Sebuah Kehangatan

102 6 2
                                    


            Rembulan bersinar indah nan terang, terlihat begitu mempesona, menggatung di balik awan. Di sekelilingnya, bertaburan bintang indah nan kemerlap. Sungguh, suatu pesona keindahan alam tersendiri. Di, halaman sebuah rumah mungil, yang separuh dari bangunannya, masih berdinding bambu, duduk bercengkerama di atas amben, 4 orang anak manusia. Kehangatan dan kebahagiaan terlihat begitu terpancar dari wajah mereka. Nampaknya,mereka bertiga sedang membicarakan sesuatu yang membuat mereka bertiga merasa sangat bahagia. Yah-malam itu, Rembulan, putri pertama di keluarga kecil itu menyampaikan sebuah kabar gembira, sebuah kabar yang membuat hati seluruh anggota keluarga merasa bangga.

Dengan lembut, Bu Saripah, membelai rambut panjang Rembulan, binar kebahagiaan dan rasa bangga terlihat jelas dari sudut matanya, "Selamat yo nduk, Emak dan bapak bangga atas semua pencapaianmu," Senyuman manis dan hangat tersungging dari bibir wanita paruh baya tersebut. Rembulan, mengangguk pelan, ada keharuan menyeruak dari relung hatinya.

"Teruslah berkarya nak, meski kita hidup serba pas-pas an, tapi Insyaallah, semua akan indah pada waktunya," Pak Parimin, bapak Rembulan, berkata dengan mata yang berkaca-kaca, ada rasa perih di hatinya, ketika mengatakan kenyataan ekonomi keluarganya, namun, kebanggaan atas prestasi yang diraih anaknya membuat dirinya kesedihan itu sedikit pupus.

Malam yang indah, kehangatan begitu terasa di dalam keluarga kecil tersebut, meski keluarga mereka tidak kaya, namun, terlihat nyata kekayaan hati yang dimiliki oleh keluarga tersebut.

***

Langkah kaki Rembulan, berjalan dengan begitu cepat, hari ini adalah hari pertama dia masuk kembali ke sekolah, setelah selama 3 hari, dia berada di Semarang, mewakili sekolahnya untuk mengikuti lomba menulis dan membaca puisi. Sebuah perjuangan panjang dan melelahkan bagi Rembulan, sebab pada saat itu, pesaing dari daerah lain,juga begitu bagus dan luar biasa, karya mereka semua tidak bisa di remehkan. Namun, rupanya dewi fortuna masih berpihak pada

diri Rembulan dan sekolahnya, sehingga, dia berhasil mengharumkan nama sekolahnya dengan memenangkan lomba menulis dan membaca puisi tingat Provinsi Jawa Tengah. Atas kemenangan itu, hasil karya Rembulan terbit di salah satu surat kabar terkemuka di Jawa Tengah.

Kriing, Suara bel berbunyi nyaring, tepat ketika Rembulan tiba di depan gerbang sekolah. Tiba-tiba, terlihat Bu Ayustina, guru Bimbingan konseling sekolahnya, berdiri di depan pagar sekolah, dan begitu melihat Rembulan, dengan cepat Bu Ayustina, menarik tengan Rembulan, dan mengajaknya ke ruang Bimbingan Konseling. Penuh kebingungan Rembulan, mengikuti langkah kaki Bu Ayustina.

"Alhamdulillah, kamu tiba tepat waktu, nduk, " Bu Ayustina, yang memang selalu memanggil Rembulan, dengan panggilan kesayangan nduk langsung mendudukan Rembulan di kursi tamu yang berada di ruang Bimbingan Konseling.

"Wonten nopo ngih bu?" Tanya Rembulan dengan wajah kebingungan.

"Begini, hari ini, ada upacara bendera, khusus untuk memberikan penghargaan buat kamu nduk, atas kemenanganmu kemarin di lomba tingkat Provinsi," Bu Ayustina, tersenyum ramah, sementara di tangannya sudah memegang sebuah map.

"Penghargaan buat saya bu?" Terkejut rasanya Rembulan mendengar kalimat bu Ayustina.

"Iya nduk, prestasimu sangat membanggakan, sudah sekian lama sekolah kita tidak pernah memperoleh prestasi apa-apa. Dengan kemenanganmu, nama sekolah akan naik lagi. Sekarang, tas mu diletakkan disini saja, pakai topi sekolahmu, dan kita ke lapangan upacara," Ujar Bu Ayustina.

Rasanya seperti sebuah mimpi, sekolah akan memberikan sebuah penghargaan untuknya, meski mungkin itu hanya berupa selembar piagam, namun, bagi Rembulan itu adalah sebuah kebangaan yang tiada tara. Dengan tubuh yang gemetar karena merasa bingung akan keadaan dan merasa bahagia, Rembulan meletakkan tas sekolahnya di tas kursi tamu di ruang Bimbingan Konseling, dengan penuh rasa bangga sekaligus malu, Rembulan, gadis remaja berusia 18 tahun, berkulit hitam manis, dan berambut panjang itu, mengikuti langkah kaki Bu Ayustina, ke lapangan upacara.

Jantung Rembulan berdegub kencang dan cepat, matanya menatap sekilas ke tengah lapangan, di sana, semua teman-teman seangkatan sekaligus adik kelasnya, berdiri dengan sikap sempurna, menunggu mulainya upacara bendera. Mungkin, bagi mereka semua, upacara bendera tersebut adalah sebuah rutinitas biasa, namun, bagi Rembulan, upacara bendera kali ini begitu istimewa. Sebab, kali ini upacara bendera tersebut khusus untuk pencapaian prestasi Rembulan.

Upacara bendera berjalan dengan lancar dan khidmat, semua siswa mengikutinya dengan baik, sehingga, upacara bisa selesai tepat pada waktu. Bu Ayustina, terlihat maju ke samping podium, tempat bapak Kepala sekolah tadi berdiri memimpin upacara bendera. Tangannya memegang sebuah microphone, tubuh mungil dan langsing bu Ayustina, terlihat anggun, berdiri sambil memandang ke tengah lapangan, Semua siswa, yang semula sudah rebut untuk segera kembali memasuki kelas, seketika menjadi terdiam, ketika terdengar seruan bu Ayustina dari microphone, "Anak-anak. Diharapkan tenang! Jangan ada yang beranjak dari lapangan dahulu,tolong pak Agus dan pak Budi, untuk menertibkan siswa-siswi," Sontak dari belakang barisan siswa, terlihat pak Agus dan pak Budi, dengan sikap sempurna, memerintahkan siswa dan siswi yang sudah terlihat gelisah, untuk tetap tenang.

"Assalamualaikum, selamat pagi anak-anak. Di hari yang berbahagia ini, Bu Ayu, membawa sebuah berita yang membaggakan bagi kita semua. Hari ini, salah satu kawan kalian, berhasil mencapai sebuah prestasi yang luar biasa. Prestasi yang mengharumkan nama sekolah, Rembulan Astriningtyas dari kelas 3 IPA 1, telah berhasil memenangkan lomba menulis dan membaca puisi tingkat provinsi. Dan, atas pencapaiannya, pihak sekolah akan memberikan sebuah penghargaan untuk Rembulan, kepada Ananda Rembulan, dipersilahkan untuk maju ke depan, dan kami mohon, kepada bapak kepala sekolah, untuk berkenan memberikan penghargaan pada ananda Rembulan," Terlihat Bu Ayuningtyas, mempersilahkan bapak kepala sekolah untuk maju kembali keatas podium.

Pak Taufik, Kepala SMU Negeri 4, terlihat kembali naik ke atas podium, wajahnya terlihat ramah dan berseri bahagia, terlihat kebanggaan di wajah pak Taufik. Begitu pak Taufik, menaiki podium,terlihat bu Ayuningtyas memandang ke arah Rembulan, dan memberi sebuah kode agar Rembulan maju kedepan, dan berdiri di hadapan pak Taufik. Dengan langkah tegap dan penuh kebanggaan Rembulan berdiri di hadapan pak Taufik.

"Selamat ya nak," Senyum ramah dan manis tersungging di bibir pak Taufik, sementara tangannya mengalungkan sebuah medali, ke leher Rembulan, setelah itu, sebuah map yang berisi piagam penghargaan di serahkan pak Taufik untuk Rembulan, kemudian dengan hangat, pak Taufik menyalami Rembulan, memberikan selamat.

Rembulan tersenyum bahagia, tidak disangka hari ini dia akan memperoleh kehormatan dari sekolah, dengan penuh keharuan dan mata yang berkaca-kaca karena dia merasa bahagia dan bangga dengan pencapaiannya. Dan, tibalah saatnya Rembulan memberikan sebuah kata sambutan. Dengan, langkah yang pasti Rembulan naik keatas podium, dan berdiri di depan microphone.

"Assalamualaikum, terimakasih saya ucapkan kepada Bapak dan Ibu yang saya hormati, atas semua dukungan yang diberikan pada saya, sehingga pada hari ini, saya bisa berdiri disini dengan rasa bangga dan penuh keharuan, kemenangan saya ini, bukan kemenangan saya sendiri, melainkan juga kemenangan untuk semuanya. Semoga apa yang saya raih, bisa menjadi motivasi untuk teman-teman yang lain agar bisa berprestasi, Waalaikumsalam," Kalimat terakhir itu terucap dengan penuh keharuan dari bibir Rembulan, airmata terlihat menetes dari kedua sudut pelupuk matanya. Di depannya, terdengar gemuruh tepuk tangan dari seluruh teman-teman dan bapak ibu guru.

"Bulaaaaaannn, Kami bangga padamu!"Dari sela-sela barisan siswa, terdengar suara seorang wanita berteriak, disana terlihat Gendis, sahabatnya, yang berteriak penuh rasa bangga terhadap Rembulan.

Senyum Rembulan merekah semakin lebar, sorot matanya bergantian menatap kearah Gendis, dan menyapu ke seluruh lapangan. Pagi ini di SMU Negeri 4, Desa Banjarsari, yang terletak di kaki gunung Lawu. Rembulan, menatap gagahnya gunung Lawu, dengan perasaan yang penuh kebahagiaan.  

Puisi Rembulan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang