Rembulan Patah Hati

5 0 0
                                    


Rembulan menghela nafas panjang dan dalam, dia merasa sakit, teramat sakit! Rasanya ada sebuah luka terbuka dan dalam yang melukai tepat di hatinya. Yah-hatinya benar-benar terlukai dengan cerita dari mbak Tanti, sebenarnya dia sudah bisa menduga jika ada sesuatu yang terjadi antara mbak Tanti dan Yuda, namun, dia tidak menduga jika mereka berdua telah jadian. Dan, ketika Rembulan mendengar cerita itu langsung dari bibir mbak Tanti, rasanya saat itu dia ingin menangis dan menghilang, tapi untuk apa? Sebab, dia sendiri bukan apa-apanya Yuda.

Pembicaraan yang sebenarnya sangat tidak menyenangkan bagi Rembuulan. Dan, ketika mbak Tanti menerima sebuah pesan dari Yuda, seketika tanpa berpamitan pada Rembulan, dia segera pergi meninggalkan Rembulan dan kembali pulang ke rumahnya, meninggalkan Rembulan duduk sendirian bersama dengan hatinya yang merana.

Langkah Rembulan gontai ketika masuk ke dalam kamarnya, diletakkan buku dan pensil yang tadi digunakannya, untuk menulis sebuah puisi. Tubuhnya terasa begitu lemas, rasanya tiada daya sama sekali. Diliriknya jam di dinding kamarnya, tepat pukul 21.00 WIB, belum terlalu larut, tapi rasanya dia hanya ingin segera tidur dan keesokan harinya bangun menyongsong hari yang lebih baik untuk dirinya.

Tubuh Rembulan sudah berbaring di atas kasur lapuknya, namun, matanya masih menatap kosong ke langit-langit kamarnya yang tiada plaffon, dia berusaha untuk memejamkan kedua matanya, tapi, sama sekali kedua matanya tidak bisa terpejam, Bayangan kebahagiaan mbak Tanti masih terbayang jelas di memory Rembulan, akibatnya, separuh malamnya dihabiskan dengan membolak balikkan tubuhnya di atas kasur.

***

Pagi menjelang, suara ayam jantan berkokok. Rembulan dan Joko terlihat sudah rapi dan selesai sarapan, memang hari ini Rembulan memutuskan untuk berangkat lebih pagi, hampir semalaman dia sulit untuk memejamkan kedua matanya, akhirnya, pagi ini Rembulan memutuskan untuk berangkat lebih pagi, dia hanya ingin menghabiskan waktunya di sekolah.

Tepat ketika matahari bersinar dengan cerah dan indahnya, Rembulan sudah berada di kelasnya, kantung matanya terlihat jelas, kelelahan benar-benar terlihat di wajahnya. Dengan tubuh lemas, di letakkan kepalanya ke atas meja,sementara kedua tangannya menjadi alas kepala. Bu Ayustina, yang baru saja tiba di sekolah, ketika melintas di depan kelas Rembulan, tanpa sengaja melihat kea rah kelas Rembulan dan melihat Rembulan yang lemas dan seolah tak bertenaga, mendekat pada Rembulan. Rasa kuatir akan keadaan murid kesayangannya itu terlihat jelas di wajahnya, dengan segera dihampiri Rembulan, perlahan Bu Ayustina menyentuh rambut Rembulan yang terlihat kusut.

Rembulan terkejut ketika merasakan sentuhan tangan bu Ayustina, dengan gerakan yang cepat, di angkat kepalanya, sehingga dia langsung bertatapan mata dengan bu Ayustina, yang berdiri tepat di hadapan Rembulan. Begitu melihat bu Ayustina yang berdiri di hadapannya, Rembulan terkejut.

"Selamat pagi,bu" Sapa Rembulan pada bu Ayustina sambil tergagap.

"Kamu kenapa nak? Sakit?" Tanya Bu Ayustina dengan wajah khawatir

"Ndak kok bu, saya ndak apa-apa," Ujar Rembulan sambil kepalanya menggeleng cepat.

"Trus kamu kenapa nak? Kok lemes? Itu wajahmu kusut," Cecar Bu Ayustina.

Rembulan menyentuh wajahnya, dia kemudian mengambil sebuah kaca kecil yang disimpannya di dalam tas sekolahnya. Dan, begitu melihat wajahnya, dia menjadi sangat terkejut sebab, wajahnya terlihat begitu kusam dan kusut. Wajar rasanya, jika bu Ayustina mengkhwatirkan kondisinya.

"Saya ndak apa-apa bu, Cuma memang kurang tidur saja," Rembulaln berusaha meyakinkan bu Ayustina akan keadaan dirinya.

"Kalau ada masalah cerita ya nak," Dengan lembut bu Ayustina mengusap kepala Rembulan, sebuah kehangatan menjalar di hati Rembulan. Bu Ayustina, tidak memaksakan kehendaknya untuk meminta Rembulan bercerita, meski, sebenarnya dia merasa jika sesuatu terjadi pada diri murid kesayangannya itu. Tapi, bu Ayustina lebih memilih untuk memberikan Rembulan sebuah kebebasan memilih, apakah dia ingin bercerita atau tidak. Bagi bu Ayustina, yang penting Rembulan tahu jika dia selalu siap sedia untuk mendengarkan dan membantu Rembulan.

"Iya bu, terimakasih," Ujar Rembulan singkat, di bibirnya tersungging sebuah senyuman tulus untuk guru kesanyangannya itu.

"Oke, ibu ke ruangan dulu ya nduk," Bu Ayustina tersenyum lega, kemudian dia berjalan keluar kelas Rembulan, dan segera menuju ruangannya. Bersamaan dengan perginya bu Ayustina, satu per satu teman sekelas Rembulan masuk dan seketika kelas pun menjadi ramai dan riuh rendah oleh suara para siswa.

Rembulan menyisir rambutnya, dia sadar kondisinya benar-benar terlihat menyedihkan. Hingga membuat bu Ayustina datang menghampirinya. Gendis yang baru saja datang, segera duduk di samping Rembulan, di tangannya terdapat sebuah lembaran poster, dengan segera disodorkannya poster yang ada di tangannya pada Rembulan.

"Apa ini?" Tanya Rembulan pada Gendis.

"Kemarin aku ke Solo, pas di sebuah papan pengumuman yang ada di balaikota ada poster ini, tak cabut wae. Ngo kowe," Gendis terkekeh kecil.

"Wee, cah gemblung. Piye yen di tangkap satpol PP?" Ujar Rembulan dengan ekspresi terkejut. Namun, tangannya mengambil poster yang disodorkan Gendis padanya. Dibacanya tulisan di poster tersebut, bibirnya tersenyum kecil.

Hai! Pemuda Pemudi Indonesia yang sedang galau. Di masa Pandemi ini, banyak hal terjadi. Salah satunya adalah putus cinta. Kali ini kami mengundang kalian, untuk bercerita pengalaman putus cinta yang kalian alami. Akan disediakan banyak hadiah menarik untuk para pemenang. Yuk, bergabung dalam event menarik ini!

Untuk keterangan lebih lanjut silahkan follow IG dan Fb kami di;

IG @GerakanIndonesiaMenulis

Fb: Gerakan Indonesia Menulis

Rembulan melipat poster tersebut, diatersenyum pada Gendis, dan berkata singkat, " Aku melu daftar," UjarRembulan singkat pada Gendis. Keduanya lantas tertawa lebar, dan pagi itu, dimulailahpetualangan baru Rembulan menuliskan rasa sakit akibat patah hati yangdialaminya menjadi sebuah bentuk cerpen. Bagi Rembulan itu adalah obat yang terbaikuntuknya, dia berharap dengan menulis rasa sakitnya bis

Puisi Rembulan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang