Yuda

4 1 0
                                    

The Power Of Make Up, Yah- itulah yang terjadi! Setelah Rembulan selesai di make up, terlihat wajahnya menjadi semakin cantik. Garis wajahnya yang lembut, terlihat semakin mempesona. Apalagi, ketika dia menggenakan kebaya yang sudah dipersiapkan oleh Gendis. Penampilan Rembulan berubah 100 derajat. Sungguh, hari ini bukan pengantin sunatnya yang menjadi pusat perhatian keluarga besar Gendis, melainkan Rembulan yang menjadi pusat perhatian dari mereka.

"Wah, ayu nya! Ibu benar-benar pangling, sering-sering saja nduk kamu dandan seperti ini," goda bu Mintarjo pada Rembulan, ketika melihat Rembulan yang baru saja keluar dari kamar Gendis, Rembulan yang dipuji, hanya menunduk dan tersenyum malu. Sementara itu, di belakang bu Mintarjo terlihat mas Yuda, yang tanpa berkedip terus memandang kea rah Rembulan. Hari ini, di mata Yuda, Rembulan benar-benar menjelma menjadi sosok bidadari.

***

Satu per satu tamu undangan telah hadir, termasuk Emak dan Bapak yang sudah hadir dari tadi, dan terlihat duduk di tengah tamu undangan. Emak dan Bapak sendiri, hampir saja tidak mengenali Rembulan, dengan make up yang lengkap. Jika saja, Rembulan tidak memanggilnya, mungkin saja, Emak dan Bapak benar-benar lupa akan anak gadisnya itu.

"Wah, tamunya sudah banyak yang datang, mas Yuda, tadi juga lihat emak dan bapakmu ada di tengah tamu undangan," Tiba-tiba, mas Yuda sudah berdiri di samping Rembulan, penampilannya terlihat sangat berwibawa, dengan baju batik tulis berwarna cokelat dan bermotif mega mendung.

"Iya mas, tadi Bulan juga sudah lihat," Jawab Rembulan, entah mengapa berdekatan dengan kakak lelaki Gendis ini, membuat hati Rembulan selalu berdetak kencang.

"Pasti mereka ndak kenal kamu to?" Goda mas Yuda pada Rembulan. Mendengar kalimat mas Yuda, Rembulan tersenyum sebab dia teringat moment tadi, ketika emak dan Bapak, berdiri tepat di hadapannya, namun, tidak menyapanya dengan sikap yang tidak mengenalinya.

"Iya mas, tadi emak dan bapak memang tidak mengenali Bulan, kalau saja Bulan, ndak menyapa dulu, pasti Bulan, akan dilewati gitu saja," Rembulan menjawab sambil terkekeh kecil.

"Jelas ra ngenali to, lha kamu jadi ayu tenan kok,"Perkataan mas Yuda yang terdengar sebagai pujian itu, sukses membuat pipi Rembulan bersemu merah, dan otomatis membuat kepala Rembulan langsung tertunduk malu.

"Mas Yud, itu penyanyi dangdut nya sudah datang," Tiba-tiba pak Warno, hansip desa, yang hari ini menjadi salah satu panitia, terlihat mengantarkan dua orang wanita cantik dengan pakaian minim, wanita pertama memakai baju merah ketat, dengan rambut terurai sementara wanita kedua memakai baju oranye ketat dan pendek dengan rambut dikuncir ekor kuda. Keduanya sama-sama menggunakan riasan wajah yang soft namun glamour.

"Langsung saja pak Warno, diantar ke panggung, disitu sudah siap," Telunjuk tangan mas Yuda, diarahkan ke atas panggung, diatas panggung sendiri sudah ada, pemain keyboard, duduk manis, sambil memainkan keyboardnya. Dengan patuh, pak Warno, mengikuti petunjuk yang diberi oleh mas Yuda.

"Kok ndak diantar mas?" Tanya Rembulan pada mas Yuda.

"Ora usah, sudah ada panitianya masing-masing, mas Yuda, nunggu dalang dan kru nya, buat pertunjukan wayang kulit nanti malam," Ujar mas Yuda, memang, nanti malam akan ada pertunjukan wayang kulit semalam suntuk.

"Wah, pasti ramen anti malam ngih mas, dalangnnya dari mana mas?" tanya Rembulan.

"Insyaallah rame, dalangnya lumayan terkenal sih, Ki Mbarep, dalang favorit bapak asal Solo," Ki Mbarep yang diceritakan oleh mas Yuda, adalah salah satu dalang terkenal di Jawa Tengah, sering tampil di TVRI dan juga televisi local, dengan lakon-lakon cerita yang variative, salah satu cerita yang sering dimainkan adalah cerita tentang Semar bangun kahyangan atau Semar membangun Kahyangan. Cerita ini merupakan salah satu lakon yang sangat popular dan sering kali dibawakan oleh para dalang,sebab ceritanya mengandung pesan moral yang sangat dalam, dimana semar yang merupakan bapak dari petruk, bagong dan gareng, atau yang lebih dikenal dengan sebutan punokawan, berkeinginan untuk membangun kayangan. Keinginan Semar bukan tanpa sebab, karena semua itu berdasarkan hasil perenungan dan rasa prihatin Semar,melihat keadaan kerajaan Amarta yang semakin memprihatinkan.

"Judulnya ngih Semar Bangun Kayangan, mas?" tanya Rembulan, pada mas Yuda.

Mendengar pertanyaan Rembulan, mas Yuda menoleh ke arah Rembulan, senyumnya mengembang, Dia takjub dengan gadis belia di hadapannya, "Kamu tahu judul itu?" Tanya mas Yuda pada Rembulan.

"Tahu mas, saya pernah baca synopsis eritanya, dan waktu ke solo sempat lihat pertunjukan beliau dengan judul yang sama,"Jawab Rembulan singkat.

"Nah, menurutmu ceritanya piye? Apik po ora?" mas yuda bertanya, bukan untuk mengejek Rembulan, namun untuk mengetahui benarkah Rembulan itu berbeda dari gadis-gadis lainnya, yang kurang mengenal budaya bangsa sendiri.

"Bagus banget mas, pesan moral nya dapat. Kegelisahan seorang bapak, yang diwakili oleh tokoh Semar, terhadap kondisi kayangan. Semar, yang ingin memperbaiki kondisi Kayangan yang carut marut itu menurut Bulan, adalah penggambaran jika dalam sebuah negara diperlukan seorang yang bijaksana dan adil dalam menciptkan tatanan negara yang berdaulat, adil dan Makmur," Sungguh, sebuah jawaban yang membuat mas Yuda terkesima, bagaimana tidak, jawaban itu terucap dari bibir gadis remaja kelas 3 SMU.

"Pinter kowe, itu baru jempol 10! Terbukti kamu penulis hebat. Rajin membaca," Mas Yuda, mengacungkan dua jempol tangan miliknya di depan wajah Rembulan, membuat Rembulan sekali lagi tersenyum dan menunduk malu.

"Ya wis, nanti kita lanjutkan lagi ya, aku tak ke belakang dulu, mau lihat persiapan untuk menyambut dalang dan pemain lainnya, kalau capek, kamu duduk saja ya," Mas Yuda, menepuk pelan bahu Rembulan, sekilas ditatapnya wajah Rembulan yang masih tertutup make up, entah mengapa, hati mas yuda berdesir pelan, ketika menatap wajah Rembulan. Memang, sebenarnya mas Yuda, sudah lama memendam rasa kagum pada Rembulan, sahabat adiknya itu. Namun, dia tidak pernah punya kesempatan berbicara panjang dan lama dengan Rembulan, hingga hari ini, kesempatan itu akhirnya datang juga. Dan, hari ini juga, kekaguman dan rasa simpatik di hati Yuda semakin besar, ketika dia mengetahui kecerdasan dari Rembulan.

Setelah mas Yuda berlalu, tinggalah Rembulan dan satu orang gadis remaja dengan penampilan yang sama dengan Rembulan, keduanya, berdiri dengan manisnya di meja penerima tamu. Menyambut kehadiran tamu undangan yang satu per satu hadir. Dan, suasana siang itu, terasa semakin meriah dengan persembahan lagu dari kedua penyanyi dangdut yang tadi datang.

Puisi Rembulan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang