ke arah orang yang menolongnya itu. Baru Sena menyadari posisinya yang telah berada dalam dekapan seseorang. Sena terkejut dan mengangkat kepalanya hingga Sena dapat melihat seorang laki-laki yang ditabraknya. Laki-laki yang kini tengah menatapnya.

            Terlihat laki-laki itu terkejut saat Sena mengangkat kepalanya dan melihat laki-laki itu. Sena segera melepaskan diri dari dekapan lelaki itu. Lelaki itu hanya terdiam. “maaf.. dan.. terima kasih” ucap Sena sambil menunuduk dan tersenyum malu pada lelaki itu. Kemudian sena pun segera berlari menuju kelasnya yang sudah dekat.

            Ketika Sena sampai di depan pintu kelasnya sena sempat menoleh ke tempat ia bertabrakan tadi dengan lelaki itu. Berharap lelaki itu masih berdiri disana, namun Sena hanya melihat koridor yang sepi dan kosong, lelaki itu sudah pergi. Sesaat sena merasa kecewa tidak dapat melihat lelaki itu. Kemudian Sena pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas.

&&&&&&&&&&

            Untunglah  saat Sena masuk ke dalam kelas ternyata guru yang sedang mengajar di dalam kelasnya adalah wali kelas Sena yang baik hati. Bu Ria justru terlihat mencemaskan Sena yang ternyata datang terlambat dan segera menyuruh Sena untuk duduk dibangkunya. Tetapi saat Sena duduk pun ia masih memikirkan hal yang baru saja dialaminya.

Sampai sekarang sena sudah berada di rumah dan di dalam kamarnya yang nyaman, ia pun masih memikirkan laki-laki itu. Ada rasa rindu yang menyeruak di dalam hatinya. Rasa rindu yang tiba-tiba datang. Rasa rindu itu seakan muncul kembali setelah sekian lama. Rasa rindu ketika ia melihat wajah laki-laki itu. Wajah laki-laki yang ditabraknya. Laki-laki yang juga menolongnya saat hampir terjatuh. Siapakah lelaki itu? Batin Sena bertanya-tanya.

&&&&&&&&&&

Makasih untuk membaca my story ^^

Semoga bisa sampai akhir :D

We're Same!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang