Mengapa Rasanya Masih Sakit?

3 0 0
                                    

Senja hampir menjelang, di halaman depan rumah Rembulan, terlihat Rembulan sedang menyapu teras rumahnya. Sepoi angin membuat hati Rembulan terasa begitu ringan dan bahagia. Setidaknya semua masa sulit yang kemarin sempat dialami oleh keluarga Rembulan, sudah berlalu. Badai yang sempat menerjang keluarga Rembulan sudah terlewati. Joko, adiknya sudah sembuh dan sudah boleh pulangn ke rumah. Rembulan bersyukur, sebab keluarganya memperoleh bantuan penuh dari pak Lurah, sejak Joko rawat inap di rumah sakit, pak Lurah yang selalu ada untuk keluarganya, bahkan sampai membayar dan melunasi semua biaya rawat inap adiknya Joko.

Sejak itu, hubungan keluarga Rembulan dengann pak lurah menjadi semakin akrab dan baik. Bahkan tak jarang pak Lurah memenuhi kebutuhan pokok keluarga mereka. Ah-sungguh, kebaikan dan kemurahan hati pak Lurah, membuat kehidupan keluarga mereka menjadi lebih damai dan bahagia.

Kebahagiaan yang menyelimuti seluruh keluarga Rembulan, menular pada diri Rembulan, setidaknya, seperti sore ini Rembulan, menikmati harinya dengan menyapu teras rumahnya, dengan hati riang dan gembira. Bahkan, sesekali terdengar senandung kecil sebuah lagu mengalun indah dari bibir Rembulan.

"Bulaan! Wah, ketoke lagi seneng. Kok nyapu latar karo nyanyi," Terdengar suara mbak Tanti memanggilnya, Rembulan menoleh ke arah suara mbak Tanti, dan betapa terkejutnya Rembulan ketika melihat mbak Tanti dan Yuda, sedang berdiri di teras rumah mbak Tanti, sembari menatap ke arah Rembulan. Raut wajah Rembulan seketika berubah, tawa bahagia yang tadi mengembang di wajah Rembulan, seketika berubah menjadi senyum kecut. Tapi, mau tidak mau dia harus tetap tersenyum ramah menyapa keduanya.

"Inggih mbak," Singkat sekali jawaban yang diberikan Rembulan, dia berharap tidak perlu beramah tamah terlalu lama dengan Yuda dan mbak Tanti.

Dugaan Rembulan ternyata salah, sebab, jawaban singkatnya malah membuat mbak Tanti berjalan mendekat ke arahnya. Padahal Rembulan sendiri, sudah meletakkan sapu di tembok pagar rumahnya, dan berjalan masuk menuju ke dalam rumah, tapi ternyata mbak Tanti, malah mendekat kearahnya, dan mengajak Rembulan berbicang.

"Mbak dengar kemarin waktu Joko, rawat inap, pak Lurah yang banyak membantu?" mbak Tanti bertanya pada Rembulan. Pertanyaan mbak Tanti itu membuat Rembulan terpaksa menghentikan langkah kakinya sejenak, dan menatap mbak Tanti, sembari Menyusun sebuah kalimat jawaban yang tepat untuk pertanyaan mbak Tanti.

"Hmm, inggih mbak," Singkat, padat dan jelas. Namun, jawaban Rembulan itu, masih membuat mbak Tanti menjadi penasaran. Hingga mbak Tanti tanpa sadar mengikuti langkah kaki Rembulan, masuk ke dalam rumah.

"Wah, apik ya pak lurah kuwi, Tapi, apa memang dia baik pada semua orang seperti itu ya?" Bagi Rembulan pertanyaan mbak Tanti itu seperti sebuah kail yang diberi umpan, kemudian dilemparkan ke dalam sungai, sambil berharap kail tersebut bisa memperoleh ikan.

"Pak lurah hatinya baik, Tan! Banyak kok warga sini yang dibantu beliau," Yuda, membantu Rembulan dengan memberikan sebuah jawaban untuk Mbak Tanti.

"O, jadi tenan to gossip kuwi," Mbak Tanti berkata, seolah mengetahui suatu rahasia, kedua tangannya dilipat di depan dadanya, dan tangan kanannya,diletakkan di dagunya.

"Gosip nopo to, mbak," Rembulan terkejut bukan main, hingga dia berhenti dan memandang mbak Tanti dengan sorot mata tajam.

"Kuwi, pak Lurah bantu kamu dan keluarga," Sambil tertawa mbak Tanti menowel hidung mancung Rembulan.

"o, kalau itu sudah rahasia umum mbak, pak lurah baik, bukan hanya pada kami sekeluarga tapi juga ke seluruh warga disini," Tanpa bermaksud menjatuhkan nama baik pak Lurah, rembulan memberikan penjelasn.

"O, gitu to. Tapi, apa kamu ndak kuatir, kalau pak lurah berbiat begitu pasti ada mau dan maksudnya," tanya mbak Tanti pada Rembulan.

Rembulan menatap tajam kea rah mbak tanti, baginya, pertanyaan mbak Tanti itu, tetrkesan begitu subjectif, "Saya kok yakin ngih mbak, kalau pak Lurah itu orang baik, yang tidak menuntut apa-apa dari warganya, malah selalu berkorban untuk warganya," JAwaban Rembulan tersebut membuat mbak Tanti terdiam, sementara itu, dari posisi yang agak jauh, Yuda bisa menedengar perkataan keduanya. Dan, dia merasa jika Tanti, terlalu penasaran, hingga, membuat Rembulan merassa tidak nyaman.

"Oh, aku ndak bicara soal kebaikan hatinya, melainkan membahas tentang kemungkinan buruk yang bisa terjadi," Mbak Tanti yang menyadari kesalahan nya dalam mengajukan pertanyaan tentang pak Lurah, terlilhat segan pada Rembulan.

" Saya rasa, pak Lurah, bukan orang yang pamrih mbah," Ujar Rembulan singkat. Dia ingin segera berlalu dari tempat itu, tapi ternyata semua pembelaanya menjadi sangat-sangat tidak berguna.

"Lha ya kuwi, maaf yo dik, aku lancang tanya. Sebab aku kuatir, lha pak Lurah terkenal playboy, jadinya aku kuatir," Rembulan segera memahami maksud dari kalimat mbak Tanti tadi. Senyuman tersungging dari bibir Rembulan, wajahnya yang tadi sempat muram, kini tersenyum lepas kembali.

"Ngih mbak, tidak apa-apa, saya permisi masuk ke dalam ngih," Jawab Rembulan singkat dan segera masuk kembali ke dalam rumah meninggalkan mbak Tanti yang hanya berdiri terpekur, mirip orang kena sawan.

"Tanti! Ayo sini! Jangan bertetangga terus, ndak baik!" Teriak Yuda, mendengar teriakan Yuda, Tanti menoleh sebentar, dan melihat kekasih hatinya, memanggil namanya, sambil bibirnya selalu tersenyum. Sungguh bagi Tanti, memiliki Yuda adalah sebuah berkah tersendiri. Dengan patuh, Tanti mendekat kea rah Yuda. Sementara itu, di dalan rumah, terlihat Renbulan menitikkan air matanya, ketika melihat kemesraan keduanya. Rasanya, batin yang kemarin sudah tidak sakit, kini, kembali sakit, dan membuat Rembulan menangis sambil memegang dadanya yang terasa pedih. Ah-mengapa, batinnya masih terasa sakit berhadapan dengan mas Yuda dan mbak Tanti? Entah!

Puisi Rembulan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang